Toko Roti

14 1 0
                                    

Aini menghela napas berat sambil merapikan alat tulisnya ke dalam tasnya. Ia tidak habis pikir, bagaimana mungkin ia diberikan tugas memasak oleh dosen?

Ia pikir, kuliah dengan jurusan fashion hanya akan bergelut dengan berbagai jenis kain, alat jahit dan mesin-mesin jahit. Ia merasa khawatir dengan nilai yang akan ia peroleh pada mata pelajaran memasak itu. Dan sekarang ia diberi tugas untuk membuat sebuah roti pekan depan. Siapa yang akan mengajarinya sekarang?

Bahkan ia merasa jika Kayla tidak akan terlalu banyak membantu. Kayla memang bisa membuat roti, tapi roti buatan Kayla hanya cocok di lidah beberapa orang saja. Aini tidak yakin jika dosennya nanti akan mencicipi hasil resep Kayla dan ia bisa mendapat nilai yang cukup. Jujur saja ia tidak ingin mengulang mata pelajaran itu lagi nantinya. Ia benar-benar harus lulus dari mata kuliah itu.

Aini pun keluar dari kelasnya dengan wajah murung. Kayla tersenyum dan mendekat padanya.

"Kay... Aku dapat tugas membuat roti". Sekali lagi, Aini menghela napas berat untuk yang kesekian kalinya. Baginya, memasak adalah tugas yang paling berat. Selain ia tidak terbiasa memasak, ia juga tidak memiliki minat di bidang itu. Jika memiliki minat pun, ia pasti akan kuliah di jurusan memasak saja bukan?

"Roti?..." Kayla mengetuk-ngetuk dagunya. "Aku juga mendapat tugas itu. Nilai yang di dapat juga lumayan jika dosen benar-benar menyukai roti kita kan?"

Aini mengangguk. Keceriaan anak itu benar-benar hilang hari ini. "Jika dosen suka, kita akan mendapat nilai standar untuk lulus pada ujian akhir semester nanti".

Mereka berdua terdiam, larut dalam pikiran masing-masing sambil berjalan untuk pulang. Mereka memiliki pemikiran yang sama mengenai kemampuan membuat roti mereka yang di bawah standar. Benar-benar tidak akan masuk ke kriteria lulus.

Kayla menghentikan langkahnya, ia teringat aroma roti yang tercium dari sebuah sepeda yang lewat di depan asrama. Dan ia tidak akan salah mengingat, siapa pengendara sepeda itu.

***

Rama Bakery. Itulah nama yang tertulis di depan sebuah toko kecil dengan aroma roti yang benar-benar harum. Aini sudah menggigiti ujung gawai yang sedang ia pegang karena begitu tergiur dengan aroma roti yang masih hangat keluar dari toko itu setiap kali pintunya di buka oleh para pengunjung.

Siapa sangka jika pengantar makan siang mereka adalah seorang ahli membuat roti?

Aini benar-benar bahagia mengetahui hal itu saat mengunjungi restoran tempat Jaemin bekerja sebagai pengantar makanan. Kayla tersenyum menyentuh tulisan yang ada di dinding kaca toko itu. Ia lalu mengeluarkan masker dari tasnya dan mengajak Aini masuk.

"Kenapa pakai masker? Apa aku juga harus memakainya? Apa seperti itu aturannya?" Seketika saja pertanyaan itu terlontar dari mulut Aini. Jika di pikir-pikir, Kayla selalu mengalihkan pandangannya dari Jaemin. Mereka tidak pernah benar-benar berhadapan. Dan sekarang, Kayla bahkan memakai masker. Aini sekarang yakin jika Kayla pernah bertemu dengan Jaemin sebelumnya.

"Ah.. Aku sekarang sering bersin. Takutnya nanti flu dan mengganggu pengunjung lain kan?". Kayla tidak sepenuhnya berbohong. Ia masih belum terbiasa dengan udara di sana dan juga sering bersin.

Tepat saat langkah pertama kaki mereka masuk, Jaemin yang sedang mengeluarkan roti dari pemanggang--mengangkat pandangannya. Kayla dan Aini mengucapkan salam dan di jawab oleh Jaemin dengan spontan. Jaemin langsung menghentikan aktivitasnya dan menyambut Aini dengan bahagia.

Iya Aini, hanya Aini. Kayla bisa merasakan itu karena Jaemin hanya memandang Aini saat ini. Kayla sedikit menggeser posisi berdirinya dan memilih duduk di sebuah kursi mendengarkan percakapan Jaemin dan Aini. Mereka berdua begitu sibuk hingga tidak menyadari posisi Kayla yang sudah berubah.

"Jadi kalian meminta untuk diajari membuat roti?" Tanya Jaemin menatap Aini dan Kayla bergantian. "Padahal aku juga tidak sejago itu membuat roti. Hehe"

"Oh, benarkah? Lalu toko ini?" Aini benar-benar penasaran bagaimana Jaemin bisa memiliki toko dan membuat roti sendiri.

"Kira-kira setahun yang lalu kalau tidak salah. Aku saat itu benar-benar kelaparan dan tidak punya pekerjaan. Lalu datang seorang wanita yang memakai hijab dan memberikan sepotong roti untukku. Ia berasal dari Indonesia. Sama seperti kalian. Karena itulah, aku benar-benar ingin berteman dengan kalian. Karena wanita itu juga, aku memilih Islam sebagai jalanku untuk mendekat kepada Tuhan. Aku harap, aku bisa bertemu dengannya lagi suatu saat nanti"

Kayla menundukkan kepalanya. Ia memilih untuk memainkan gawai yang sedang ia pegang dan bertukar kabar dengan teman-temannya di Indonesia sana. Ia ingin menulikan telinganya sekarang.

"Wah, entah mengapa aku teringat dengan seorang wanita yang akan memiliki sifat seperti itu". Kayla tersedak ludahnya sendiri saat mendengar ucapan Aini. Hal itu membuat fokus Jaemin dan Aini berpindah ke Kayla.

"Ah... Maaf, lanjut saja". Kayla kembali menunduk lalu menatap ke dinding kaca di sebelahnya untuk melihat suasana di luar sana.

"Sejak kapan kamu duduk di situ Kay?" Aini ikut duduk di depan Kayla dan melanjutkan obrolannya saat Jaemin juga ikut duduk bersama mereka.

Sepanjang obrolan itu, Jaemin tidak bisa mengalihkan pandangannya dari mata Kayla. Ia merasa seperti pernah melihat sorot mata itu. Begitu menenangkan walaupun tidak seindah mata Aini. Tapi pandangan mata Kayla berbeda, pandangan itu seperti menawarkan rasa nyaman dan juga hangat.

"Kamu suka sama Kayla?". Ucapan Aini membuat Jaemin segera mengalihkan pandangannya dan beristighfar dalam hati. "Sayangnya Kayla itu sudah di jodohkan sama kakak aku. Maaf ya Jaemin. Ya, walaupun aku tahu hubungan mereka belum sah. Tapi tetap saja, Kayla harus menjadi kakak iparku. Aku tidak mau jauh dari Kayla."

Jaemin tertawa melihat bagaimana sikap Aini yang begitu kekanak-kanakan. Persis seperti anak kepada ibunya.

"Jangan mengatakan hal seperti itu Aini. Kita kesini untuk belajar. Jadi Jaemin ini adalah guru kita. Jangan membicarakan hal seperti itu hm?" Kata-kata Kayla pun membuat Jaemin bingung sekarang. Karena Kayla menggunakan bahasa Indonesia, Jemin tidak paham sama sekali apa yang di katakan Kayla. Kayla dan Aini melirik Jaemin bersamaan lalu tawa Aini pun meledak. Wajah bingung Jaemin benar-benar terlihat lucu di mata mereka. Sementara Kayla berusaha menahan tawanya karena ini adalah ulahnya. 

"Oke oke baiklah. Kalian menang hm? Jadi kita mulai sekarang? Aku akan menunjukkan rahasia dari roti yang lezat. Siapa yang mau coba lebih dulu?"

Aini dengan semangat langsung berdiri dan bersikeras agar diajari lebih dulu dengan alasan karena ia lambat belajar mengenai dunia masak memasak dibandingkan dengan Kayla yang lebih cepat memahami. Pada akhirnya mereka berdua mendapat giliran di waktu yang sama dan tentunya Aini lah yang di prioritaskan di sini. Jaemin hampir tidak pernah memperhatikan pekerjaan Kayla, Kayla pun malu untuk bertanya dan hanya bisa mengamati dan melakukan hal yang sama di lakukan oleh Aini.

Kayla tidak berharap lebih. Karena dari pertama kali Aini dan Jaemin bertemu, Kayla sudah bisa merasakan jika Aini menarik perhatian Jaemin. Dan apa yang terjadi dengan Kayla dan Jaemin hanyalah sebuah masa lalu yang benar-benar bahagia karena telah membawa Jaemin untuk menjemput hidayah dari Allah SWT. Cukup itu saja yang Kayla syukuri hari ini.








_______________________
27 Jumadil Awal 1442
11 Januari 2021

💚

A N D A ITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang