Hari Kelulusan

15 2 0
                                    

Alif memegang hadiah yang ada di tangannya sambil mengedarkan pandangan ke arah kursi barisan untuk orang tua. Seharusnya ia bahagia. Namun, tanpa kehadiran kedua orang tuanya. Sedikit membuatnya kecewa dengan prestasi yang telah ia raih sekarang sebagai lulusan terbaik di Sekolah. Ia mendapatkan hadiah yang dipegangnya sekarang memang dari orang tuanya yang dititipkan kepada Amar. Dengan kata lain, Amar lah yang berperan sebagai walinya sekarang.

Perpisahan Sekolahnya dan Sekolah Aini bertepatan pada hari yang sama. Sehingga Alif pun mengikhlaskan jika kedua orang tuanya lebih memilih menemani Aini yang tidak akan bisa menahan kesedihannya saat tidak melihat Ami dan Abi. Ia adalah seorang pria, jadi ia akan baik-baik saja. Iya benar, akan baik-baik saja.

Alif mendongakkan kepalanya dan mengerjapkan matanya untuk menghalau air mata yang membuat pandangannya mengabur. Ia tidak tahu jika wanita bernama Arumi tengah memperhatikannya sekarang. Wanita yang terakhir kali berinteraksi dengannya saat rencana lari pagi itu hanya bisa memandang Alif dari jauh. Tidak berani lagi untuk mendekati Alif terang-terangan sejak saat itu.

Arumi menjadi bahan bullyan di Sekolahnya karena mengaku-mengaku sebagai calon menantu keluarga Dokter Habib Alfarizqi. Sejak saat itu, Alif dihujani banyak pertanyaan mengenai hubungannya dengan Arumi hingga Alif mengatakan jika ia tidak memiliki hubungan apa-apa dengan wanita itu. Semua orang langsung percaya, karena ini bukan pertama kalinya ada yang mengaku memiliki hubungan spesial dengan Alif.

Dan setelah itu, semua orang menyerang Arumi. Alif ingin menolong, tapi ia takut jika Arumi akan mengharapkan hubungan yang lebih lagi terhadapnya. Ia sama sekali tidak memiliki perasaan apapun kepada Arumi. Itu yang ia tahu untuk sekarang.

"Eh, adik kecilku sudah lulus. Daebak!!" Alif menggeleng-gelengkan kepalanya mendengar penuturan Amar yang menyematkan kosa kata Korea dalam kalimatnya itu.

"Ketularan Aini nih pasti. Jauh-jauh deh kak. Aini tuh virus yang menular".

Amar tertawa mendengar candaan Alif. Alif selalu saja bisa mengeluarkan kata-kata sekejam itu kepada adik kesayangannya. Amar tidak habis pikir mengapa Alif senang sekali membuat Aini kesal. Jika saja Aini ada di sana sekarang, sudah bisa dipastikan insiden di bandara saat mengantar Gibran akan terulang kembali.

"Ya begitulah, hitung-hitung buat semangati dia yang sebentar lagi akan terbang ke sana. Jadi aku menemaninya belajar. Lumayan kan kalau suatu saat aku mengunjunginya di sana".

Amar dan Alif larut dalam obrolan di depan gedung Boyang Assamalewuang yang menjadi tempat acara perpisahan. Begitu fokus pada pembicaraan masing-masing hingga mereka tidak sadar jika Arumi tengah berdiri di belakang Alif. Amar sebenarnya menyadari hal itu dari tadi, namun ia tidak mempedulikan karena berpikir jika wanita itu sedang menunggu seseorang. Lagipula ia tidak mengenal siapa wanita itu.

Setelah ia merasa jika wanita itu seperti ingin mengatakan sesuatu kepada Alif, Amar pun memberikan kode kepada Alif jika ada seseorang di belakang. Alif langsung berbalik dan terkejut melihat Arumi yang sudah dipandangi oleh orang-orang di sekelilingnya dengan tidak suka. Arumi hanya menunduk dan diam.

"Arum?". Alif tersenyum mengusap-usap pucuk kepala Arumi dengan gemas. Sudah lama ia tidak berinteraksi dengan wanita itu. Semua orang yang memusatkan perhatian mereka kepada Arumi pun terkejut setengah mati mendapati Alif yang bersikap begitu manis pada Arumi.

Arumi mengenakan kebaya berwarna merah, terlihat sangat mewah dengan rambut yang dikepang. Ada aksen bunga mawar merah juga di pangkal rambutnya. Sangat cantik dan menggemaskan. Alif baru menyadari itu karena tidak sempat mencari keberadaan wanita yang mendapat masalah karena dirinya. Ia sama sekali tidak menduga jika Arumi akan berani mendekatinya sekarang.

A N D A ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang