27. Really Hurt Me

6.4K 808 41
                                    

Part selanjutnya pov Radi.

Kalo updetnya lama nggak papa ya. soalnya mau buat yang panjaaaang bgt sesuai permintaan kalian.

Jangan lupa vote & komen yaw

Happy Reading


Hari ini Sabtu, aku berencana ke apartemen Pak Radi. Seharusnya kemarin aku mengunjunginya, tapi seperti biasa, Jumat adalah jadwal padatku. Laporan harian dan mingguan harus aku selesaikan alhasil aku pulang hampir pukul sebelas malam.

Aku juga harus menyelesaikan laporan tahunanku berhubung minggu depan sudah mulai libur akhir tahun.

Akhir tahun aku belum punya rencana bepergian. Mungkin nanti aku bisa merubah planing.

Aku membungkus kotak makan berisi salad buah kesukaan Pak Radi. Pak Radi suka salad buah yang banyak kejunya.

Setelah berpamitan pada Mama, aku menaiki Moku.

Aku pun memacu Moku menuju apartemen Pak Radi.

Tadi pagi, Tante Ayu memberi tahuku kalau Pak Radi belum juga pulang ke rumah. Aku berasumsi kalau Pak Radi ada di apartemennya.

Setengah jam berkendara, aku memarkirkan Moku di basement apartemen.

"Mbak Tita !"

Aku menoleh ke arah sumber suara.

"Hei, Ran."

"Mbak mau ke tempat Abang ?" tanyanya.

"Iya nih sekalian kasih salad buah kesukaan Abang lo. Nih lo aja yang pegang ya Ran."

"Asik. Abang pasti seneng banget nih dapet makanan kesukaannya."

Aku dan Rania pun masuk ke dalam lift.

"Abang tuh nggak pulang-pulang. Udah gitu susah banget dihubunginnya." gerutu Rania.

"Abang lo kan manajer, Ran. Sibuk dia. Apalagi ini akhir tahun."

"Iya gue paham, Mbak. Tapi gue tuh nggak bisa liat ibu cemas begitu."

Lift yang kami masuki pun berhenti di lantai di mana apartemen Pak Radi berada.

Rania memencet password apartemen Pak Radi.

Rania membuka pintu dan seketika memekik.

Apa yang aku lihat membuatku tertegun.

Kenapa harus seperti ini lagi.

***

Aku langsung berlari menuju lift dan dengan cepat meninggalkan apartemen Pak Radi.

Moku kupacu dengan kencang. Tak peduli jika caraku menyetir mengganggu orang lain. Tujuanku saat ini hanya Razi.

Sambil menyetir, aku menelpon Razi. Aku me-loudspeaker ponselku.

"Hai babe, kangen sama gue ?"

"Zi, lo di mana sekarang." Aku yakin suaraku pasti terdengar bergetar.

"Hei lo kenapa, Ta ?" Aku tau Razi pasti panik mendengar suaraku yang sedikit bergetar.

"Lo di mana brengsek."

"Gue di Appollo. Jangan ngebut, Ta." pesannya seakan paham dengan keadaanku.

Panggilan aku matikan sepihak.

Appollo salah satu kafe Razi yang letaknya lumayan jauh jaraknya dari pusat kota.

Begitu Moku telah aku parkir, aku segera masuk ke Appollo. Razi sudah menungguku di depan pintu masuk.

Titanium (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang