Untuk Alif

36 2 0
                                    

Aini terus memperhatikan sebuah kotak kecil di meja Kayla. Kayla sedang keluar karena dipanggil oleh salah satu guru. Aini penasaran apa isi kotak itu. Sejujurnya ia sempat mengira bahwa kotak itu adalah hadiah ulang tahun dari Kayla untuknya melihat kemarin kotak itu juga dibawa oleh Kayla ke rumahnya. Tangannya sudah benar-benar gatal untuk membuka kotak itu karena penasaran. Namun ia tidak boleh melanggar privasi Kayla. Ia hanya bisa melihat isi dari kotak itu jika Kayla mengizinkannya untuk melihatnya.

Aini tersenyum menyambut Kayla yang barus saja masuk ke kelas. Ia tampak terkejut mendapati kotak kecilnya ada di meja. Kayla menatap Aini penuh telisik seakan mencurigai bahwa Aini telah melihat isi dari kotak itu.

"Oh ayolah Kay. Meskipun aku sangat penasaran apa isi dari kotak itu, tapi aku sama sekali tidak menyentuhnya sedikit pun. Kamu seharusnya berterimakasih karena aku dengan sukarela menjaga kotak itu agar tetap aman ditempatnya".

Kayla tertawa, sikap Aini terlalu berlebihan. Ia langsung membuka kotak itu dan terlihatlah sebuah jam tangan sederhana.

"Wah, jadi keingat selera seseorang. Ini untuk siapa? Aku melihat kemarin kamu juga membawanya ke rumahku kan? Apa untukku?". Aini mengerjapkan matanya dengan lucu. Berharap bahwa jawaban iya yang akan ia dengar.

Kayla tidak dapat menahan tawanya. Ia mencubit pipi Aini dengan gemas.

"Kamu sudah mendapat hadiah dariku. Dasar serakah. Ini hadiah untuk kak Alif".

"Nah kan benar. Aku sudah duga sih. Ini tuh seleranya kak Alif banget. Kamu tahu darimana? Kamu nggak mata-matain kak Alif juga kan?". Aini menaik-naikkan alisnya menatap Kayla yang sudah setengah mati menahan rasa panas diwajahnya.

"Apaan sih Aini. Aku hanya menebak-nebak saja. Lagipula kamu tahu, yang begini juga seleraku. Makanya aku nggak berani kasih ke kak Alif karena takut ia tidak suka". Kayla menutup kotaknya dan mengalihkan pandangannya takut jika Aini bisa membaca sesuatu yang ada dimatanya. Tentang Alif.

Aini langsung merebut kotak itu dan memasukkan ke dalam tasnya. "Akan kuberikan. Tenang saja! Dia pasti suka kok. Aku tahu pasti apa kesukaan kakak menyebalkanku yang satu itu".

Kayla menghela napas pasrah. Ucapan Aini tidak akan bisa diubah saat ia sudah memutuskan sesuatu. Kayla menunduk, teringat ucapan ibu Rahmi padanya tadi saat dipanggil. Ia melirik ke arah Aini yang sedang memainkan ponselnya lalu mengambil minuman yang ada di mejanya.

"Aku diutus sekolah untuk ke Korea selama beberapa hari Aini".

Minuman itu langsung saja menyembur dari mulut Aini. Untung saja ia duduk di bangku depan hingga tidak ada yang jadi korban dari semburannya. Dengan cepat, Aini menoleh mencari kebohongan dari ucapan Kayla. "Jangan bercanda deh Kay."

"Aku nggak bercanda Aini. Kami akan berangkat lusa nanti. Aku, Mawar dan Mita. Aku  ingin menolak tapi tidak bisa karena namaku sudah terdaftar di sana".

Aini diam mematung. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana ia bisa bersekolah tanpa ada Kayla ataupun Alif disampingnya. Ia akan sendirian. Memikirkan itu membuat kepala Aini mendadak pusing. Ia memejamkan matanya berharap semua ini hanya mimpi. Sebuah genggaman tangan hangat membuat Aini kembali membuka matanya. Senyuman cerah yang menenangkan Aini lihat dari wajah Kayla. Seakan mengatakan bahwa semuanya akan baik-baik saja.

"Aku ke sana hanya sebentar. Sekedar mengecek apakah aman jika kita kuliah di sana saat lulus nanti. Seperti rencana kita. Kamu nggak lupa kan?".

Aini tersenyum mengangguk. Ia masih sangat ingat bahwa mereka berdua akan melanjutkan kuliah di Korea. Kata-kata menenangkan yang diucapkan Kayla mampu membuat Aini bernapas lega. Sama saat pertama ia berbicara pada Kayla dulu, ia akan berusaha mencari teman baru dan memperluas pergaulannya.

Tidak adanya Alif dan kepergian Kayla nanti seakan memberitahu dirinya bahwa dunianya bukan hanya terletak pada dua orang itu. Ia harus bisa menjaga hubungan sesama manusia dengan orang lain.

"Besok aku sudah izin nggak masuk sekolah. Mau beres-beres. Nanti saat pulang sekolah, kamu datang ke rumah ya!".

Aini mengangguk. Tentu saja ia akan datang untuk menghabiskan waktu dengan sahabatnya itu. Sebelum ia benar-benar akan terpisah jarak dengannya. Aini memeluk Kayla dengan erat. Terkadang Kayla berperilaku seperti Aminya. Tidak salah kan jika Aini benar-benar ingin Kayla yang akan menjadi pendamping hidup Alif atau Gibran?

Ia hanya ingin agar Kayla tetap berada disekitarnya dan menemaninya tanpa berpikir bahwa suatu saat nanti ia pun harus pergi saat bersuami nanti.

Setelah serangkaian kegiatan pembelajaran telah usai. Kedua sahabat itu berjalan keluar dari sekolah. Seseorang melambaikan tangannya pada Aini dibalik gerbang dengan senyuman menawan. Aini mengenalnya meskipun Arum sekarang tidak memakai make up. Ia tampak pucat, seperti sedang sakit saja. Wanita yang mengejar kakaknya mati-matian itu terlihat sangat senang bisa melihat Aini.

"Untuk Alif. Aku tidak sempat memberinya kado kemarin karena sakit. Aku minta tolong sama kamu ya dek. Sampaiin ke Alif". Sebuah bungkusan berukuran sedang sudah ada di tangan Aini. Aini hanya diam. Sementara Kayla pun ikut diam, iri dengan hadiah besar yang diberikan oleh Arum dibandingkan hadiahnya yang kecil.

Tahu darimana kalau Aini lebih muda daripada Arum?

Setahu Aini, Arum lebih muda dari Alif. Tentu saja disini Aini yang lebih tua daripada wanita dihadapannya itu. Apakah karena wajahnya yang masih imut hingga pantas dipanggil adik?

"Buat kak Alif saja nih Rum? Buatku nggak ada?".

"Eh? Memangnya adek Aini juga ulang tahun?". Arum menggaruk tengkuknya mendadak canggung. Ia malu karena tidak tahu apapun mengenai keluarga Alif. Ia hanya berpusat pada satu nama itu.

"Aku tahu semua tentang Arum loh. Apa Arum nggak malu datangin Aini disini?".

"Maksudnya dek?".

"Kak Alif dan Aini lahir di hari yang sama, bulan yang sama dan tahun yang sama. Hanya berbeda jam saja. Yakin manggil Aini adek?". Kayla tentu saja juga tahu mengenai Arum karena selalu diceritakan oleh Aini.

Arum merasa seperti sangat kecil sekarang. Ia malu dan tidak tahu harus menyembunyikan wajahnya dimana.

"Ma..maaf kak. Aku nggak tahu."

"Oke aku maafin. Nanti kusampaiin hadiahnya. Makasih ya!" Aini tertawa meremehkan dan segera berlalu dari sana diikuti oleh Kayla.

Arum bertekad dalam hatinya bahwa ia tidak akan lagi mendatangi sekolah Aini. Dan mungkin akan selalu menghindar saat bertemu dengan Aini. Seharusnya ia tahu semua tentang keluarga Alif jika memang ingin menjadi bagian dari keluarganya. Arum merutuki kebodohannya sendiri. Ia segera memasuki mobilnya dan duduk dengan tenang berusaha melupakan apa yang sudah terjadi tadi.







______________________
20 Rabiul Awal 1442
6 November 2020

안녕 여러분

ㅎㅎㅎㅎㅎㅎ

💚💚💚

A N D A ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang