10: Hope and Rules

32.5K 4.2K 494
                                    

Malam ini Ha-young kembali bertandang ke sungai Han dengan harapan bisa bertemu lagi dengan So-hwan. Bukankah konyol? Sangat tidak mungkin jika kali ini Ha-young akan bertemu lagi dengan So-hwan.
Mengingat So-hwan itu aktor yang sibuk.

Ha-young duduk di bangku yang dulu ia tempati bersama So-hwan. Matanya terus mengedar mengawasi sekitar berharap akan mendapati keberadaan So-hwan.

"Chh! Kau bodoh sekali. Bukankah In-ha sudah mengurus semuanya? Lantas untuk apa kau datang kemari?" gumam Ha-young.

"Tidak. Aku tidak bodoh. Aku datang untuk mengembalikan sapu tangannya. Itu urusan yang berbeda." lanjutnya.

Ha-young mengrenyitkan dahi saat menyadari betapa konyol dirinya. Bukan hanya konyol tapi juga terlihat sudah gila. Bagaimana mungkin ia terus bicara pada diri sendiri?

"Apa dia tidak datang?"

Ha-young kembali memeriksa sekitarnya lalu menatap jam tangannya yang telah menunjuk angka 8 malam. Mungkin So-hwan tidak datang. Seharusnya Ha-young tidak banyak berharap dan tidak bertindak gegabah. Apa lagi sampai memberanikan diri melanggar aturan dan pulang terlambat. Bagaimana jika setelah ini Jaehyun menyiksanya lagi?

"Ah, Song Ha-young! Kau bodoh sekali!" ucap Ha-young dengan nada gusar.

"Siapa yang bilang noona bodoh?"

"So-hwan!"

Gadis itu berdiri tegak begitu mendengar suara So-hwan. Senyum lebar menghias bibirnya lengkap dengan mata yang memancarkan binar bahagia.

"Noona,.. kau menungguku?" tanya So-hwan.

"Iya. Maksudku tidak." jawab Ha-young.

So-hwan tersenyum di balik masker hitam yang menutup wajah tampannya.
Pria yang lima tahun lebih muda dari Ha-young itu duduk sambil menatap jahil pada Ha-young yang masih berdiri kaku bagai patung.

"Noona?"

"Y-ya?"

"Tidak capek berdiri terus?"

Dan lagi-lagi Ha-young merutuk dalam hati karena terlihat begitu bodoh dan menyedihkan di depan So-hwan.

Ha-young duduk di samping So-hwan yang masih setia menatapnya dengan sorot mata penuh kejahilan.

"Ck! Berhenti menatapku seperti itu!" ucap Ha-young dengan kesal.

Alih-alih menghentikan tindakannya justru pria itu semakin melancarkan aksinya hingga membuat Ha-young kalang kabut sekaligus kesal.
Ya, jika diingat-ingat lagi sepertinya dari dulu So-hwan memang senang sekali membuat Ha-young kesal.
Nam So-hwan benar-benar tidak berubah sedikit pun. Hanya tinggi badannya saja yang bertambah namun, kelakuannya masih tetap seperti anak SMA.

"Kau sudah terima tawaran dari..."

"Noona menungguku disini hanya untuk menanyakan perihal kontrak kerja? Kalau begitu kenapa tidak tanya sekretaris noona saja?"

"Ini! Aku ingin mengembalikan ini padamu." jawab Ha-young sembari meletakkan sapu tangan berwarna peach di telapak tangan So-hwan.

Melihat sapu tangannya kembali So-hwan pun tersenyum. Ia membuka masker yang menutup sebagian wajahnya lalu kembali menatap Ha-young yang memfokuskan atensi pada hamparan sungai Han.

Tidak seperti sebelumnya. Kali ini So-hwan menatap Ha-young dengan sorot mata yang begitu teduh seolah menyuarakan betapa ia bersyukur bisa bertemu lagi dengan Ha-young.

Mungkin benar kata orang bahwa bertemu kembali dengan orang yang pernah begitu dekat dengan kita akan membuat kita merasa seperti pulang ke rumah. Karena nyatanya sekarang So-hwan benar-benar merasa seperti menemukan kembali rumah yang dahulu ia tinggalkan.

"Noona tenang saja. Aku sudah menandatangani kontraknya." ucap So-hwan.

"Be-benarkah?" tanya Ha-young sambil menatap tak percaya pada So-hwan.

"Emm. Mungkin manajerku sudah mengirim surat kontraknya pada sekretaris noona."

Ha-young tidak bohong. Saat ini Ha-young benar-benar merasa lega karena masalahnya terselesaikan. Ha-young juga senang karena orang yang mendapatkan kontrak itu adalah So-hwan.

"Ya sudah. Kalau begitu aku pulang." ucap Ha-young lalu berdiri.

"Sudah mau pulang? Padahal kita baru bertemu. Ck! Noona jahat sekali." gerutu So-hwan.

"So-hwan, ini sudah malam. Dan aku masih banyak pekerjaan. Lagi pula mulai sekarang kita akan sering-sering bertemu." jelas Ha-young.

"Ah, iya! Benar. Aku hampir lupa."

"Ya sudah. Aku pulang."

Ha-young pamit pada So-hwan sambil menepuk pelan puncak kepala So-hwan lalu melenggang pergi menuju mobilnya yang terparkir tidak terlalu jauh.

"Apa-apaan itu tadi?!" gerutu So-hwan.


🍁🍁🍁

Sesuai dugaan Ha-young bahwa Jaehyun pasti akan menunggunya di ruang tamu.
Begitu Ha-young masuk mata elang Jaehyun langsung menyambutnya.

Pasti setelah ini Jaehyun akan memukulinya lagi atau bahkan menyiramnya dengan air panas. Memikirkannya saja Ha-young sudah menggigil takut. Tapi, ia juga tak bisa menghindar. Tidak. Lebih tepatnya Ha-young menolak untuk menghindar karena ia pikir percuma saja meski menghindar.

"Kau sengaja pulang terlambat?"

Mulut Ha-young terkunci rapat tak berniat menjawab pertanyaan Jaehyun. Namun, tak berselang lama kakinya melangkah mendekati Jaehyun.

"Silakan!"

Gadis itu menundukkan kepalanya di depan Jaehyun memberi isyarat agar Jaehyun menjambak rambutnya seperti sebelum-sebelumnya.

"Apa yang kau lakukan?"

"Bukankah kau akan menyiksaku lagi?"

"Istirahatlah. Aku tahu kau sedang banyak pikiran. Dan perihal perbuatan Nancy...aku...aku minta maaf. Terimakasih juga untuk sup penghilang mabuknya."

Ha-young menggigit bibirnya untuk menahan nyeri di dalam hatinya. Entah apa yang sedang terjadi padanya. Yang jelas begitu mendengar Jaehyun mengucapkan kata maaf hanya karena Nancy, mendadak suasana hatinya kembali berkabut.

Apa benar Jaehyun sangat mencintai Nancy hingga membuat pria itu sanggup merendah di depan Ha-young?
Kenapa pula hati Ha-young rasanya seperti tercabik-cabik menyadari hal itu? Apa karena merasa tidak dihargai sebagai istri?

Saat ini untuk pertama kalinya Ha-young merasa iri pada Nancy. Ha-young merasa bahwa Nancy begitu beruntung memiliki tempat bernaung, memiliki sosok yang melindunginya.
Pasti Nancy bahagia bisa mendapatkan hati Jaehyun.

"Jung Jaehyun!"

"Ada apa?"

Ha-young terdiam selama beberapa saat untuk mempertimbangkan hal yang ingin ia katakan.
Hal yang perlu ia tanyakan untuk membuat suasana hatinya lebih baik. Juga untuk memperjelas status pernikahan mereka yang terjadi hanya karena motif finansial.

"Apa yang ingin kau katakan?" tanya Jaehyun.

Pria itu menatap horor ke arah Ha-young yang masih berdiri di depan meja ruang tamu.

"Aku hanya ingin tanya bahwa kita tidak pernah menetapkan peraturan perihal kehidupan pribadi kita, kan?"

"Emm. Lalu?"

"Berarti tidak ada aturan yang melarangku berkencan dengan pria lain, kan?! Sama seperti kau bebas berkencan dengan Nancy."

"A-apa?"








🍁To Be Continue 🍁

Jangan lupa vote dan komenya, ya.
😊😊😊

Bad HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang