Kayla termenung sendiri dan tidak banyak bicara. Aini yang melihat itu sampai terheran-heran. Sahabatnya benar-benar berubah sejak berbicara dengan Arumi. Aini bahkan berpikir jika Arumi sudah mempengaruhi Kayla hingga menjadi orang lain yang tidak dikenalinya. Saat gawainya berbunyi, Kayla dengan cepat akan memeriksanya seakan-akan jika terlambat sedikit saja maka gawai itu akan menghilang dari pandangannya.
Tanpa terasa, waktu mereka berdua di Korea tinggal beberapa bulan saja. Tinggal menyelesaikan skripsi dan wisuda, maka mereka akan segera pulang kembali ke tanah air.
Memikirkan hal itu, Aini tersenyum bahagia mengingat pembicaraannya dengan abinya beberapa saat yang lalu yang mengatakan bahwa ia tidak masalah jika Alif dan Kayla dinikahkan sebelum Alif mendapat pekerjaan. Bukankah itu kabar yang membahagiakan?
Saat ini mereka berdua tengah berada di kamar Aini. Mereka ada di Indonesia untuk libur semester mereka. Hitung-hitung untuk mengistirahatkan jiwa dan raga sebelum berperang.
"Aku bahagiaaa banget. Sebentar lagi, kamu akan jadi kakak iparku Kay. Aku nggak sabar pengen punya keponakan. Pasti lucu-lucu".
Kayla tersenyum miris. Ia menunduk dalam memikirkan kabar Arumi yang entah ada di mana sekarang. "Kamu akan segera memilikinya. Tanpa kamu sadari". Ucap Kayla lirih dengan suara berbisik kepada dirinya sendiri. Ia meraih gawainya dan melihat pesan terakhir Arumi di aplikasi dengan ikon telepon hijau itu. Sebuah video yang benar-benar mengguncang hati Kayla, namun Arumi benar-benar terdengar bahagia di dalam video itu.
Kayla memeluk lututnya dan menenggelamkan wajahnya di sana. Ia menangis dengan penuh luka. Entah karena apa tapi tangisannya benar-benar terdengar menyakitkan. Aini sendiri sampai kebingungan dan tidak bisa mengatakan apa pun. Ia hanya diam dan berpikir jika Kayla butuh waktu untuk dirinya sendiri.
Kayla tahu perasaannya seperti apa kepada Alif. Dan ia juga tahu kalau sebenarnya perasaannya tak pernah terbalas. Lalu untuk apa rencana pernikahan ini?
Dan juga di dalam benaknya timbul rasa bersalah. Seharusnya Arumi yang ada di posisinya. Bagaimana mungkin ia menggantikan posisi wanita yang seharusnya menjadi istri Alif tanpa memandang suka atau tidaknya?
"Bisakah aku menolak Aini? Aku tidak bisa. Sungguh!" Ucap Kayla disela tangisnya. Aini yang mendengar itu memilih untuk memberikan pelukan hangat terhadap sahabatnya yang sangat ia sayangi.
"Aku tahu ini terlalu cepat untukmu. Pikirkan dengan baik ya Kay. Aku harap kamu tidak membuat keluargaku kecewa". Ucapan Aini membuat tangisan Kayla semakin keras. Ia harus melakukan apa sekarang?
Keluarga Aini sangat baik terhadapnya dan menganggapnya sebagai putri mereka sendiri. Mereka semua sangat berharap jika dirinya akan benar-benar menjadi anggota keluarga itu. Tapi Arumi....
"Aku rasa, kamu butuh waktu untuk berpikir sendiri Kay. Aku keluar dulu ya. Panggil saja jika kamu butuh sesuatu". Setelah Aini keluar, Kayla menjatuhkan dirinya di tempat tidur dan menatap langit-langit kamar Aini. Pikirannya kosong entah kemana. Ia benar-benar bingung harus melakukan apa. Jika ia setuju, dirinya akan merasa bersalah sepanjang hidupnya. Dan jika ia mundur, maka akan banyak kekecewaan yang menatap ke arahnya.
***
Alif tersenyum menatap Kayla yang tengah duduk di hadapannya. Mereka sedang makan bakso di warung favorit Alif. Hal itu membuat Kayla merasa tidak nyaman. Ia terus berusaha mengalihkan pandangannya dan terus saja makan agar tidak ada kesempatan ikut memandang Alif.
Sebenarnya Kayla benar-benar tidak nyaman berduaan seperti itu dengan lawan jenisnya. Namun ini semua usulan dari Aini agar mereka bisa lebih dekat satu sama lain. Dan tidak ada pertentangan dari Ami dan Abi Alif sama sekali hingga Kayla tidak bisa menolak.
Berdekatan dengan Alif, membuat pikiran Kayla selalu tertuju kepada Arumi. Ia berusaha sekuat mungkin agar tidak menampakkan raut kesedihan di wajahnya.
"Kamu tidak mau bertanya apapun kepadaku?". Tanya Alif saat ia sudah menyelesaikan makannya.
"Ah..aku tidak biasa berbicara saat sedang makan. Maafkan aku". Ujar Kayla merasa bersalah. Ia mengambil tisu dan mengelap ujung bibirnya jika saja ada noda yang menempel di sana.
Sebenarnya ada hal yang ingin Kayla tanyakan kepada Alif. Sangat banyak malahan. Terutama tentang Arumi.
"Kamu akan segera menjadi bagian keluarga kami. Tanyakan apa saja. Aku akan dengan senang hati menjawabnya". Ucap Alif dengan senyuman yang terus terpatri di wajahnya.
"Aku sudah memikirkan ini sejak lama. Masalah nama kak Gibran, kamu dan juga Aini. Rasanya namamu sedikit berbeda dengan nama kak Gibran dan juga Aini. Apa ada cerita menarik dibaliknya?". Akhirnya pertanyaan itu benar-benar keluar dari mulut Kayla. Ia sudah memendamnya cukup lama. Dan di kesempatan ini, sepertinya sebuah waktu yang tepat untuk menanyakannya.
Ekspresi Alif berubah. Ia terlihat sedang berpikir keras. Kayla menghela nafas dan mengatup bibirnya rapat. Sepertinya ia tidak akan mendapat jawaban dari pertanyaannya itu. Apakah ia harus bertanya kepada Riana atau Habib?
Masalah nama itu benar-benar mengganggu pikiran Kayla sejak mengenal keluarga Aini, sahabatnya.
"Aku minta maaf, tapi aku benar-benar tidak tahu jawaban dari pertanyaan kamu itu. Jujur saja aku tidak pernah kepikiran masalah nama kami bersaudara". Alif tertawa canggung tidak berani menatap Kayla. Ia sendiri bingung dari mana Kayla bisa mendapat pemikiran seperti itu?
Kayla mengangguk-angguk mengerti. Ia tersenyum tipis dan memasukkan gawainya ke dalam tas kecil yang ia bawa. "Rasanya sudah lama aku tidak melihat Arumi. Dia akan datang di pernikahan kita juga kan?".
Deg
Alif terdiam dengan tatapan kosong. Entah mengapa, setelah mendengar nama Arumi, pikirannya tiba-tiba terhenti. Kayla kembali menunduk dan tersenyum dengan paksa untuk menguatkan hatinya. Ia sendiri yang mengantar Arumi ke bandara tanpa sepengetahuan Alif dan Aini waktu itu.
Alif masih terdiam saat mereka berdua keluar dari warung. Mereka berjalan dengan sejajar di pinggiran danau untuk merasakan angin sejuk yang menyapa. Kayla sendiri tidak berani angkat bicara melihat Alif yang begitu tenggelam dalam pemikirannya sendiri.
Kayla mengerjap saat merasakan tubuhnya ditabrak oleh seseorang. Itu Aini. Aini mengambil alih tempatnya dan memeluk lengan Alif dengan manja. Kayla tersenyum dan memilih berjalan di belakang kakak beradik itu. Pemandangan seperti ini sudah biasa ia lihat.
"Aku akan duduk di sini dulu sebentar. Boleh?". Kayla menghentikan langkahnya saat melihat sebuah bangku panjang yang kosong. Alif dan Aini menoleh kebelakang lalu mengangguk bersamaan dan meninggalkan Kayla sendirian.
"Semuanya wajar kan? Dari dulu memang sudah seperti itu. Lantas apa yang harus aku khawatirkan?" Ucap Kayla berbicara pada dirinya sendiri. Kayla duduk memejamkan matanya untuk merasakan angin yang datang dari arah danau. Sangat menenangkan dan bisa mengistirahatkan sedikit hatinya.
"Jika kamu khawatir, maka menikah saja denganku. Bukan Alif, bagaimana?". Ujar seorang pria yang tiba-tiba duduk di samping Kayla. Kayla mengenalnya, ia tersenyum begitu membuka matanya dan tertawa bersama saat mencerna ucapan pria itu.
__________________
10 Rajab 1442
22 Februari 2021💚
KAMU SEDANG MEMBACA
A N D A I
Fiksi Penggemarharapan tidak selamanya harus bersambut dengan kenyataan. Semua punya pilihan masing-masing dalam menjalani setiap jalan kehidupan yang berada di depan mata. Aku dengan pilihanku, dan kamu dengan pilihanmu. Tidak perlu merasa bersalah atau apapun it...