Kini mereka sudah berkumpul untuk makan bersama usai acara perpisahan. Tidak terkecuali Arumi yang ikut di acara makan bersama itu. Ia diundang langsung oleh Aminya Alif. Bolehkah ia berharap jika kini ia sudah diterima sebagai bagian dari keluarga itu?
Senyuman di wajah Arumi tak bisa surut sejak kakinya menginjak lantai rumah Alif. Seakan-akan ia datang sebagai seorang menantu di sana.
Tidak!
Ia tidak boleh berhalusinasi lagi mengenai hubungannya dengan Alif. Ia tidak ingin merusak hubungannya lagi dan berakhir tidak bisa mendekati Alif kembali. Ia harus puas dengan status sebagai seorang teman. Itu saja sudah cukup asal bisa berada di dekat Alif.
Ia bisa menahan hinaan apa saja yang orang lain katakan terhadapnya. Tapi mengenai Alif yang juga ikut menjauhinya, ia tidak bisa. Ia hanya ingin berada di dekat Alif. Tapi memang begitu sulit. Ia sudah sering mendengar para wanita yang mengejar Alif berakhir dengan pria lain. Alif seseorang yang tidak bisa digapai dengan mudah. Belum ada yang bisa meraihnya dengan sempurna.
"Kay... Mau yang itu, tolong ambilkan ya!".
Perhatian Arumi langsung beralih ke arah Kayla. Kayla adalah sahabat Aini, adik Alif. Yang ia tahu, Alif bukanlah tipe orang yang meminta bantuan orang lain selama ia mampu melakukannya sendiri. Dan makanan yang diinginkan Alif, masih dalam daerah jangkauannya. Arumi mendadak merasakan takut. Takut jika Alif memiliki perasaan pada wanita yang bernama Kayla itu. Wanita yang membalut tubuhnya dengan pakaian muslimah. Apa Alif menyukai wanita yang seperti itu?
Pandangan Arumi pun berpindah pada Riana yang tampak tersenyum melihat interaksi Alif dan Kayla. Benar, ada banyak kesamaan yang Arumi lihat dari Riana dan juga Kayla. Anak akan cenderung memilih seorang wanita yang seperti ibunya.
Ia baru saja merasakan sebuah kebahagiaan dan mendapat kepercayaan dirinya kembali. Namun kehadiran Kayla membuatnya kembali kehilangan semuanya. Melihat bagaimana Kayla dengan sabar memberikan apapun permintaan Alif, sudah tampak seperti pasangan suami istri. Ia bisa melihat bagaimana pandangan Alif yang begitu berbeda saat menatap Kayla dengan dirinya. Jelas ada rasa cinta di sana.
Riana yang sejak tadi fokus melihat Kayla dengan takjub langsung beralih melihat Arumi. Ia baru sadar jika gadis yang dipeluk putranya tadi juga ada di sana, tepatnya duduk disampingnya. Ia bisa melihat bagaimana tatapan sedih Arumi kepada Alif. Riana jadi tidak bisa berpikir akan berpihak pada siapa. Jujur saja ia sangat menyukai Kayla, namun perjuangan Arumi pun tidak main-main. Arumi benar-benar tulus menyayangi putranya. Riana merasakan hal itu.
Tangannya terulur mengusap bahu Arumi untuk menguatkannya. Ia tersenyum saat Arumi menoleh padanya. Dan berhasil. Arumi sudah tampak lebih tenang dan mulai tersenyum.
"Alif. Kamu sudah menuju ke masa dewasa nak. Ami bangga kamu masih pegang prinsip yang Abi dan Ami berikan agar tidak berpacaran. Sekarang Ami akan menambah prinsip lagi. Seharusnya ini sejak jauh hari Ami katakan. Dan Ami rasa kamu juga sudah tahu bagaimana hukumnya. Kamu tidak boleh menyentuh wanita yang bukan mahrammu. Sebagai latihan, berusahalah untuk tidak menyentuh Aini".
Semua orang terkejut, tak terkecuali Amar. Aini sebagai latihan?
Bahkan Aini bukanlah mahram Alif. Amar benar-benar bangga memiliki bibi seperti Riana yang begitu cerdas menutupi suatu rahasia besar itu.
"Tapi Ammah, bukankah Aini adalah mahramnya Aini? Entah akan seperti apa hubungan persaudaraan yang dibatasi seperti itu ammah?"
Kayla bersuara tidak setuju dengan ucapan Riana. Mereka bersaudara tapi akan bertingkah seakan-akan mereka bukanlah keluarga.
Arumi yakin, hanya dirinya yang tidak tahu menahu mengenai mahram disini. Ia tidak berani bersuara. Melihat bagaimana Kayla begitu leluasa menyatakan pendapatnya, Arumi yakin jika Kayla benar-benar akrab dengan keluarga itu. Kayla benar-benar sudah diterima sebagai bagian dari keluarga itu. Arumi iri. Tidak salah bukan?
"Kayla. Ada hal yang tidak kamu tahu dan akan segera kamu tahu suatu saat nanti. Apapun yang Ami katakan, sudah Ami pertimbangkan dan diskusikan dengan Abi. Amar juga sama, Gibran juga sudah Ami pesankan sebelum dia pergi". Habib mengangguk untuk meyakinkan semuanya. Kayla tidak bisa mengatakan apapun sekarang. Ia menatap Alif dan Aini bergantian.
"Kenapa harus Aini? Kenapa keluarga ini menyimpan begitu banyak rahasia? Rahasia itu suatu saat nanti bisa menjadi sebuah kekecewaan Ami. Aini lelah bermain seperti ini. Aini mau istirahat saja". Aini bangkit dari tempat duduknya tanpa menghabiskan makanannya. Tapi urung saat Kayla menahan lengannya dan menuntunnya duduk kembali. Kayla tersenyum untuk memberikan kekuatan pada Aini.
Aini sadar seketika jika tak seharusnya ia melawan ucapan orang tuanya. Aminya sudah mengatakan jika apapun keputusan itu sudah dipertimbangkan dan didiskusikan oleh orang tuanya. Seharusnya ia bisa menerima saja tanpa melawan karena apapun itu, pasti itu adalah yang terbaik untuk dirinya.
Riana tersenyum dan sekali lagi memuji Kayla dalam hatinya. Hanya Amar dan Kayla lah yang bisa menenangkan Aini dalam situasi seperti sekarang. Riana bahagia melihat banyak orang yang begitu menyayangi Aini. Terlebih lagi Kayla yang akan menemani Aini kuliah. Riana tidak perlu lagi mengkhawatirkan Aini saat Aini jauh darinya. Karena ia sudah memiliki pengganti sosok ibu yang lain untuk Aini. Ibu dalam bentuk sahabat.
"Ayo habiskan makananmu dulu! Ammah pasti sudah lelah memasak bukan untuk dicampakkan seperti ini. Atau mau aku suapi saja?".
Aini langsung berbinar dan mengangguk senang. Sudah lama ia tidak dimanjakan oleh Kayla seperti sekarang. Kayla menggeleng-gelengkan kepalanya dan tertawa geli. Aini selalu saja bersikap kekanakan jika sudah bersamanya. Seolah-olah dialah makhluk paling lemah dan membuat siapa saja ingin melindunginya. Makanya Kayla tidak heran jika keluarganya begitu menyayangi Aini. Aini punya bakat untuk membuat orang gemas terhadapnya.
Kayla bersiap untuk menyuapkan sesendok besar nasi dicampur dengan tumis kangkung yang ada di piring Aini, namun seseorang menahan lengannya. Sontak saja semua yang sedang memperhatikan Aini beralih menatap Alif. Kayla mengerjapkan matanya bingung dengan tingkah Alif. Jangan bilang jika Alif juga ingin disuapi?
Dan benar saja. Alif mengarahkan tangan Kayla yang sedang memegang sendok ke arah mulutnya. Wajah Kayla memanas karena malu. Suara batuk-batuk pun memenuhi ruang makan yang dikomandoi oleh Amar. Kayla langsung menarik lengannya yang sedang di pegang Alif. Kayla tidak habis pikir bagaimana Alif bisa sesantai itu menanggapi godaan keluarganya dan bersikap seolah-olah semua yang terjadi adalah hal yang wajar. Salahkah jika Kayla kembali berharap bahwa doa-doanya akan terkabul?
Ia langsung teringat kejadian siang tadi di depan gedung Boyang Assamalewuang tempat perpisahan Sekolah Alif. Tatapannya mengarah ke depan, dimana Arumi sedang duduk tersenyum tipis padanya. Kayla hampir lupa jika wanita yang dihadapannya sekarang adalah pilihan Alif. Ia tidak akan bisa mengubah fakta itu. Semuanya sudah terlihat di depan matanya.
"Baru juga beberapa menit yang lalu. Tapi langsung dilanggar. Alif, Abi hukum kamu hafal Surah Al-Mulk dalam dua hari. Kalau tidak hafal, kamu nggak boleh kuliah. Daftarnya tahun depan saja!".
"Abi..?". Alif tidak bisa menahan keterkejutannya. Abinya tidak pernah mengancam dengan sekejam itu. Biasanya Aminya lah yang menghukum setiap ia melakukan kesalahan. Alif tidak punya pilihan lain, ia harus menghafal Surah itu dalam waktu dekat.
______________________
6 Jumadil Awal 1442
21 Desember 2020💚
KAMU SEDANG MEMBACA
A N D A I
Fanfictionharapan tidak selamanya harus bersambut dengan kenyataan. Semua punya pilihan masing-masing dalam menjalani setiap jalan kehidupan yang berada di depan mata. Aku dengan pilihanku, dan kamu dengan pilihanmu. Tidak perlu merasa bersalah atau apapun it...