Mudah Untuk Dicintai

17 2 0
                                    

Sejak hari itu, Aini benar-benar belajar membuat roti dengan tekun. Semuanya tidak lepas dari bantuan Jaemin. Bahkan pria itu rela menutup toko rotinya dalam waktu sepekan agar lebih fokus mengajari Aini. Jujur saja Aini merasa bersalah dengan hal itu. Namun Jaemin selalu meyakinkan dirinya jika semuanya baik-baik saja. Toko roti milik Jaemin memang kecil, namun pengunjungnya terus berdatangan. Bahkan stok roti yang di buat Jaemin pun tidak banyak. Tak jarang, roti di toko itu habis sebelum memasuki waktu tengah hari.

Rama Bakery dekat dengan Masjid. Dan toko itu tertutup saat adzan sudah berkumandang. Hingga tak jarang banyak yang memarahi Jaemin karena menutup tokonya saat sedang ada pelanggan. Namun bagi Jaemin, pendapat orang-orang bukanlah urusannya. Yang ia prioritaskan adalah hubungannya dengan Allah. Karena ia yakin, jika ia menyegerakan panggilan Allah, maka Allah pun akan segera mengabulkan doanya. Dan ketahuilah. Akhir-akhir ini nama Aini pun terselip dalam doanya.

Mereka memang belum lama kenal. Tapi sifat Aini yang ramah dan manja pada siapa saja yang membuatnya nyaman benar-benar menarik Jaemin untuk jatuh semakin dalam. Ia bahkan tidak tahu apakah jatuhnya itu akan terasa sakit di kemudian hari atau akan berakhir bahagia. Jaemin tidak memikirkan itu, yang perlu ia lakukan hanyalah menikmati rasa yang menggoda hatinya dan memendamnya serapat mungkin hingga waktu yang tepat akan tiba.

"Oppa, apakah caraku sudah benar? Kurasa adonannya terlalu banyak. Tanganku sangat pegal". Ucapan Aini membuat Jaemin tersentak. Ia lalu menertawakan dirinya sendiri karena larut dalam pemikirannya dan tidak memperhatikan Aini yang sedang dalam kesulitan.

"Benarkah? Biar aku bantu!" Jaemin berdiri di belakang Aini. Aini mengerjap karena jarak mereka yang begitu dekat. Tangan Jaemin bahkan sedikit lagi akan menyentuh tangan Aini yang sedang memegang adonan. Aini tidak bisa mengatakan apapun sekarang. Ia tidak tahu harus melarang Jaemin atau membiarkannya saja. Bukankah Jaemin akan mengajarinya?

Membantunya?

Tapi, apa harus sedekat ini?

Apa harus saling menyentuh?

Ia bahkan sudah di wanti-wanti oleh Aminya agar tidak bersentuhan dengan lawan jenis sebelum ke Korea. Apakah ia harus mengabaikan ucapan Aminya untuk hari ini saja?

Tapi ia sudah memutuskan untuk hijrah. Aini benar-benar bingung dengan pemikirannya sendiri. Aini pun memilih memejamkan matanya dengan erat.

Tuk! Tuk! Tuk!

Aini terkejut dan spontan saja menegakkan kepalanya yang semula menunduk hingga kepalanya terbentur ke dagu Jaemin. Jangan bertanya bagaimana reaksi Jaemin. Karena pria itu sudah merintih kesakitan berjalan mundur hingga punggungnya menabrak meja dan sakit yang ia rasa semakin bertambah. Jaemin jatuh terduduk memegang dagu dan punggung bersamaan. Wajahnya benar-benar terlihat memerah karena menahan sakit. Kedua alisnya bertaut dan matanya terpejam rapat.

Aini ingin tertawa melihat itu namun ia juga merasa kasihan di waktu yang bersamaan. Ia pun menoleh ke arah ruangan di sampingnya. Iya, di sana ada Kayla. Si pembuat suara yang mengejutkan tadi hingga menyebabkan insiden itu terjadi kepada Jaemin. Kayla melemparkan pensil, penghapus, buku dan barang apa saja yang ada di mejanya saat melihat kedekatan Jaemin dan Aini tadi.

Bukan karena ia cemburu. Tapi itulah tujuan ia memilih untuk belajar di toko itu agar bisa mengawasi Aini. Bahkan saat ia berada di sana pun, Jaemin berani ingin menyentuh sahabatnya. Apa ia akan diam saja?

Aini menatap Kayla dengan kesal saat melihat Kayla dengan santainya memunguti barang-barang yang di lemparnya tadi dan kembali mengerjakan tugasnya dalam damai. Sedangkan dirinya harus menangani Jaemin yang kini kesakitan.

"Aa... Maaf oppa. Aku hanya.... Hanya.. Maaf...". Aini mencubit telinganya untuk menghukum dirinya sendiri. Ia merasa sangat bersalah. Apalagi ada noda darah di bibir Jaemin. Bisa Aini pastikan jika benturan yang terjadi tadi begitu luar biasa menyakitkan untuk Jaemin.

Jaemin berusaha tersenyum. Ia berdiri kembali dengan menahan sakit. Ia kemudian mengusap-usap kepala Aini dengan kasih sayang untuk menenangkannya. "Tidak apa-apa. Aku baik-baik saja. Lagipula aku yang salah karena berdiri terlalu dekat".

Tuk!

Sekali lagi ulah Kayla membuyarkan fokus Jaemin. Kayla menatap Jaemin dengan tatapan tajamnya. Seakan memiliki dendam yang begitu dalam terhadap Jaemin. Jaemin bahkan bergidik ngeri. Ia bisa melihat isyarat mata Kayla mengarah pada tangannya yang sedang berada di kepala Aini. Jaemin pun segera menurunkan tangannya dan Kayla kembali fokus mengerjakan tugasnya.

"Kamu yakin dia bukanlah ibumu? Sepertinya aku akan sulit mendapatkan restunya daripada restu ibumu sendiri". Aini tertawa mendengar perkataan Jaemin.

Restu?

Seperti mereka akan menikah saja.

Jika hanya untuk berteman, rasanya tidak perlu restu kan?

"Lagipula kan oppa yang salah. Kita ini bukan muhrim. Tidak boleh menyentuh satu sama lain". Aini kembali melanjutkan pekerjaannya seakan lupa jika ia baru saja membuat anak orang kesakitan. Jaemin pun hanya diam dan berusaha mengingat apa saja yang sudah ia pelajari. Saat ia mengingatnya, ia pun menggaruk kepalanya karena merasa bodoh sendiri. Bisa-bisanya ia melupakan bab sepenting itu.

Roti buatan Aini hari ini benar-benar memuaskan. Aini sudah membuat target agar roti buatannya hari ini harus seenak buatan Jaemin karena besok adalah waktu ujiannya. Dan tergetnya benar-benar tercapai.

"Kenapa kamu terus memakai masker? Kamu bahkan tidak pernah memakan rotinya sampai habis. Setidaknya habiskan dulu lalu pakai maskernya kembali. Aku tidak tahu apa yang berusaha kamu sembunyikan dari wajahmu, tapi maaf. Aku agak sedikit terganggu dan merasa jika kamu sedang menghindar dariku. Apakah aku melakukan kesalahan?" Ya, hari ini adalah hari terakhir mereka akan menghabiskan waktu di Rama Bakery. Dan hal itu sudah cukup mengganggu bagi Jaemin selama sepekan ini. Ia tidak memiliki pilihan lain selain menanyakan apa yang sudah menjadi beban pikirannya selama ini terhadap Kayla.

Kayla hanya diam tidak tahu harus mengatakan apa. Ia pun menatap ke arah Aini yang duduk di sebelah Jaemin agar membantunya menjelaskan. Dia tidak sepenuhnya berbohong. Tapi Kayla bukanlah pembohong yang baik. Ia tidak akan bisa menjelaskannya dengan baik apalagi terhadap orang yang benar-benar menjadi sumber dari apa yang tengah ia lakukan sekarang.

Ia hanya takut jika Jaemin mengenalinya. Ia bisa melihat bagaimana Jaemin membicarakan dirinya di masa lalu dengan rasa bahagia. Itu saja sudah cukup baginya. Dan mungkin saja karena itu, ia akan lebih diperhatikan oleh Jaemin daripada Aini. Bukan karena ia merasa percaya diri mengenai hal itu. Ia hanya ingin yang terbaik untuk Aini. Sahabat terbaiknya harus mendapatkan yang terbaik melebihi dirinya sendiri. Dan sejauh ini, apa yang ia inginkan berbuah manis. Ia ingin tetap seperti sekarang. Aini bisa belajar dengan fokus dan mendapat nilai yang memuaskan.







_______________________
8 Jumadil Akhir 1442
22 Januari 2021

💚

A N D A ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang