Kuliah Perdana

16 2 0
                                    

Semua orang mungkin berpikir jika Aini sudah gila. Gadis itu menangis terduduk di samping pintu toilet wanita karena mengetahui jika ia dan Kayla memiliki kelas yang terpisah. Ia tidak pandai bersosialisasi. Ia sudah bisa membayangkan bagaimana kehidupannya nanti semasa kuliah. Dan sekarang sepertinya ia sudah menyesali pilihannya berkuliah di sana.

Kayla baru saja datang dari kelasnya dengan setengah berlari. Ia berpikir jika Aini sudah pergi ke kelasnya sendiri. Salah satu teman kelasnya memberitahu jika Aini sedang menangis di depan toilet. Padahal sebelum Kayla ke kelasnya, Aini tampak baik-baik saja.

"Aku tidak suka! Aku mau pulang ke Indonesia! Aku mau kuliah di sana saja!". Kayla bisa melihat bagaimana ketakutan Aini sekarang. Wajar saja karena dirinya lah yang menjadi teman pertama Aini sepanjang hidupnya.

Kayla menuntun Aini untuk berdiri dan duduk di salah satu bangku yang tersedia di sana. Ia tersenyum dan merapikan hijab Aini yang tampak kusut. Ini pertama kalinya ia melihat Aini tampil dengan tidak rapih.

"Kita bahkan belum memulainya Aini. Lantas, mengapa kita harus menyerah sekarang?" Aini menunduk mendengar penuturan Kayla. Ia malu pada dirinya sendiri karena melibatkan Kayla dalam pilihannya namun juga dirinyalah yang memutuskan agar mereka berhenti. "Terkadang, apa yang kita inginkan belum tentu menjadi kebutuhan kita. Dan juga apa yang kita butuhkan, belum tentu menjadi keinginan kita. Kita sudah memilih jalan ini, maka kita akan menjalaninya sekuat mungkin. Karena Allah selalu bersama kita. Dan Allah tidak akan memberikan cobaan kepada kita melebihi kemampuan kita". Kayla tersenyum memegang dadanya. Aini pun melakukan hal yang sama. Tangisannya telah berhenti.

"Kita ada di sini karena kita mampu. Jika Allah saja percaya kita mampu, lalu mengapa aku meragukan diriku sendiri? Aku benar-benar bodoh ya Kay".

"Nggak bodoh Aini. Hanya saja harus lebih perbanyak belajar".

Semua orang tiba-tiba berlarian menuju kelas masing-masing. Kayla dan Aini melihat jam tangan masing-masing hingga wajah mereka terlihat cemas.

"Aku akan terlambat!!" Ucap mereka bersamaan lalu berlari menuju kelas masing-masing.

"Sampai jumpa di kantin Kay!!" Teriak Aini dari kejauhan karena kelas mereka yang berlawanan arah. Padahal seharusnya kelas mereka tidak berjauhan karena berada di fakultas yang sama. Jawabannya karena mata kuliah Aini pada hari itu adalah tentang memasak. Aini pun tidak mengerti mengapa ia juga harus berurusan dengan dapur, padahal seharusnya ia berurusan dengan kain, desain, dan juga berbagai mesin jahit.

***

"Wah, aku tidak tahu jika memasak bisa semenyenangkan ini Kay. Ami tidak pernah mengizinkanku menyentuh dapur, dan sekarang aku bahkan akan membuat kue sendiri di kampus ini. Aku sangat senang Kay!"

Kayla tersenyum menanggapi ocehan Aini setelah mereka bertemu kembali. Mereka tidak di kantin. Kantin khusus yang dikatakan oleh Kayla adalah dua bangku di samping perpustakaan. Area itu agak tertutup karena ditumbuhi pohon-pohon dan juga berbagai bunga yang tak memiliki bunga. Lalu, apakah itu sebuah bunga?

Lupakan saja. Karena mereka berdua sangat senang sekarang. Pemandangan yang sejuk di mata dan udara yang begitu segar. Mereka merasa di istimewakan.

"Assalamualaikum".

"Waalaikumussalam". Jawab Aini dan Kayla bersamaan. "Wah, makan siang!!" Sorak Aini dengan begitu gembira. Pandangannya tidak beralih dari kotak makanan yang dibawa pria di hadapannya itu.

"Apakah kamu orang Islam?"

Pria yang tadinya senyum-senyum melihat tingkah Aini beralih menatap Kayla. "Benar, saya seorang mualaf. Nama saya Jaemin, dan nama Islam saya Ramadhan".

Kayla tersenyum penuh arti. Ia menundukkan pandangannya dan menerima kotak makanan yang diberikan Jaemin.

"Oh, kamu.. Yang menolong kami waktu itu".

"Benar. Sepertinya kita akan sering bertemu sekarang. Aku bekerja paruh waktu di restoran halal dekat Masjid Ansan dan aku yang ditugaskan untuk mengantar makan siang kalian di kampus ini".

Jaemin berpamitan untuk pulang karena masih harus mengantar makanan lain. Aini bingung melihat Kayla yang terdiam dengan senyuman manis tercetak jelas di bibirnya.

"Kay... Ini tidak benar ya! Kamu hanya boleh suka sama kak Alif! Nggak boleh sama orang tadi".

"Hah?" Kayla mengerjap menatap Aini. "Siapa yang suka? Aku hanya... Hanya takjub saja bertemu dengan orang Korea yang mualaf. Bukankah menyenangkan mengetahui jika kita memiliki saudara seiman lain di sini?"

Aini memicingkan matanya dengan curiga. Kayla segera mengalihkan pandangannya dan menikmati makanannya.

"Yang ini benar-benar halal kan? Bukankah makanan Korea tidak lepas dari soju dan babi? Entah itu minyak atau apa gitu?"

Aini meletakkan sumpitnya tidak berselera. Ucapan Kayla benar-benar membuat selera makannya menghilang. "Ish, Kay! Begini nih kalau datang ke negeri orang tanpa cari tahu mengenai Islam di sana".

"Ya maaf, aku kan belum benar-benar yakin akan datang kesini Aini. Lagipula kamu kan ada, kurasa kamu lebih banyak tahu daripada om google".

"Males ah. Cari sendiri aja di youtube. Banyak kok vlogger yang ngeriview restoran-restoran halal".

Kayla menahan senyumnya melihat kekesalan Aini. Sebenarnya ia sudah mencari tahu sebelumnya. Ia hanya ingin membuat Aini sedikit kesal. Sekesal-kesalnya Aini, mood anak itu benar-benar cepat berubah. Ia tidak bisa berlama-lama kesal apalagi terhadap Kayla. Karena itulah Kayla benar-benar menikmati berbagai perubahan ekspresi Aini. Dan juga....

"Tante Riana dan paman Habib, orang tua kandung kamu kan?" Pertanyaan itu hanya bisa ditanyakan Kayla dalam hati saja. Kayla sudah lama memperhatikan Aini yang sama sekali tidak mirip dengan Riana maupun Habib. Perbedaannya terlalu jauh. Kecuali Gibran dan Alif, mereka berdua memiliki sedikit kemiripan.

Tapi melihat bagaimana rasa sayang Riana kepada Aini, Kayla meyakinkan dirinya jika tidak ada yang salah dalam keluarga itu. Semuanya normal. Mungkin saja Aini mirip dengan neneknya. Allah yang menentukan rupa setiap makhluknya bukan?

***

Kayla dan Aini baru saja memasuki asrama namun mereka di sambut oleh lima orang yang tidak mereka kenal. Kayla memperhatikan barang bawaan kelima orang itu dengan tanda tanya besar.

"Nasi goreng! Benar?" Kayla dan Aini saling menatap lalu mengerjap. Mereka tersenyum mengerti. Kayla tersenyum mengangguk dan menerima semua bahan-bahan yang diberikan oleh mereka. Rupanya nasi goreng buatan Kayla di pagi itu menarik hati teman-teman sesama asramanya yang mencicipi sedikit nasi goreng miliknya dan milik Aini karena penasaran apa yang mereka masak saat itu.

"Mau belajar membuatnya bersama?" Tawar Kayla sambil mengeluarkan bahan-bahan yang ia perlukan.

"Bagaimana jika rasanya akan berbeda?".

"Kita tidak akan tahu jika tidak mau mencobanya bukan? Semuanya butuh belajar pada awalnya". Mereka berlima mengangguk lalu mengerumuni Kayla yang tengah menjelaskan dan dipraktekkan. Aini yang tidak mau ketinggalan pun ikut berkumpul. Saat nasi goreng itu sudah matang, Kayla mencicipinya dan memberikan dua jempol untuk mereka bertujuh. Mereka memasaknya bersama-sama dan juga akan memakannya bersama-sama. Kayla dan Aini senang bisa mendapatkan teman baru melalui nasi goreng pemersatu mereka.









_______________________
24 Jumadil Awal 1442
8 Januari 2021

💚

A N D A ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang