Gibran tersenyum menatap Kayla yang terus tertawa sejak kedatangannya tadi. Tanpa sepengetahuan Aini, Alif maupun Kayla, Gibran mengikuti kemana mereka pergi. Awalnya ia mengira jika Aini yang akan ditinggalkan sendirian, tapi ternyata Kayla lah yang ditinggalkan.
Selembar daun terbawa angin dan jatuh tepat di kepala Kayla. Gibran memberanikan dirinya untuk menyingkirkan daun di hijab Kayla dan hal itu membuat Kayla terdiam. Gibran langsung menunjukkan daun yang ada ditangannya. Kayla meraih daun itu dan tersenyum kembali menatap ke arah danau.
"Aku tidak tahu apakah kamu setuju dengan pernikahan itu atau tidak. Tapi sepertinya kamu banyak pikiran akhir-akhir ini. Benarkan?" Pertanyaan Gibran membuat Kayla kembali menatap kakak dari sahabatnya itu. Dan pertanyaan tentang nama pun kembali muncul dalam benaknya. Apakah ia harus menanyakannya pada Gibran?
Mungkin saja Gibran akan tahu jawabannya kan?
Gibran mengerutkan keningnya membalas tatapan Kayla. Matanya memang menatap kearahnya namun pikirannya sedang berkelana dimana-mana. Gibran bisa merasakan itu saat melihat wajah Kayla yang begitu letih dan tampak tidak tidur dengan nyenyak dari lingkaran hitam dibawah matanya. Jelas terlihat karena Kayla memang tidak terlalu suka memakai make up.
"Kak Gibran ingat Arumi tidak?". Tanya Kayla setelah beberapa saat.
Gibran tampak berpikir untuk mengingat-ingat sosok Arumi yang di maksud Kayla. Sudah cukup lama ia tidak melihat wanita yang terus mengejar Alif itu.
Gibran akhirnya mengangguk mengiyakan pertanyaan Kayla. "Rasanya ganjil juga ya kalau melihat Alif tanpa Arumi. Hahah".Kayla menunduk dalam dengan tersenyum tipis. Gibran jadi merasa bersalah akan ucapannya. Mana mungkin ia menyebutkan wanita lain di depan calon istri dari org yang mereka bicarakan.
"Benarkan kak? Aku juga mikirnya gitu. Nggak tahu kenapa aku pengen banget ketemu Arumi". Ucap Kayla sambil memainkan gawainya. Ia terus memperhatikan kontak Arumi di ponselnya yang tidak pernah terlihat online lagi.
Gibran tersenyum menopang dagu kembali menatap Kayla. Gibran takjub bagaimana Kayla tidak pernah menampakkan raut sedih di wajahnya. Ia bisa melihat kekhawatiran Kayla terhadap Arumi. Kayla benar-benar merindukan wanita itu. Entah apa saja yang sudah dilewatkan oleh Gibran hingga ia tidak tahu sejak kapan Kayla dan Arumi menjadi dekat?
Bukankah mereka berdua sama-sama menyukai Alif?
Bukankah seharusnya mereka bersaing?
"Nanti kakak bantu cari info mengenai Arumi ya. Apa sih yang nggak buat Kayla". Ujar Gibran mengundang tawa Kayla kembali.
***
Hari ini, Alif dan Kayla akan melakukan fhotoshoot untuk undangan pernikahan mereka. Mungkin bisa juga di sebut foto prewedding. Kayla berdiri dengan gugup karena berjarak begitu dekat dengan Alif meskipun tanpa bersentuhan.
Aini tidak berhenti tertawa melihat Kayla yang terus berjalan mundur saat ia berdiri terlalu dekat dengan Alif. Aini memeluk lengan Amir yang ada di sampingnya dan memukulinya saat ia tidak bisa menahan tawanya sama sekali.
"Pacaran terus! Nggak ingat tempat". Ujar Alif menatap ke arah Aini dan Amir. Aini langsung mencebikkan bibirnya dan menatap Alif dengan sinis. Ia pun melepas pegangan tangannya saat mata Alif tidak berhenti memberikan isyarat padanya.
"Aku rasa, fotonya sudah cukup banyak. Pulang aja yuk!" Ujar Kayla untuk meredakan perang dingin yang sedang terjadi antara kakak beradik itu. Baru saja beberapa langkah, Kayla tidak sengaja menginjak rok yang ia pakai. Alif dengan sigap memegang kedua bahu Kayla agar tidak terjatuh. Terlambat sedikit saja maka Kayla benar-benar akan jatuh terjerembab di lantai putih itu.
Aini mengingat bagaimana ucapan Alif yang menyindirnya berpacaran dengan Amir beberapa saat yang lalu. Emosinya tiba-tiba saja muncul melihat Alif menyentuh Kayla. Ia berjalan cepat dan menarik lengan Alif dengan kasar. Pegangan Alif terlepas dan Kayla sudah benar-benar jatuh. Dahinya membentur lantai meskipun tidak terlalu keras.
"Nggak usah sentuh-sentuh! Kakak apa-apaan sih? Tadi ngelarang Aini nyentuh kak Amir, tapi sekarang kakak yang nyentuh Kayla. Nggak adil tahu nggak?" Bentak Aini di depan wajah Alif.
"Tapi Kayla tadi hampir jatuh Aini. Masa kakak biarkan dia jatuh begitu saja?". Ujar Alif untuk melakukan pembelaan.
"Tapi kakak sama Kayla itu bukan mahram! Kakak tahu sendiri kalau Kayla itu bagaimana kan? Kok kakak berani-beraninya sih megang-megang Kayla!". Aini benar-benar sudah terbawa emosinya. Ia sendiri bingung alasan ia marah apa?
"Aini, Alif cuma mau nolong Kayla aja. Bukannya sengaja buat nyentuh Kayla". Ucap Amir membela tindakan Alif.
Aini mengepalkan tangannya dan menatap Amir dengan benci. "Jadi kakak ngebelain Alif? Bukan aku?".
Amir menghela nafas berat. Ia mendekati Kayla dan menawarkan tangannya untuk membantu Kayla berdiri tapi ditolak oleh Kayla. Kayla berdiri dan mendekati Aini, mengusap bahunya dengan lembut agar emosinya sedikit mereda.
"Kamu mau ngebelain Alif juga kan?" Tanya Aini dengan nada pelan. Ia tidak pernah berkata dengan suara keras kepada Kayla.
"Aini, siapa perempuan yang kamu sukai jika berdekatan dengan kakakmu? Kamu ingat tidak?" Tanya Kayla dengan pelan. Ia takut pertanyaannya akan menyinggung Aini. "Aku tahu, kamu tidak suka posisi kamu direbut. Aku bisa merasakannya Aini. Karena kakakmu akan segera menikah, perhatiannya tidak akan selalu menjadi milikmu lagi. Kamu adalah adik kesayangan kakak-kakakmu. Begitu pun dengan Alif. Iya kan Lif? Pasti ada saatnya kamu tidak suka jika Aini berdekatan dengan pria lain? Bahkan kepada kak Gibran sekalipun?".
Alif mengangguk setuju. Sementara Aini hanya diam, larut dalam pikirannya sendiri mencoba mengingat-ingat siapa wanita yang ia suka jika berdekatan dengan Alif. Ia tidak bisa menemukannya. Bahkan dengan Kayla pun ia tidak suka. Dan ia baru menyadarinya sekarang.
Kayla tersenyum mengusap-usap punggung tangan Aini untuk menenangkannya. "Apakah kamu baik-baik saja jika setelah menikah nanti, Alif akan selalu berdekatan denganku?".
Aini menunduk terdiam. Suara tangisnya perlahan terdengar. Ia menggeleng dengan keras.
"Itulah alasan mengapa kamu sangat membenci Arumi kan?". Tanya Kayla lagi dan membuat Aini mengangguk dengan keras.
Kayla kembali mendekat ke arah Alif. Ia tersenyum menatap Alif. "Aini butuh waktu untuk menerima orang lain hadir di dalam keluarga kalian. Bisakah aku membuat permintaan?".
"Aku tahu apa yang akan kamu pinta. Aku akan berbicara dengan Ami dan Abi. Bagaimana pun juga, kebahagiaan Aini adalah kebahagiaan kami semua. Jika ia tidak bahagia dengan pernikahan ini, maka pernikahan ini tidak boleh terjadi!" Ucap Alif.
Amir terkejut mendengar ucapan Alif yang menurutnya bisa saja membuat Kayla sakit hati mendengarnya. Tapi Kayla hanya tersenyum seakan-akan tahu jika Alif akan mengatakan hal yang seperti itu. Apa yang telah Amir lewatkan selama ia sibuk dengan kuliahnya?
__________________
12 Rajab 1442
24 Februari 2021Gibran sama Amir kudet banget ya. Makanya jangan main jauh-jauh 🤣
💚
![](https://img.wattpad.com/cover/220692280-288-k332604.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
A N D A I
Fanfictionharapan tidak selamanya harus bersambut dengan kenyataan. Semua punya pilihan masing-masing dalam menjalani setiap jalan kehidupan yang berada di depan mata. Aku dengan pilihanku, dan kamu dengan pilihanmu. Tidak perlu merasa bersalah atau apapun it...