Untukmu Saja

20 2 1
                                    

Jangan ditanya bagaimana perasaan Aini sekarang. Ia benar-benar sakit hati saat ada yang menuduhnya pergi ke dukun agar bisa menarik perhatian Malik yang katanya susah untuk didekati. Aini sama sekali tidak tahu apapun mengenai Malik selain ia adalah anak nakal yang bersekolah di TK yang sama dengannya. Hanya itu saja tapi sukses membuat dirinya dihina oleh teman sekelasnya yang berbicara dengannya saja baru sekarang itu.

Rok coklat pramuka yang dipakainya kini meninggalkan noda keputih-putihan karena mendapat siraman bedak dari Widia saat ia mengelak apa yang diucapkan oleh Widia. Ia sama sekali tidak menduga jika hari pertamanya ke Sekolah tanpa Kayla akan sesulit itu. Tapi ia tidak ingin menangis sekarang. Yang ia perlukan sekarang hanyalah membersihkan noda itu agar Alif tidak murka saat mengetahui adik kesayangannya di bully.

Aini mengeluarkan botol airnya dari dalam tas. Syukurlah masih ada sisa air minum yang belum habis. Ia menyapukan air itu ditelapak tangannya dan menepuk-nepuk pakaiannya agar bedak itu segera menghilang. Seandainya ini hari ulang tahunnya, ia tidak perlu berusaha melakukan itu. Ia hanya perlu mengaku jika teman-temannya mengucapkan selamat ulang tahun untuknya dengan menaburkan bedak dan terigu.

Ah iya benar. Mengaku seperti itu saja. Aini akan mengatakan jika teman-temannya salah mengira hari ini adalah hari ulang tahunnya. Alif sudah pasti menunggu lama di depan Sekolah. Aini langsung memasukkan botolnya kembali ke tas dan segera keluar dari kelas yang sudah sepi itu. Sementara suasananya semakin gelap karena sore.

Aini berpikir Sekolah itu sudah sepi. Nyatanya saat ia keluar dari kelas, kerumunan wanita yang tadi pagi juga menyambutnya kini ada di depan kelas. Bolehkah Aini berteriak sekarang?

Ia benar-benar lelah menghadapi harinya yang buruk sejak subuh tadi. Yang ia butuhkan sekarang hanya pulang dan istirahat dengan tenang.

"Aini, aku nitip ini buat kakak kamu ya. Di dalamnya sudah ada surat kok. Dia pasti mengerti. Tolong ya!"

Apa lagi ini?

Aini menghela napas dengan gusar. Tidak satu, semua memiliki hadiah masing-masing yang dititipkan untuk Alif.

"Aku yakin kak Alif ada di luar. Kenapa tidak memberikan saja padanya langsung? Kurasa kak Alif akan lebih tersanjung dengan hal itu".

"Heh!". Aini langsung menoleh ke sebelah kirinya saat mendapati kakak kelas yang menatapnya dengan tidak suka. "Kita tuh nggak sama kayak lo! Dengan terang-terangan nempel ke sembarangan cowok."

Cukup, Aini tidak bisa menahan kesabarannya lagi. Sudah cukup untuk keburukan hari ini. Aini melemparkan hadiah-hadiah itu ke lantai dengan kasar.

"Kalian pikir dengan menyakitiku dengan ucapan busuk kalian bakalan bisa ngerebut hati kakakku? Hahah, jangan harap!! Berhenti mengikutiku dan meminta tolong padaku!!. Aku tahu jika sesama manusia memang saling membutuhkan. Tapi jika begini cara kalian, aku lebih baik tidak mengharapkan bantuan apa pun dari kalian. Aku sama sekali tidak pernah mencari masalah dengan kalian. Tapi aku malah mendapat perlakuan kasar dan cacian dari kalian. Kalian nggak tahu ya kalau Sekolah ini ada CCTV? Sekali aku laporkan, tamatlah riwayat kalian".

Aini langsung melenggang pergi. Kebetulan saja Alif sedang berdiri tidak jauh darinya. Alif khawatir karena Aini tidak kunjung keluar dari Sekolah hingga ia memutuskan untuk masuk mencari Aini. Ia mendengar semua ucapan Aini tadi dan memandang satu-persatu wanita yang terkejut melihat kehadirannya di sana.

"Apa mereka juga yang membuat bajumu kotor begini?" Alif menatap Aini dengan tajam saat adiknya itu sudah berada dihadapannya sekarang.

"Bu...bukan kak. Bukan kami!"

"Bajunya sudah kotor begitu sejak keluar dari kelas".

"Itu cuma dianya saja yang tidak bisa jaga kebersihan".

Alif tertawa renyah begitu mendengar ucapan terakhir wanita yang Alif tahu lebih tua darinya saat melihat nama kelas yang tertempel di lengan wanita itu.

"Ayo kita pulang kak. Nggak ada gunanya melawan mereka. Aini seperti ini karena teman-teman kelas mengira hari ini ulang tahun Aini."

"Dengar? KALIAN DENGAR!!!" Alif berteriak keras dan membuat kerumunan itu hanya bisa menunduk sekarang. Alif tidak terima jika adiknya diperlakukan seperti sekarang ini. Ia berjanji jika setelah sampai di rumah, ia akan mendesak Abi dan Aminya agar memindahkan Aini ke Sekolah lain saja.

Aini terkejut mendengar teriakan Alif. Alif tidak pernah semarah itu sebelumnya. Aini pun menarik lengan Alif untuk segera pulang. Batinnya benar-benar lelah dan butuh istirahat. Dan rumahnya menawarkan apa saja yang ia butuhkan. Ia hanya ingin segera sampai di rumahnya. Hanya itu saja.

"Kakak nggak mau tahu, pokoknya kamu harus pindah Sekolah ke Sekolah kakak. Biar ada yang jagain kamu. Mereka memang benar-benar keterlaluan". Ucap Alif dengan berapi-api sambil fokus menatap jalanan dihadapannya. Ia tidak habis pikir bagaimana pandangan orang-orang mengenai adiknya. Apa karena adiknya tidak bisa bergaul dengan baik hingga menjadi bahan bullyan?

Adiknya bisa dibilang cantik, bahkan teman-teman Alif pun mengakui itu dan tidak sedikit yang terang-terangan mengatakan padanya jika ingin dekat dengan adiknya. Tentu saja Alif langsung melarang karena di keluarganya tidak ada kata pacaran. Jadi sedini mungkin, Alif akan menghalangi laki-laki yang mencoba untuk mendekati adik satu-satunya itu.

"Selama ini, ada Kayla yang terus menjagaku. Baru hari ini saja mereka berani berkata kasar kepadaku karena tidak ada Kayla. Lagipula, tidak menutup kemungkinan sekalipun aku Sekolah di Sekolah lain, mereka akan berhenti menggangguku kan kak?".

Alif mengangguk setuju dengan perkataan adiknya itu. Aini akan segera dewasa dan mereka tidak mungkin bersama-sama terus. Aini harus bisa menjaga dirinya sendiri. Dan perkataan tegas Aini yang Alif dengar tadi kepada kerumunan wanita yang menghampiri Aini itu cukup membuktikan jika Aini sudah mulai bisa membela dirinya sendiri.

"Lain kali, jika ada yang memberimu hadiah untukku. Tanyakan apa isinya. Jika mereka menolak memberitahu, maka jangan mau terima. Kalau kamu suka hadiah itu, maka untukmu saja. Jika tidak suka, maka katakan saja aku tidak akan suka. Setuju?".

Aini mengangguk dengan senyum yang melebar. Ia akan memiliki bisnis baru dengan hadiah-hadiah penggemar kakaknya itu. Lumayan kan bisa dapat hadiah gratis tanpa perlu meminta-minta.

"Kalau barangnya barang cowok, gimana kak?"

"Jual saja di tetangga-tetangga atau di sosial media. Jangan lupa gunakan akun dengan nama samaran. Tapi jika kakak suka barangnya, biar kakak yang beli."

Aini tersenyum puas mendengarnya. Ini akan menjadi bisnis yang begitu menguntungkan untuknya. Tiba-tiba pikirannya jatuh pada Kayla. Kayla juga pernah ingin menghadiahkan sesuatu pada Alif.

"Kalau hadiah itu dititipkan oleh Kayla. Apa untuk Aini juga?".

"Nah, kecuali Kayla. Harus gratis dan harus sampai ke kakak ya!"

Kebahagiaan Aini semakin bertambah. Bolehkah ia mengira jika Kayla dan Alif memiliki perasaan yang sama?

Jika iya, semua doa-doanya akan terkabul. Ia bisa menghabiskan waktu yang cukup lama dengan Kayla dan bisa menjadikan Kayla sebagai bagian dari keluarganya. Kebahagiaan apalagi selain bisa menjadi bagian dari keluarga sahabat sendiri?

Aini mengeratkan pelukannya di perut Alif dan menyandarkan kepalanya disana. Alif tidak terkejut sama sekali karena itu sudah biasa dilakukan Aini. Apalagi jika sedang kesal. Aini seperti berniat untuk membunuh Alif.









_______________________
14 Rabiul Akhir 1442
30 November 2020

💚

A N D A ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang