Sejak malam itu, Aini lebih banyak diam dari biasanya. Ia sering larut dalam pikirannya sendiri. Seakan ia memiliki dunianya sendiri tanpa ada orang lain di sana. Ditambah lagi dengan kepergian Kayla ke Korea besok. Aini ingin bercerita kepada Kayla tapi tidak yakin dan malu sendiri. Alhasil, Aini hanya diam melihat Kayla yang tengah merapikan pakaiannya ke dalam koper yang akan dibawanya pergi.
Kayla pun bingung, sebenarnya apa yang terjadi pada sahabatnya itu. Ia ingin bertanya namun sadar sendiri jika masing-masing orang mempunyai privasi. Ia tidak berhak tahu semua tentang Aini kan?
Jelas terlihat jika Aini memiliki sejuta pemikiran di dalam otaknya karena sejak ia sampai di kamar Kayla, Aini banyak diam dan melamun. Apa Aini masih memikirkan tentang dirinya yang akan ke Korea besok?
Kayla telah selesai mengemas barang-barangnya. Ia langsung duduk di samping Aini dan memegang kedua tangannya. "Aini, maaf. Tapi aku nggak bisa nahan diri lagi. Kamu sebenarnya kenapa hm? Ayo cerita sama aku! Aku akan pergi besok, tapi nggak bakalan tenang kalau ngelihat kamu kayak gini. Please, kita sahabatan bukan baru kemarin Aini."
Aini terdiam menatap wajah sahabatnya yang tengah khawatir itu. Lengkungan tipis di bibir ia hadirkan agar bisa sedikit menenangkan Kayla. Benar-benar mirip seperti Aminya. Aini menghela napas berat. Berusaha mengumpulkan keberaniannya untuk bercerita kepada Kayla.
"Amir menyukaiku Kay. Bukan sebagai adik. Aku tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Tapi rasanya aneh saja, aku terus memikirkan hal ini dan mempertanyakan pada diri aku sendiri. Apakah rasaku juga sudah lebih dari kasih sayang seorang adik kepada kakaknya? Aku takut Kay. Aku takut salah mengartikan perasaanku sendiri. Aku takut akan ada yang kecewa."
Kayla tidak terkejut sama sekali saat mendengar hal itu. Sejak awal saat melihat kebersamaan Aini dan Amir, ia tahu jika laki-laki itu memiliki perasaan lebih pada Aini. Tidak heran jika banyak orang yang menganggap mereka pacaran. Kayla mengusap-usap lengan Aini berusaha menenangkannya. Setidaknya itu yang ia harapkan dari tindakannya sekarang. Dan terbukti, Aini menghela napas lega setelahnya.
Kayla memberikan senyuman terbaiknya dengan memikirkan kata apa yang tepat ia keluarkan agar bisa mengurangi beban yang ditanggung oleh Aini.
"Aini, tahu tidak kalau Allah Maha Mendengar?" Aini mengangguk. Tentu saja ia tahu. Meskipun dirinya belum berhijab, tapi ia tidak kurang pengetahuan mengenai akidah.
"Sekarang Aini tahu kan harus melakukan apa?"
Aini kembali mengangguk. Tatapan takjub tentu saja ia perlihatkan pada Kayla karena begitu mengenal dirinya. Benar-benar persis seperti Aminya. Aini tidak dapat menahan air mata yang tiba-tiba saja menggenang di pelupuk matanya. Sahabatnya akan pergi besok.
Sahabat yang benar-benar mengerti tentang dirinya.
Sahabat yang selalu ada untuknya.
Sahabat yang selalu mendengar semua keluh kesahnya.
Dan juga memberikan solusi terbaik untuknya.
Aini langsung memeluk Kayla dengan erat. "Aku bakalan kangen banget sama kamu Kay. Bisa nggak sih, kamu nggak usah ke sana?. Jahat kamu Kay, harusnya aku nggak usah datang kesini tadi. Aku benci harus pisah sama kamu. Aku benci pokoknya!".
Kayla menahan tawanya mendengar ucapan Aini yang terdengar posesif. Ia ingat bagaimana dulu sebelum saling mengenal, Aini benar-benar anti mengenal orang lain. Dan sekarang malah tidak mau terpisahkan.
***
Aini terdiam menatap kedua orang di hadapannya sekarang. Kayla dan Amir akan naik ke pesawat yang sama dan berangkat di hari yang sama. Sebenarnya Amir pulang untuk apa sampai harus kembali ke Jakarta dalam jangka waktu yang cepat.
Ia tidak tahu apa yang sedang ia rasakan sekarang. Tapi ia merasa iri pada Kayla yang bisa berada dalam satu pesawat yang sama dengan Amir. Apa itu yang namanya cemburu?
Tampak Kayla dan Amir saling melirik. Hal itu sukses membuat Aini memalingkan wajahnya dengan kesal. Sekarang ia yakin jika benar ia telah cemburu pada hal kecil yang dilakukan Amir namun begitu bermakna dalam pandangan Aini.
"Kakak tuh sebenarnya ngapain pulang sih? Buang-buang ongkos aja. Kenapa nggak sekalian di sana terus ampe selesai kuliah. Nggak usah bolak-balik!". Ini pertama kalinya Aini berbicara pada Amir setelah kejadian malam itu. Biasanya ia akan terus menghindar dan masuk ke kamar saat Amir datang ke rumahnya.
Habib mendekat dan berdiri di samping Aini melihat ketiga anak muda di depannya. "Kamu kenapa marah-marah Aini? Belajarlah untuk sedikit tenang dan sabar! Amir cuma mau numpang diantar sampai di Makassar aja kok. Bukan mau balik ke Jakarta".
Aini menautkan kedua alisnya bingung. Untuk apa Amir ke Makassar?
Tidak mungkin hanya ingin jalan-jalan kan?
Amir menahan tawanya lalu menatap ke arah lain saat tatapan kesal telah melayang dari mata Aini padanya. "Papaku sakit Aini. Mama yang maksa aku ke Makassar. Apalagi pas dengar kalau paman mau ngantar Kayla sama Aini ke Bandara. Ya sekalian aja aku ikut. Nggak masalah kan?"
Aini terkejut mendengar hal itu. Setahunya, Amir sudah tidak memiliki ayah. Karena memang ia tidak pernah melihat papa Amir.
"Jangan bingung! Kalau penasaran bagaimana papaku itu, aku adalah papa yang masih muda. Aku sangat mirip dengan papaku. Jadi tidak usah penasaran ya!"
Ucapan Amir malah membuat Aini semakin penasaran bagaimana sosok papa Amir?
Bagaimana saat Amir dan papanya berdiri bersama?
Apakah papa Amir masih kelihatan muda?
Kalau masih muda, bisa dianggap kakak adik. Pasti lucu gitu.
"Yuk, masuk ke mobil! Paman Abi sudah menunggu kita. Nanti aja ngobrol lagi pas sudah ada di mobil. Biar cepat sampai". Kayla berjalan lebih dulu meninggalkan dua insan yang masih saling diam entah untuk waktu berapa lama lagi.
Aini langsung berbalik saat menyadari sesuatu. Bunyi klakson mobil Abinya yang berbunyi tanpa henti. Ia langsung berjalan setengah berlari menghampiri Kayla yang sudah duduk dengan tenang di dalam mobil. Amir pun menyusul dan duduk di depan menemani Habib.
"Kamu itu ya, niat banget mau ninggalin aku cepat-cepat. Padahal aku sengaja mau ngulur waktu biar kamu nggak cepat ninggalin aku. Jahat kamu Kay! Pokoknya nanti pas pulang, bawain aku satu idol Korea yang sudah muallaf ya! Itu tugas kamu di sana!".
Kayla mengerjap tidak percaya. Aini meminta seorang idol Korea untuk dibawa pulang?
Ia kembali mengingat-ngingat nama pemain K-drama yang pernah ia tonton sekilas. "Lee Min Ho? Kamu mau dia?".
Aini langsung menepuk lengan Kayla kesal. "Ketuaan! Ya...walaupun tetap ganteng sih. Tapi yang Idol-idol muda lah Kay. Kalau bisa salah satu member NCT. Bebas, siapa aja. Tapi jangan lupa, harus muallaf ya! Itu tugas kamu
Harus mengislamkan dia dulu, baru bawa ke aku".Kayla mengerjap tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Ia hanya mengingat satu nama itu saja karena teman sekolahnya dulu sering menyebut nama itu. Yang lain, ia sama sekali tidak ingat. "Okelah. Aku tidak usah kembali ke Indonesia saja. Oleh-oleh macam apa itu? Artis daerah saja, aku belum pernah ngobrol sama mereka apalagi artis Korea yang dikawal dengan sangat ketat gitu. Kamu mintanya aneh-aneh banget sih".
Aini duduk bersandar memalingkan wajahnya. Ia kesal mendengar penolakan Kayla dan memilih untuk tidak kembali. Padahal ia hanya bercanda, tapi dirinya sendiri yang kesal.
______________________
4 Rabiul Akhir 1442
20 November 2020💚
KAMU SEDANG MEMBACA
A N D A I
Fanfictionharapan tidak selamanya harus bersambut dengan kenyataan. Semua punya pilihan masing-masing dalam menjalani setiap jalan kehidupan yang berada di depan mata. Aku dengan pilihanku, dan kamu dengan pilihanmu. Tidak perlu merasa bersalah atau apapun it...