Alif Datang

24 2 0
                                    

Aini berlari keluar dari asramanya begitu mendapat telepon dari Alif jika Alif sedang ada di lapangan futsal depan asramanya. Kayla yang kebingungan dengan tingkah Aini hanya mengikuti dari belakang saja. Dan benar saja, Alif sedang berdiri merentangkan kedua tangannya untuk menyambut adiknya itu. Aini tidak bisa menahan senyuman di wajahnya. Ia benar-benar merindukan wajah jahil kakaknya itu. Ia langsung berlari menghampiri kakaknya hingga sebuah bayangan manusia lain keluar di balik punggung Alif. Itu Arumi.

Aini spontan berhenti berlari. Jadi kakaknya datang bukan untuk menemui dirinya?

Kakaknya datang untuk berjalan-jalan dengan wanita itu?

Air mata sudah menggenang dan bersiap untuk tumpah kapan saja. Aini kecewa melihat kakaknya membawa perempuan lain ke sana. Apalagi itu Arumi, ia benar-benar tidak menyukai Arumi.

Arumi tersenyum dan melingkarkan lengannya di lengan Alif. Ia lalu melambaikan tangannya saat melihat Aini yang berjarak lima meter dari tempat mereka berdiri. Arumi bisa melihat ekspresi tidak suka di wajah Aini. Ia pun melepaskan pegangan tangannya dan kembali bersembunyi di balik punggung Alif.

Kayla mendekati Aini dan menyentuh pundaknya dengan pelan. "Kakakmu sedang menunggumu. Ada apa Ain?".

"Aku tidak menyukai wanita itu! Suruh dia pergi!!". Teriak Aini dengan kesal. Ia bahkan melepas sandalnya dan melemparkannya ke arah Alif.

Alif hanya diam memperhatikan tingkah adiknya. Seperti inikah sambutan yang ia dapatkan?

Ia jauh-jauh datang hanya untuk bertemu adiknya tapi...

"Seharusnya aku tidak ikut bersamamu. Maafkan aku Alif.." Bisik Arumi dengan lirih. Ia benar-benar merasa bersalah. Sejauh apapun ia berusaha mengejar Alif, nyatanya akan selalu ada penolakan dari Aini.

Arumi berjalan meninggalkan Alif. Ia berencana untuk pulang sekarang. Keberadaannya di sana adalah sebuah kesalahan. Langkahnya tiba-tiba terhenti karena Alif menahan lengannya. Aini yang melihat itu semakin kesal. Ia menghentak-hentakkan kakinya seperti anak kecil.

"Aku sudah berjanji pada orang tuamu untuk menjagamu selama berada di sini. Kamu datang bersamaku, maka akan pulang bersamaku. Maka tunggulah untuk beberapa hari saja. Aku mohon..". Arumi yang mendengar itu hanya bisa diam. Sekalipun Alif membencinya, tapi pria itu tetap saja bertanggung jawab terhadap amanah yang diberikan kepadanya. Arumi tidak tahu harus bahagia atau merasa bersalah atas sikap Alif sekarang.

"Kayla, bawa Aini pulang ya. Aku titip dia kepadamu". Ucap Alif lagi lalu berbalik untuk pergi tanpa melepas pegangan tangannya di lengan Arumi.

Aini menangis kesal dan berjongkok menyembunyikan wajahnya di balik telapak tangannya. "Memangnya aku barang? Dasar kakak terkutuk! Aku tidak akan menemuinya lagi! Selamanya!".

Kayla menghela nafas berat dan hanya bisa menepuk-nepuk bahu Aini untuk menenangkannya. Ia sudah sering mendengar Aini mengucapkan hal yang sama dan pada akhirnya kakak beradik itu akan tetap saling bertemu karena tinggal di tempat yang sama. Tapi bisa saja Aini tidak mau menemui kakaknya sekarang, apalagi asrama mereka adalah asrama khusus putri. Tapi Aini hampir tidak pernah serius dengan setiap ancaman yang ia layangkan.

Saat tangisan Aini mulai mereda, Kayla menuntun Aini kembali ke kamar mereka. Aini memiliki kebiasaan tertidur sesaat setelah menangis. Dan lihat saja, gadis itu sudah terlelap dengan nyaman memeluk selimutnya.

"Bagaimana keadaannya?" Tanya Alif saat Kayla keluar dari asrama untuk menemui Alif.

"Aini sudah tidur. Kamu tahu sendiri kan Lif? Begitulah". Kayla tertawa kecil memikirkan kebiasaan Aini yang unik itu. "Ia memiliki obat insomnia yang tidak dapat dibeli. Tapi melihatnya menangis seperti itu....".

Alif menunduk dengan penuh penyesalan. "Ini kesalahanku. Aku terlalu merindukannya hingga nekat datang kesini".

"Oh iya. Aku dengar dari Ammah jika kamu demam dan mengambil cuti kuliah. Bagaimana keadaan kamu sekarang?". Tanya Kayla dengan penuh perhatian. Arumi yang menyaksikan percakapan keduanya tengah menghentak-hentakkan kakinya ke tanah dengan kesal. Tentu saja karena Kayla adalah saingan terbesarnya untuk mendapatkan hati Alif. Sampai sekarang pun, Arumi belum berhasil merebut satu pun hati keluarga Alif agar bisa menerimanya sebagai calon menantu. Tapi Kayla sudah sangat dekat dengan keluarga Alif. Arumi bahkan berpikir, seharusnya ialah yang bersahabat dengan Aini.

"Alhamdulillah. Aku baik-baik saja sekarang. Ini pertama kalinya aku berjauhan dengan Aini. Aku tidak tahu jika hal seperti ini benar-benar bisa terjadi. Terdengar tidak masuk akal bukan?". Alif tertawa mengingat alasan ia sakit yang benar-benar sangat lucu di dalam benaknya.

Kayla yang melihat sikap Arumi hanya tersenyum. Ia bisa memahami kecemburuan Arumi yang begitu terlihat. Haruskah ia mundur sekarang untuk seseorang yang lebih pantas untuk Alif seperti Arumi?

"Mm... Alif, aku harus kembali ke kamar sekarang. Aini masih sedikit ketakutan saat sendirian di kamar". Pamit Kayla kembali masuk saat Alif dan Arumi sudah meninggalkan tempat mereka berdiri.

"Aku nggak suka sama dia! Alif jangan dekat-dekat sama dia ya?". Alif menatap Arumi dengan aneh. Justru ia ingin melakukan kebalikan dari ucapan Arumi. Melihat bagaimana kasih sayang Kayla terhadap adiknya benar-benar membuat Alif merasa bertanggung jawab agar Kayla tetap berada di sekitar adik kesayangannya itu.

Terdengar egois memang. Tapi itulah alasan ia mendekati Kayla. Bukan karena cinta. Bukankah cinta akan datang dengan sendirinya?

Itulah prinsip yang Alif pegang. Untuk sekarang, ia tidak butuh cinta. Kayla sudah diterima oleh keluarganya dan juga dirinya. Lalu apa yang harus dipikirkan lagi?

Yang bisa Alif lakukan hanya berdoa agar Kayla tetap menyukainya agar Kayla tidak berpaling dari dirinya. Sudah pasti semua keluarganya akan kecewa padanya jika hal itu benar-benar terjadi. Apalagi adiknya, belum lepas kekhawatiran Alif dengan tangisan Aini, beban pikirannya semakin bertambah mengenai Kayla.

Alif memijat kepalanya yang terasa berdenyut. Arumi yang melihat itu langsung menuntun Alif duduk di sebuah kursi yang mereka dapati.

"Kamu mau ngapain sih?". Tanya Alif dengan tidak nyaman saat Arumi akan membaringkan kepala Alif di pangkuannya.

"Udah, nurut aja kok susah banget sih?". Akhirnya Alif tidak bisa menolak permintaan Arumi. Kepalanya benar-benar pusing sekarang. Dan entah belajar di mana, tangan Arumi benar-benar ajaib mengurangi rasa sakit di kepala Alif. Hingga tanpa sadar ia sudah terlelap.

Arumi menyentuh wajah Alif dengan jemarinya dan menatapnya penuh takjub. Banyak pasang mata yang menatap ke arah mereka namun Arumi tidak mengindahkannya. Ia sibuk mengagumi ciptaan Tuhan yang ada di pangkuannya sekarang. Kapan lagi ia bisa melakukan hal semacam itu dengan Alif?

Kemungkinannya hanya satu persen, dan satu persen itu kini menjadi kenyataan. Arumi sering memimpikan hal seperti ini dan itu sudah terwujud sekarang. Doanya terkabulkan.








__________________
5 Rajab 1442
17 Februari 2021

A N D A ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang