Pandangan yang Berbeda

22 2 0
                                    

Alif membuka matanya perlahan saat cahaya matahari mengusik tidurnya yang lelap. Ia segera meraih gawainya dengan panik untuk melihat jam yang sudah menunjukkan pukul sembilan pagi.

Alif mengusap wajahnya kasar dan segera beranjak dari pembaringannya.

"Alif..." Arumi membuka pintu kamar dan memasuki kamar Alif.

"Nanti ya ngobrolnya Rum. Aku mau shalat subuh dulu. Walaupun sudah telat. Udah ya!" Alif langsung masuk ke kamar mandi meninggalkan Arumi sendirian di kamar itu.

Arumi menggigit bibir bawahnya. Apakah ia harus mengatakan apa saja yang terjadi kemarin. Arumi keluar dari kamar Alif saat mendengar bel apartment itu berbunyi. Ia tidak bisa menahan keterkejutannya saat melihat Aini lah yang sedang berdiri di balik pintu itu.

"Aku nggak tahu. Selain nggak punya malu, kamu juga wanita murahan". Aini menatap Arumi merendahkan.

"Aini, kamu ngomong apa sih? Istighfar Aini!". Ucap Kayla yang berada di samping Aini.

Aini langsung masuk dan sedikit menyenggol bahu Arumi dan menjatuhkan dirinya untuk duduk di sofa. Kayla memejamkan matanya sesaat dan terus beristighfar dalam hati. Aini benar-benar tidak menyukai Arumi dari segi manapun.

"Bagaimana keadaan Alif, Rum?". Tanya Kayla dengan lembut. Cukup Aini saja yang bersikap tidak suka terhadap Arumi. Ia tidak ingin Arumi merasa ditinggalkan lagi seperti cerita Alif waktu mereka masih di SMA dulu.

"Alif baru saja bangun. Itu lagi shalat subuh". Ucap Arumi dengan ramah. Setidaknya masih ada orang yang mau mengajaknya berbicara.

"Jam segini? Hahah. Nggak ada hubungan apa-apa saja, bangunin kakakku nggak bisa. Ngapain mimpi jadi kakak iparku? Memangnya pantas?". Arumi menunduk dalam mendengar ucapan Aini yang ketus terhadapnya. Ia menggigit bibir bawahnya menahan tangis. Ucapan Aini seakan menampar dirinya yang bukanlah siapa-siapa bagi Alif. Ia hanya sebuah parasit yang terus mengikuti Alif bagai sebuah bayangan yang tak dianggap.

Kayla menyentuh leher Arumi yang terlihat kemerahan. Sontak saja hal itu membuat Arumi terkejut dan segera menutupi lehernya dengan rambutnya. Tangan Kayla bergetar dan menatap Arumi untuk meminta penjelasan atas apa yang terjadi dengan bercak merah itu. Arumi menggelengkan kepalanya dengan keras.

"Rum..?" Kayla menggenggam kedua tangan Arumi dan detik itu juga tangisan Arumi pecah. "Oh ya Allah" Rintih Kayla penuh dengan kesakitan seakan merasakan kesakitan yang dialami Arumi sekarang. Ia ikut menangis bersama Arumi. Dengan penuh kasih sayang, Kayla memeluk Arumi dengan erat. Menyalurkan rasa nyaman terhadap Arumi yang benar-benar membutuhkan dukungan sekarang.

"Ada apaan sih? Kok kalian nangis?" Tanya Aini dengan sinis. Apapun yang dilakukan Arumi terlihat selalu menjijikkan di matanya.

"Ada apa?". Tanya Alif saat keluar dari kamarnya.

"Itu tuh berdua tiba-tiba nangis. Aini aja yang di sini nggak ngerti kak".

"Lif. Bisakah kamu membawa Aini keluar? Aku mohon!" Pinta Kayla dengan mengusap kedua pipinya yang basah.

"Nggak mau! Ada apa sih Kay?" Tolak Aini dengan keras. Ia bahkan berbaring agar tidak bisa di tarik keluar dari apartment. Alif mengangguk dan langsung saja menarik Aini keluar dan tidak lupa menutup pintunya.

"Kakak apa-apaan sih?" Ucap Aini dengan kesal saat mereka sudah sampai di sebuah danau yang sepi pengunjung. Alif hanya diam memandang ke arah air yang tenang. Melihat ucapannya tak mendapat respon, Aini pun akhirnya ikut diam.

"Semalam kakak mimpiin kamu". Ucap Alif tiba-tiba dan beralih menatap Aini. Aini yang masih kesal hanya diam saja mendengarkan "Mungkin karena kangen berat ya. Kamu sih, pakai acara marah-marah nggak jelas di lapangan futsal kemarin".

"Apa sih kak? Aku marah itu pasti ada alasannya. Ngapain marah-marah kalau nggak ada alasannya? Memangnya aku orang gila?".

Alif tersenyum tanpa mengalihkan pandangannya dari Aini. "Kakak mimpi indah. Sangat indah. Tapi juga aneh".

Aini menatap Alif dengan malas. "Mimpi apaan memangnya?".

Alif menangkup pipi Aini dan diusapnya dengan lembut. Aini hanya terdiam menatap wajah kakaknya itu yang semalaman ia khawatirkan karena mendengar kabar dari Arumi jika kakaknya itu demam. Ia bahkan masih bisa merasakan tangan Alif yang masih hangat. Sepertinya masih demam.

Sekarang Aini kesal terhadap Kayla karena menyuruh kakaknya yang sedang sakit untuk keluar. Sebenarnya Kayla itu peduli terhadap kakaknya atau kepada Arumi sih?

Aini memukul tangan Alif yang berada di wajahnya. Ia benar-benar kesal sekarang karena tangan itu pernah menyentuh wanita seperti Arumi.

"Kalau kakak lupa, Ami melarang kita bersentuhan. Aish". Ucap Aini dengan jijik. Bagaimana tidak, ia disentuh oleh tangan yang sama menyentuh Arumi juga.

"Kakak harus mandi wajib dulu baru bisa menyentuhku. Aku alergi dengan tangan bekas orang yang disentuh oleh Arumi".

Alif tertawa mendengar penuturan Aini. Rasa tidak sukanya masih sama. Dan hal inilah yang ia rindukan dari adiknya itu. "Udah kok sebelum shalat subuh tadi".

Aini membulatkan matanya menatap Alif dari ujung rambut sampai ujung kaki. "Kok mandi wajib? Kakak kan sakit semalam".

"Lah, kok kamu nanya? Tadi kan nyuruh mandi wajib."

"Ya tapi kan kakak masih sakit. Badan kakak juga masih hangat. Ngapain mandi wajib? Kakak habis ngelakuin apa? Aini bakal laporin ke Ami!". Ancam Aini mengambil gawai di saku jaketnya.

"Lapor aja. Ami juga tahu kok alasannya. Kakak kan memang sering mandi wajib setiap sebelum subuh di hari jumat. Masa kamu nggak tahu sih?" Alif menyentil dahi Aini yang spontan saja membuat Aini murka dan menyerang kakaknya itu dengan pukulan bertubi-tubi.

***

Kayla menutup mulutnya tidak percaya akan cerita Arumi. Berulang kali istighfar ia lantunkan agar bisa menahan diri. Arumi mengusap air mata di wajahnya.

"Aku... Akan pergi". Ucap Arumi berusaha untuk tegar.

"Rum... Aku akan bantuin kamu bicara ke ammah. Jangan pergi! Semuanya nggak akan selesai begitu saja jika kamu pergi Rum. Bagaimana jika kamu... Kamu..." Bahkan Kayla tidak sanggup mengucapkan kata itu. Hal ini benar-benar menyakitkan untuk Arumi.

"Aku akan merawatnya sendiri Kay" Arumi tersenyum manis. Kayla akui jika Arumi memiliki paras yang rupawan. Hanya saja sikapnya yang cenderung mengejar Alif benar-benar tidak enak di pandang mata sehingga kecantikan itu tertutupi oleh kelakuannya.

"Jujur, aku tidak menyesal sama sekali Kay. Meskipun aku tahu ini adalah dosa besar. Aku bahkan berdoa agar hal yang kamu takutkan itu benar-benar terjadi. Setidaknya ada kenangan yang bisa aku bawa mengenai Alif meskipun hatiku benar-benar sudah sakit sekarang". Kayla hanya diam melihat bagaimana ketulusan cinta Arumi terhadap Alif yang benar-benar sudah disakiti dengan sangat dalam.

"Hubungi aku kapan pun kamu butuh bantuan Rum. Aku akan berusaha selalu ada untukmu". Ucap Kayla yang di angguki oleh Arumi.










__________________
7 Rajab 1442
19 Februari 2021

A N D A ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang