41: Mirror and The Words 'don't go!'

27.6K 3.5K 147
                                    

Cermin adalah alat yang tepat bagi seseorang untuk melihat dirinya sendiri. Untuk mengulas baik dan buruk yang ada dalam dirinya dan untuk mengelupas habis topeng yang selalu menutup wajah aslinya.
Dengan bercermin manusia akan tahu seberapa jauh dia melangkah dalam kebaikan dan seberapa jauh dia melangkah dalam keburukan. Benda yang mampu memuat refleksi itu juga akan dengan senang hati memaparkan bagian mana saja yang cacat dan tak dapat diperbaiki.

Bagi Nam So-hwan cermin selalu menjelaskan kecacatan yang ia miliki. Setiap kali raganya mematut diri di depan cermin maka, satu demi satu kecacatan itu akan terulas dan memenuhi memori otaknya.

"Teman? Lihatlah Nam So-hwan. Sampai kapanpun kau tidak akan pernah bisa lebih dari itu. Seharusnya kau sadar!"

Pria itu berdiri di depan cermin dan bicara pada pantulan dirinya. Mencoba menghakimi diri sendiri dan menjelaskan sejelas-jelasnya tentang kenyataan yang akan selalu sama.
Sayangnya jiwanya terlalu bebal untuk mengerti situasi dan memahami kondisi.

Sudah bertahun-tahun lamanya namun semua tetap sama. Ia tak bisa beranjak lebih jauh dan menghapus garis pembatas itu. Bahkan setelah melakukan hal paling keji pun Tuhan tetap tak mengizinkannya menjadi pemeran utama.

"Kenapa sulit sekali menjadi pemeran utama?" lanjutnya dengan nada lelah.

Tidakkah ini terlalu memuakkan? Bahkan sekarang pun bayangannya menertawakan kegagalannya. Sosok dalam cermin itu tertawa terbahak-bahak dan menatapnya remeh.

"Diam kau!"

Cermin benar-benar benda paling berbahaya dan benda paling berguna bagi So-hwan. Ia terikat pada benda itu seperti ibu tiri Snow White. Tapi bedanya So-hwan tak mempertanyakan siapa yang paling tampan melainkan mempertanyakan kapan ia bisa jadi pemeran utama. Oleh karena itu meski sekarang sang cermin memandangnya rendah ia tak bisa mengamuk dan menghancurkan sang cermin. Jika cermin itu hancur maka, ia pun akan hancur. Begitulah pemikiran So-hwan.

Biarkan saja orang lain berpikir dia gila karena bicara dan terikat pada sebuah benda bernama cermin. Ia tak perduli selama hal itu bisa membuatnya merasa lebih tenang.
Walau sekarang justru kemarahanlah yang ia dapatkan.

Ia marah karena bayangan itu menertawakannya terus-menerus. Ia marah karena setelah bertahun-tahun menunggu semua masih tidak juga berubah.

"Kau itu terlalu naif, So-hwan. Untuk apa kau repot-repot menuruti perintah Kim Taehyung dan menyia-nyiakan waktumu?"

"Diam! Kau tidak tahu apa-apa. Jadi, tutup mulutmu!"

"Kau salah. Justru akulah yang paling tahu. Aku yang paling tahu bagaimana kau akan berakhir."

"DIAM!!!"

🍁🍁🍁

"Tidurlah. Nanti kalau buburnya sudah matang akan kubangunkan."

Ha-young hanya mengangguk lemas lalu membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur.
Gadis itu tidak bicara sepatah kata pun sejak perdebatannya kemarin. Dan Jaehyun pun enggan untuk bicara lebih banyak. Waktunya belum tepat. Begitulah pikir Jaehyun.


Mereka baru tiba di rumah sekitar 5 menit yang lalu. Hari ini akhirnya dokter Kim mengizinkan Ha-young untuk pulang ke rumah.
Tentu saja dengan syarat tidak boleh bekerja selama satu minggu ke depan juga tidak boleh terlalu stres. Jaehyun pun menyanggupi syarat itu dan berjanji pada dokter Kim untuk tak membuat Ha-young stres dan tertekan.

Bad HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang