Pukulan Dari Kakak

57 4 2
                                    

"Aku mencintai Kayla!".

Suara itu menggema di dalam rumah sesaat setelah Gibran tiba. Habib, Riana, Alif dan juga Aini langsung berdiri dari duduk mereka yang tadinya sedang menonton televisi bersama. Tidak ada yang berani membuka suara. Pandangan mata Gibran sarat akan kebencian terhadap Alif. Ia tidak mengalihkan pandangannya sedikit pun dari Alif. Kayla yang baru saja tiba--tidak tahu apa yang telah terjadi sebelumnya. Ia akhirnya memilih diam.

Riana memanggil Kayla agar mendekat padanya dan bertanya apa yang telah terjadi sebelumnya. Kayla tidak bisa menjawabnya, ia terlalu takut untuk mengungkapkan semua yang telah Gibran dengar.

"Ami, apa Ami tidak mendengarkan aku? Bagaimana pun juga, aku adalah putra tertua Ami. Seharusnya aku yang lebih dulu menikah kan Mi?" Ujar Gibran dan suara yang lebih lembut dari sebelumnya. Sebisa mungkin, ia tidak ingin tersulut oleh emosinya meskipun tangannya telah gatal untuk melayangkan pukulan di pipi Alif.

"Kayla adalah calon istriku kak. Bagaimana mungkin kakak ingin merebut calon istri adik sendiri?". Kayla yang mendengar ucapan Alif sangat terkejut. Ia menatap Gibran tidak percaya jika Gibran mengatakan akan menikahinya. Apakah ini satu-satunya jalan agar ia bisa bebas dari rencana pernikahan itu?

"Ya, Kayla memang calon istrimu. Tapi apakah ada cinta di hatimu untuknya? Apakah pernah sekali saja kamu bertanya apa pendapatnya mengenai pernikahan ini? Apakah kamu pernah bertanya laki-laki seperti apa yang ingin dia nikahi?". Tanya Gibran dengan berapi-api.

Riana mengusap bahu Kayla dengan lembut. Kayla tampak terguncang sekarang. Tidak ada salahnya Kayla menerima bantuan dari Gibran. Gibran sudah mengeluarkan semua beban hatinya sekarang yang takut jika ia sendiri yang akan mengatakan hal itu. Ia takut semua orang akan kecewa terhadapnya. Riana memberikan pelukan hangatnya untuk Kayla. Diusapnya kepala Kayla dengan lembut dan penuh kasih sayang. "Katakan apa saja yang menjadi bebanmu sayang. Ammah tidak akan kecewa padamu".

"Apa yang Ami katakan? Alif memang belum mencintai Kayla, tapi Alif yakin bisa membahagiakan Kayla". Riana menaikkan tangannya sebagai isyarat agar Alif diam. Alif tidak mau menuruti Aminya. Bagaimana pun juga, ia harus menikah dengan Kayla. Hanya Kayla karena tidak ada wanita lain yang bisa membuat adiknya Aini bahagia selain Kayla.

"Katakan sesuatu Kay, kumohon jangan batalkan pernikahan ini. Satu-satunya orang yang disukai adikku jika berdekatan denganku hanya kamu Kay. Aku janji akan belajar mencintaimu dari sekarang?". Aini yang mendengar ucapan Alif mendadak kesal dengan ucapan kakaknya. Ia memukul kepala Alif dengan keras hingga Alif merintih kesakitan.

Kayla tertawa kecil. Ia melepaskan pelukannya dari tubuh Riana. "Alangkah bahagianya jika kita bisa menentukan siapa yang bisa kita cintai kan Lif? Aku bahkan ingin mencintai orang yang mencintaiku juga". Pandangan Kayla beralih ke arah Gibran. Gibran hanya tersenyum tipis dan sedikit mengangguk seakan mengizinkan Kayla untuk berbicara lebih banyak lagi. "Jadi menurutmu, pernikahan ini hanyalah sebuah kewajiban? Kewajiban karena dari dulu kita berdua selalu dijodoh-jodohkan?".

"Ya! Itu memang benar. Aku bahkan tidak berani melirik wanita lain karena aku berpikir pada akhirnya kamulah yang harus aku nikahi. Itu sudah menjadi prinsipku sejak kamu dekat dengan Aini. Tidak bisakah kamu mengerti sedikit saja pengorbananku Kay?".

Habib dan Riana telah menyadari ada sesuatu yang salah di antara anak-anaknya sekarang. Gibran memejamkan matanya sejenak, ia menghela nafas berat berusaha menahan emosinya yang sudah siap untuk meledak. Dengan langkah cepat ia mendekati Alif.

"Bisakah tidak melibatkan nama adikku dalam pertengkaran ini Alif!!!" Teriak Gibran yang sudah melayangkan pukulannya tepat di pipi Alif hingga Alif jatuh tersungkur ke lantai. Aini tidak bisa menahan keterkejutannya dan memeluk Alif berusaha untuk melindunginya dari serangan Gibran. "Sungguh, aku tidak bisa mendengar nama adikku terucap dari mulut menjijikkanmu itu!!" teriak Gibran sekali lagi.

Habib segera menahan Gibran untuk mendekat ke Alif. Ia menarik Gibran dan memaksanya duduk agar amarahnya segera surut. "Ada apa? Apa yang Abi tidak tahu? Kamu tidak akan semarah ini hanya karena Kayla bukan? Abi sangat mengenalmu. Apa yang sedang kamu sembunyikan?".

Gibran mengatur nafasnya yang terengah-engah. Ia menoleh ke arah Kayla yang kini menatapnya penuh ketakutan. Tangan Kayla memeluk lengan Riana dengan erat. Gibran menatapnya lama hingga amarahnya sedikit mereda.

"Bolehkah aku mengatakannya? Ini untuk kebaikan kita semua Kay". Gibran sudah lebih tenang. Kayla mengangguk pelan membuat Riana benar-benar penasaran apa yang telah disembunyikan Gibran dan Kayla.

"Abi, Ami. Ingat sama Arumi?". Tanya Gibran untuk memulai penjelasannya terkait sikapnya yang tidak biasa hari ini.

"Apa sih kak? Kenapa nyebut nama perempuan nggak tahu malu itu lagi. Aini nggak suka! Jangan berani menjodohkan kakakku dengan wanita itu lagi. Pokoknya Aini nggak suka!" Ucap Aini berdiri dari duduknya.

Riana dan Habib tidak tahu apa yang akan Gibran katakan mengenai wanita yang sudah tidak pernah mereka lihat itu. Tapi melihat bagaimana emosinya Gibran, di dalam benak Riana dan Habib sudah bisa menebak apa yang telah terjadi. Kayla bisa merasakan tangan Riana yang berbalik menggenggam tangan Kayla seakan meminta untuk diberikan kekuatan akan apa yang diucapkan Gibran setelah ini.

"Arumi hamil!".

Runtuh sudah pertahanan Riana. Riana jatuh terduduk diikuti Kayla yang memeluk ibu dari sahabatnya itu. Tidak ada air mata yang keluar dari kedua mata Riana, tapi pandangannya benar-benar kosong. Ia tidak bisa berpikir dan mendengar dengan baik setelah kata itu diucapkan oleh Gibran.

Sekelebat bayangan tiba-tiba saja muncul di pikiran Alif. Ia berusaha meyakinkan dirinya sendiri jika itu hanyalah mimpi. "Ja..jadi... Itu bukan sebuah mimpi?". Ucap Alif dengan lirih.

"Apa maksud kakak? Ini semua tidak benar kan? Kakak tidak akan melakukan itu dengan wanita yang tidak Aini sukai!" Aini mengguncang bahu Alif untuk menjawab semua teka teki yang muncul tanpa permisi ini.

"Mimpi?.." Gibran tertawa dengan keras, membuat semua orang di rumah itu kembali menatap Gibran. "Maksudmu mimpi bercinta dengan adikku?".

Kayla menutup mulutnya tidak percaya jika Gibran akan mengatakan hal itu. Alif pun tersentak dengan ucapan Gibran yang mengetahui tentang hal itu. Ini artinya, ia telah benar-benar melakukan hal itu dengan Arumi, dan yang lebih menyakitkannya lagi, ia menyebut nama Aini.

Aini melepas pegangannya di bahu Alif dan berjalan mundur perlahan. Ia menggeleng-gelengkan kepalanya dan tertawa. "Kak Gibran pasti bercanda. Kenapa juga kakakku sendiri memimpikan hal yang menjijikkan seperti itu dengan adiknya sendiri?. Itu tidak akan mungkin kak! Kakak bohong!!" Teriak Aini lalu berlari menaiki tangga menuju ke kamarnya. Sudah cukup pertengkaran keluarga ini. Ia lelah dan ingin tidur. Mungkin saja setelah ia bangun, semua yang telah terjadi hanyalah sebuah mimpi.

"Karena Alif bukan kakakmu Aini. Alif adalah sepupumu". Ucap Habib dengan suara pelan namun dapat di dengar oleh semua orang di rumah itu.








_______________
26 Rajab 1442
10 Maret 2021

💚

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 09, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

A N D A ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang