Aini menatap tajam ke arah Kayla. Begitu pun dengan Kayla, ia juga menatap tajam ke arah Aini. Mereka sama-sama memakai pakaian serba hitam dengan tepung yang sudah berada di tangan masing-masing. Dan Jaemin, pria itu hanya menahan tawa dengan duduk santai menikmati film laga yang akan segera dimulai. Pertarungan antara Kayla dan juga Aini.
"Satu...." Ucap Aini memulai aba-aba.
"Dua...." Kayla pun tampak tidak mau kalah.
"Mulai!". Ucapan Jaemin membuat mereka berdua seperti sedang melakukan lomba lari. Dan sepertinya kini Jaemin menyesal menonton film yang ada di hadapannya. Karena apa yang mereka lakukan sungguh membuat Jaemin ketakutan sendiri melihat berbagai alat-alat dan bahan membuat rotinya berserakan di lantai. Mereka hanya memakai yang diperlukan saja dan membiarkan yang tidak diperlukan terjatuh dan di injak-injak saat lewat tanpa ampun.
Jaemin mengusap wajahnya dengan kasar dan melafalkan istighfar agar ia bisa bersabar. Ia memilih memejamkan matanya dan menulikan telinganya agar bisa menerima nasib toko rotinya yang sekarang berantakan karena ulah dua muridnya itu.
Dua roti sudah tersaji di depan Jaemin. Dapat dilihat dengan jelas bagaimana pakaian mereka berdua sudah berubah warna menjadi putih karena tepung yang beterbangan. Dan juga lantainya sekarang mungkin sudah licin dan sewaktu-waktu bisa saja ia akan terpeleset. Jaemin bisa melihat senyuman manis Aini hingga ia pun ikut tersenyum dan juga senyuman dari mata Kayla membuatnya memudarkan senyuman. Maskernya benar-benar tidak pernah ia lepas. Jaemin benar-benar kesal meskipun alasan Kayla memakai masker bisa ia terima.
"Roti ini sudah aku hias dengan sangat cantik agar menarik perhatian orang-orang untuk memakannya. Tapi tentu saja rasanya tidak kalah menarik dan sangat enak di lidah". Ucap Aini mempresentasikan rotinya.
Kayla mengambil roti buatannya dan membelahnya menjadi dua. Seketika coklat yang berada di tengahnya terlihat begitu menggiurkan. Bahkan Aini berusaha menelan ludahnya melihat roti milik Kayla. "Setengah untukmu, dan setengah untukku. Tidak masalah bukan?" Ujar Kayla meletakkan sepotong roti di piring saji miliknya. Tidak ada respon dari Jaemin. Kayla pun meletakkan sepotong yang ia pegang ke piring lalu tertawa dengan canggung karena Jaemin terus menatapnya dalam diam. "Aku hanya bercanda. Cobalah!".
"Oppa!.." Panggilan Aini membuat Jaemin kembali sadar dalam keterpakuannya. Ia mengerjap dan menatap kedua roti di hadapannya dan mulai mencicipinya.
Jaemin mengangguk-angguk menikmati roti yang dimasak kedua murid kilatnya itu dengan bangga. "Aku yakin, kalian akan mendapat nilai terbaik. Ini sangat enak!"
"Yeyyyy". Sorak Aini dan Kayla dengan gembira. Mereka melompat dan melakukan high five bersama. Setelahnya mereka juga berpelukan. Jaemin hanya menggeleng-gelengkan kepalanya melihat persahabatan Aini dan Kayla yang begitu lucu dimatanya.
Jaemin mengambil tisu basah dari meja begitu Aini sudah duduk disampingnya. Dengan telaten, ia membersihkan tepung yang mengotori wajah Aini. Aini hanya diam mengerjap, ia tidak terkejut lagi karena Jaemin sudah sering melakukan hal itu kepadanya sejak mengajarinya membuat roti. Tentu saja hal itu dilakukan dalam pengawasan Kayla selaku ibu angkat dari Ainiyah Roshni Walia. Kayla terus memperingati Jaemin agar kulitnya tidak menyentuh kulit Aini sedikit pun.
Awalnya Kayla memang melarang, tapi Jaemin tidak pernah mendengarkan ucapan Kayla dan terus membujuk Kayla agar mengizinkannya melakukan hal itu dengan alasan tidak ada cermin di toko. Jadi Aini tidak bisa membersihkan wajahnya sendiri. Aini pun mengatakan bahwa ia baik-baik saja selama Jaemin tidak menyentuhnya.
Lalu, mengapa Jaemin tidak melakukan hal yang sama pada Kayla?
Kayla memakai masker. Jadi wajahnya hanya terkena tepung di bagian mata ke atas saja dan ia tidak memakai make up seperti Aini sehingga memudahkannya menghapus tepung yang bertengger manis di wajahnya.
Aini tidak bodoh. Ia bisa merasakan jika Jaemin menyukainya. Dan Jaemin pun tidak pernah sungkan untuk mengungkapkan perasaannya. Ia bisa merasakan bagaimana perhatian Jaemin kepadanya begitu mengingatkannya dengan Alif. Lalu, apa kabarnya Alif di Indonesia sana?.
***
Alif duduk diam di tepi tempat tidurnya memperhatikan Arumi yang begitu telaten memasukkan pakaiannya ke dalam koper. Alif berencana untuk mengunjungi Aini besok. Setelah mendengar hal itu, Arumi langsung datang dan menawarkan bantuan untuk mempersiapkan apa saja yang akan di bawa Alif ke sana. Bukan hanya itu saja, bahkan Arumi memesan tiket untuk ikut bersama Alif.
Sejujurnya Alif merasa tidak nyaman dengan sikap Arumi terhadapnya. Namun ia tidak bisa untuk berhenti mematuhi ucapan Aminya yang mengizinkan Arumi datang ke rumah mereka. Arumi anak tunggal, dan Aminya sangat khawatir terhadap Arumi jika anak itu akan salah jalan. Memangnya Arumi melewati sebuah labirin?
Alif beristighfar dalam hati dan mengusap wajahnya lelah. Ia lelah bukan karena bekerja dengan terlalu keras. Ia lelah melihat Arumi mengambil peran seolah-olah ia adalah istrinya.
"Besok, aku tunggu di bandara ya? Soalnya habis ini aku juga mau packing-packing barang. Nggak apa-apa kan?". Arumi tersenyum dengan sangat manis. Matanya yang hampir bulat terlihat sangat imut. Itu benar, tapi entah mengapa Alif sama sekali tidak tertarik pada Arumi.
"Rum, aku minta maaf sebelumnya. Tapi sungguh, kamu nggak perlu ikut aku ke Korea sana. Bagaimana dengan kuliah kamu? Ini bahkan belum masuk ujian semester". Ujar Alif dengan khawatir.
Jangan tanyakan bagaimana bahagianya Arumi saat mendapati jika Alif begitu mengkhawatirkan dirinya. Ia berusaha menahan senyumannya tanpa sadar jika ia sekarang sedang dimarahi. Sepertinya nada bicara Alif di telinga Arumi hanya terdengar lemah lembut sekeras apapun Alif berbicara. Bisakah Arumi di sebut gila sekarang?
Cinta benar-benar semengerikan itu.
Arumi tidak menjawab pertanyaan Alif. Ia memilih melambaikan tangan untuk berpamitan lalu keluar dari kamar Alif. Menghela nafas berat, Alif menjatuhkan dirinya berbaring menatap langit-langit kamarnya. Apakah mengunjungi adiknya adalah jalan yang tepat?
Dengan Arumi?
Aini tidak tahu. Sejak memasuki semester enam, Alif jatuh sakit. Ia demam selama dua bulan hingga tidak mengikuti perkuliahan seperti biasa. Sehingga ia mengajukan cuti kuliah selama setahun daripada ia harus melihat nilainya yang buruk nanti. Riana benar-benar khawatir hingga menawarkan kepada Alif untuk mengunjungi Aini karena Alif tidak berhenti menyebut nama adiknya itu saat suhu badannya benar-benar tinggi.
Alif menertawakan dirinya sendiri karena begitu lemah. Aini baik-baik saja menjauh darinya, tapi dirinya malah jatuh sakit. Oh ayolah, ia adalah seorang pria. Terdengar sangat memalukan bukan?
Apakah rindu benar-benar berat seperti kata Dilan?
Walaupun ia dan adiknya selalu saja terlibat perang saudara, namun tak ayal ia benar-benar merindukan tangisan adik kecilnya itu. Ia merindukan senyumannya, marahnya, cerewetnya, dan apa saja yang ada pada diri Aini.
__________________
3 Rajab 1442
15 Februari 2021💚
KAMU SEDANG MEMBACA
A N D A I
Fanfictionharapan tidak selamanya harus bersambut dengan kenyataan. Semua punya pilihan masing-masing dalam menjalani setiap jalan kehidupan yang berada di depan mata. Aku dengan pilihanku, dan kamu dengan pilihanmu. Tidak perlu merasa bersalah atau apapun it...