Mandiri

21 2 0
                                    

Melakukan sesuatu tanpa mengharapkan bantuan orang lain dan jauh dari keluarga. Apa benar, sekarang ia harus benar-benar hidup seperti itu?

Apa bisa seorang Aini tanpa ada salah satu keluarga yang berada di sisinya?

Pertanyaan itu terus terlintas di benak Aini tatkala menunggu Kayla yang masih sibuk entah mengurus hal apa di gedung dosen. Mau tidak mau, ia harus menunggu di depan gedung itu dan mengalihkan pandangannya dari orang-orang yang menatapnya tidak suka.

Aini sudah sering mendengar cerita dari senior-seniornya yang juga melanjutkan pendidikan di negara itu bahwa ia akan mengalami hal yang seperti sekarang ia alami. Aini belum siap. Ini masih terlalu cepat untuknya. Ia belum bisa beradaptasi dengan baik. Dan yang ia butuhkan sekarang adalah lengan Kayla untuk ia peluk dan punggung Kayla untuk ia menyembunyikan wajahnya karena malu.

Tapi tunggu dulu....

Kalau masih bergantung pada seseorang, berarti ia belum mandiri?

Aini menatap ke arah gedung dosen dengan harapan bayangan Kayla sudah muncul dari sana. Tapi sehelai rambut pun dari seorang Kayla tidak menunjukkan tanda-tanda kehadiran sahabatnya itu. Ya walaupun memang hampir mustahil melihat rambutnya di tempat umum seperti ini karena tertutup hijab sih.

"Terserahlah. Manusia itu makhluk sosial. Saling membutuhkan. Apa salahnya bergantung pada orang lain. Lagi pula, Kayla itu sudah seperti kakakku sendiri. Tepatnya calon kakak ipar. Hehehe". Aini langsung mengulum senyumnya saat merasa pandangan aneh orang-orang ke dirinya bertambah makin aneh. Sepertinya ia sudah ketakutan sekarang. Apa ia menyusul Kayla saja ke dalam gedung?

Tapi ia tidak tahu Kayla berada di ruangan mana. Bisa-bisa ia sendiri kesulitan untuk menemukan jalan keluarnya.

"Maj-a-yo?".

Aini terkejut setengah mati mendapati Kayla sudah ada di di depannya saat ia fokus menengok ke arah gedung. Entah dari mana Kayla datang hingga tiba-tiba berada di hadapannya. Tidak tertahankan, Aini memukul lengan Kayla dengan agak keras karena kesal. Sementara Kayla hanya tertawa dan berusaha menahan pukulan Aini.

"Sibuk ngurus apaan sih? Aku menyesal tidak ikut ke dalam sana. Di sini benar-benar tidak nyaman".

Kayla mengedarkan pandangannya dan benar saja. Sekalipun orang-orang tetap berjalan seperti biasa, namun dirinya dan Aini tetap menjadi pusat perhatian karena memiliki penampilan yang berbeda.

"Kartu untuk makan siang. Aku tadi mengurusnya karena seperti yang kamu tahu. Makanan halal di sini sangat sulit untuk di dapatkan". Kayla memperlihatkan kartu yang ada di tangannya. Aini meraihnya dengan semangat. Ia penasaran bagaimana makanan halal yang ada di Korea saat jam makan siang nanti ?

"Dan kita sebagai orang Islam, memiliki kantin tersendiri".

"Benarkah? Akhirnya bisa bertemu saudara seiman lainnya yang kuliah disini". Aini tidak bisa menahan rasa harunya. Ia sudah lelah di tatap dengan aneh. Dan di kantin khusus itu, ia bisa bertemu dengan orang-orang berkeyakinan sama dengannya. Setidaknya lelah itu akan menyurut walau sesaat.

"Aku pikir, kamu harus tahu. Kita berdua adalah muslim pertama yang kuliah di sini. Mereka sampai mencarikan kita beberapa restoran halal sebagai tempat untuk memesan makan siang khusus. Aku sudah berusaha menolak dan ingin mencari sendiri. Alhamdulillah, dosen-dosen di sini benar-benar bisa menerima kehadiran Islam. Dosen mata kuliah kita nanti pun katanya sempat ikut fashion show yang di ikuti oleh utusan dari sekolah kita Ain. Dan katanya, ternyata busana orang-orang Islam bisa di kreasikan seperti halnya busana modern".

Aini benar-benar takjub dengan penjelasan Kayla. Terlebih lagi bagaimana ekspresi bahagia yang ditunjukkan Kayla benar-benar menular padanya. Aini mengaamiinkan doa Kayla agar orang-orang yang hatinya sudah diketuk oleh cahaya Islam bisa segera membuka pintunya dan menerima Islam dengan keyakinan yang penuh. Agar agama yang pernah hilang di negara itu bisa kembali bersinar dengan kedamaian.

Saat kedua sahabat itu masih larut dalam kebahagiaan mereka, sekelompok orang mendekat. Tepatnya ada tiga orang wanita yang mendekati mereka. Tanpa menaruh rasa curiga sedikit pun, Aini hanya tersenyum sekilas dan sedikit menunduk untuk menghormatinya. Ia tahu jika hal itulah yang biasa dilakukan masyarakat di sana.

Aini membulatkan matanya saat melihat pemimpin kelompok itu mencengkeram rambut Kayla dengan keras yang dibalut hijab. Aini ingin menolong tapi dua orang lainnya lebih dulu menahan Aini dengan memegang kedua lengannya.

"Hentikan! Apa yang kau lakukan? Lepaskan temanku!" Aini hanya bisa berteriak karena tidak bisa melakukan apa pun. Ia sama sekali tidak membayangkan hal ini bisa terjadi. Bolehkah ia menangis sekarang?

Ia merasa bertanggung jawab apabila Kayla menderita. Karena dirinyalah yang menjadi alasan Kayla untuk ikut kuliah di sana. Kayla sama sekali tidak tahu apa-apa mengenai Korea sebelum mengenal dirinya. Aini lah yang membuat Kayla berjanji untuk melanjutkan pendidikan di tempat yang sama. Semuanya adalah salahnya.

Aini tidak bisa menahan tangisannya lagi mendengar jerit kesakitan dari bibir Kayla. Kayla terus berucap takbir dan istighfar kala rambutnya di tarik dengan kuat. Tidak butuh waktu lama, beberapa orang sudah berkerumun untuk menyaksikan apa yang sedang terjadi.

"Kain apa ini? Lepas! sangat mengganggu pemandangan". Aini tidak tahu siapa perempuan jahat yang berani menyakiti sahabatnya sekarang. Yang bisa ia lakukan hanyalah meminta tolong pada siapa pun yang bisa menolongnya sekarang. Namun tidak ada satu pun yang tergerak hatinya untuk menolong. Seakan-akan semuanya berpikiran sama untuk menyakiti Kayla.

Aini bisa melihat bagaimana Kayla berusaha mempertahankan agar hijabnya tetap berada di tempat yang seharusnya. Tidak peduli seberapa kasar wanita jahat itu menarik hijab Kayla, Kayla akan menambah kekuatannya untuk bertahan.

Aini mengusap pipinya yang basah. Jika Kayla bisa setegar itu, mengapa ia tidak bisa menjadi lebih kuat lagi?

"Aku akan melaporkan kalian! Apakah hijab kami membuat kalian tidak bisa berjalan? Jika tidak suka, apa begitu sulit untuk mengabaikan? Kami datang bukan untuk mengganggu! Kami hanya ingin belajar karena kami berpikir, di negara kalian adalah kampus terbaik menurut versi kami! Lalu apa yang hendak kami ceritakan kepada teman-teman di negara kami saat menuntut ilmu di sini? Apakah peristiwa yang seperti ini? Apakah hal ini membuat kalian bisa membanggakan diri? Kami meminta maaf jika kehadiran kami membuat kenyamanan kalian terenggut. Bisakah kalian menunjukkan hal baik yang bisa kami ceritakan kepada keluarga kami? Setidaknya agar mereka tidak mengkhawatirkan kami yang berada jauh dari mereka. Aku mohon. Maafkan kami. Aku mohon...".

Aini berlutut dengan kepala menunduk. Ia kembali menangis. Ia belum pernah seberani ini sebelumnya. Sedikit banyaknya, ia mendengar beberapa suara orang yang mulai berdiskusi mengenai apa yang baru saja ia katakan.

"Kamu tidak mendengarnya? Apa yang kamu lakukan sekarang membuat negaramu malu. Mereka sama sekali tidak menyentuhmu, bahkan mengenalmu saja tidak. Ia baru melihatmu hari ini dan berusaha memberikan senyuman tulus dan rasa hormatnya. Tapi ini yang kamu jadikan balasan?". Aini mengangkat pandangannya. Seorang pemuda kini berdiri di belakang Kayla dan menatap wanita jahat itu dengan tajam. Desas-desus orang-orang yang mengerumuninya kini mulai melontarkan sumpah serapah kepada pelaku. Ketiga orang itu mulai meninggalkan dirinya dan Kayla diikuti beberapa orang hingga tersisa pemuda yang membelanya tadi.

Aini langsung berlari memeluk Kayla yang jatuh terduduk dengan senyuman menenangkan miliknya yang khas tidak berubah sedikit pun. Kayla sama sekali tidak menangis. Aini pun bingung, mengapa Kayla bisa begitu kuat.

"Jika aku menangis, siapa yang akan menguatkanmu? Aku tidak apa-apa Ain. Mereka hanya tidak tahu. Jadi, mereka tidak bersalah sama sekali". Seakan tahu pikiran Aini sekarang, Kayla menjawabnya dengan mudah.

"Benar. Tidak semua orang di sini berpikir bahwa Islam harus di hindari. Percayalah, lambat laun kalian akan bertemu dengan orang-orang yang baik". Ujar pemuda itu lagi sebelum berpamitan untuk pergi dari sana.



_______________________
13 Jumadil Awal 1442
28 Desember 2020


💚

A N D A ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang