Pagi yang dingin. Entah berapa suhu di daerah itu hingga angin yang menyapa begitu menusuk kulit meskipun jaket sudah bertengger manis di tubuh Kayla. Kayla menyingkap sedikit lengan jaketnya hingga luka cakaran yang ada di pergelangan tangannya terlihat. Itu adalah hadiah yang ia dapat saat pertama kali menginjakkan kaki di kampusnya. Kayla hanya bisa berdoa agar ke depannya tidak akan timbul masalah lagi terhadap dirinya maupun Aini.
Pandangan Kayla menelisik area disekitar asrama yang ia tempati. Tentu saja masih gelap karena ia baru saja selesai shalat subuh. Aini memilih tidur kembali, sedangkan Kayla memilih untuk ke atap tempat menjemur baju karena tidak dapat kembali terlelap.
"Hey kau! Mau maling ya?"
Kayla segera berbalik menghadap ke pemilik suara. Ia terkejut setengah mati namun akhirnya bisa bernapas lega saat mengetahui jika Aini lah sang pemilik suara.
Aini tersenyum sangat manis dengan mengusap-usap lengannya yang kedinginan.
"Ada apa? Cepat sekali tidurnya".
"Bagaimana aku bisa tidur kalau kamu tidak ada Kay? Serem ih. Lampunya kurang terang. Nanti kita ganti ya?".
"Benarkah? Menurutku itu sudah cukup terang. Bahkan lampu kamarku di Indonesia kalah terang dari itu".
Aini mengerucutkan bibirnya kesal. Ia tidak suka penolakan.
"Bahkan ada yang hidup tanpa ada listrik sama sekali di lingkungannya. Kita seharusnya bersyukur Kay. Kamu sendiri yang bilang kalau kita harus hemat? Jika mengganti lampu itu padahal seharusnya belum saatnya diganti, apa namanya bukan pemborosan?"
Oke, Aini tidak bisa lagi mengelak. Ia terkena kata-kata yang ia lontarkan sendiri. Kayla tersenyum melihat Aini terdiam ingin mengatakan sesuatu namun tidak dapat disuarakan.
"Mau coba jalan-jalan? Aku cukup kenal daerah ini. Atau mau ke apartment yang pernah aku tempati? Tidak terlalu jauh dari sini Aini".
Aini mengangguk antusias. Meskipun rasa dingin masih menyerangnya. Namun semangat jalannya tak tergoyahkan. Mereka berdua memilih berjalan-jalan agar lebih mengenal daerah itu hingga mereka akan lebih mudah hidup di sana nantinya. Tujuan pertama mereka adalah mencari super market. Itu penting karena mereka harus membeli bahan makanan untuk diri mereka sendiri.
Di asrama, tidak menyediakan dapur pada masing-masing kamar. Sama halnya seperti kamar mandi, dapur pun milik bersama.
Ada beberapa toko yang masih tertutup saat mereka berjalan. Kayla dan Aini bisa bernapas lega karena ternyata mereka bisa membeli bahan makanan tanpa harus berjalan jauh. Kaki mereka terus melangkah lebih jauh. Aini tidak peduli, ia terus mengikuti kemana arah Kayla akan melangkah. Ia cukup percaya jika Kayla tidak akan membuat diri mereka tersesat.
Aini sudah cukup lelah. Apakah mereka benar-benar tersesat sekarang?
Tapi Kayla terus berjalan tanpa istirahat. Seharusnya ia bertanya kemana mereka akan pergi. Apartment yang di bicarakan Kayla pun sudah mereka lewati sekitar satu jam yang lalu. Begitu kesimpulan Aini saat melihat jam yang tertera di gawainya. Langit pun sudah mulai terang. Kendaraan sudah mulai berlalu lalang. Mobil pemungut sampah pun sudah tidak ada lagi yang terlihat.
Aini benar-benar cemas sekarang. Ia menatap jalanan yang baru saja ia lewati dan berusaha mengingat apa saja yang telah ia lewati.
Kayla akhirnya berhenti berjalan. Wajah Kayla semakin membuat Aini khawatir. Wajah penuh penyesalan.
"Apakah kita tersesat? Bagaimana kita akan pulang sekarang?".
Kayla tertawa. Ia puas karena telah berhasil membuat Aini ketakutan.
"Ini nggak lucu Kay. Sebenarnya kita mau kemana sih? Aku mau pulang! Seharusnya aku tidur saja tadi. Kakiku sangat sakit sekarang. Siapa yang akan bertanggung jawab? Kamu mau menggendongku pulang?"
"Jadi menyesal? Kupikir kamu akan senang karena aku membawamu ke istana yang sering kamu tonton itu".
Aini membulatkan matanya. Ia baru sadar jika dibalik tembok di seberang sana adalah sebuah istana.
"Jangan coba menyentuhnya ya. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi pada kita saat menyentuh bagian dari istana itu".
Aini hanya mengangguk-angguk. Ia memilih menaiki kursi yang ada di pinggir jalan untuk mengintip apa saja yang ada di balik tembok itu.
"Wah, sedang ada shooting di sana. Sayang sekali aku tidak bisa melihat wajah pemerannya dengan jelas".
"Mereka shooting sepagi ini?"
Aini mengangguk. "Kurasa mereka shooting sejak semalam. Itu sudah hal yang biasa".
Kayla mau tidak mau ikut menaiki kursi dan mengintip ke dalam sana. Benar saja, para krunya tampak kelelahan dan menguap. Mereka benar-benar bekerja keras untuk menjadikan sebuah drama tontonan yang layak mendapatkan banyak penonton. Tidak ada usaha yang sia-sia. Itulah keyakinan Kayla.
Ia bisa mengerti sekarang mengapa drama Korea begitu di minati oleh sahabatnya. Jika dikerjakan dengan cara seperti itu, tentu saja hasilnya tidak akan mengecewakan. Namun bekerja dengan terlalu keras, dapat berbahaya juga untuk kesehatan. Di cuaca dingin seperti ini, para aktor dan aktrisnya tidak dapat memakai jaket. Mereka hanya bisa memakai pakaian tradisional sesuai dengan temanya.
"Kay. Aku ingin sekali menjadi salah satu penjahit pakaian untuk sebuah drama seperti itu. Dengan begitu, aku pasti akan sering bertemu dengan oppa-oppa ganteng".
Kayla menggeleng-gelengkan kepalanya. Tujuan Aini berkuliah di sana hanya untuk bertemu artis-artis Korea itu?
Bisakah Kayla menyesali keputusannya untuk mengikuti kemana pun Aini akan melanjutkan pendidikan?
Nyatanya tidak. Karena sekarang, Kayla pun tertarik pada negara itu. Ia pernah mendengar jika Islam pernah hadir di negara itu. Namun telah lenyap karena seorang Raja yang berkuasa menghapuskan Islam dari sana.
Setelah puas melihat istana dan kegiatan yang ada di dalamnya, mereka memilih untuk kembali pulang. Kegiatan perkuliahan akan segera di mulai. Karena itu lah Kayla memilih untuk mengajak Aini sedikit berjalan-jalan sebelum mereka disibukkan dengan tugas kuliah.
Jam sudah menunjukkan pukul sembilan pagi, namun suasana sekitar masih sepi. Kayla dan Aini sedikit khawatir jika toko-toko yang sebelumnya mereka lewati belum terbuka. Mereka berencana membeli beberapa bahan untuk membuat nasi goreng sebagai sarapan mereka pagi ini. Baru beberapa hari di negeri orang, mereka benar-benar sudah rindu dengan makanan dari kampung halaman mereka.
Kayla dan Aini bernapas lega saat menemukan salah satu toko yang baru saja terbuka. Mereka langsung masuk dan membeli bahan-bahan untuk membuat nasi goreng.
Tidak banyak yang bisa mereka makan di sana. Hanya sayuran dan juga telur yang bebas mereka makan. Ada beberapa roti juga, namun sangat sulit menemukan yang benar-benar halal. Kayla mengambil beberapa butir telur dan juga sayuran. Sedangkan Aini membeli beberapa nasi dalam kemasan yang menurut mereka cukup untuk jangka waktu sepekan sebagai tambahan jika saja beras yang mereka bawa dari Indonesia tidak cukup.
_______________________
20 Jumadil Awal 1442
4 Januari 2020💚
KAMU SEDANG MEMBACA
A N D A I
Fiksi Penggemarharapan tidak selamanya harus bersambut dengan kenyataan. Semua punya pilihan masing-masing dalam menjalani setiap jalan kehidupan yang berada di depan mata. Aku dengan pilihanku, dan kamu dengan pilihanmu. Tidak perlu merasa bersalah atau apapun it...