Gimana? Masih kuat buat lanjut baca? Wkwk
-- -- - --
"Siapa yang cerai?"
Suara dari ambang pintu kerja itu membuat Dean berbalik terkejut. Di sana ia tengah menghubungi keluarganya untuk memberitahukan mereka tentang perceraiannya dengan Eva.
Berniat untuk terus menyembunyikan keputusannya dari Jaemin sampai di waktu yang tepat, ternyata putranya itu malah tidak sengaja mendengarnya setelah ia pulang dari kampus berbarengan dengan Niko.
Dean masih berdiam diri dengan telepon yang masih tersambung, mengabaikan yang di seberang sana terus memanggilnya karena tak mendapat respon.
"Ayah, Jeje tanya, siapa yang cerai?" Kedua bola mata itu mulai berkaca-kaca.
Niko yang baru keluar dari dapur pun menghampiri ketika melihat Jaemin berdiri di ambang pintu kerja sang ayah. Ia merasa ada sesuatu yang tak beres.
"Je—"
"Siapa, Yah?" potong Jaemin, tak sadar bahwa satu tetes air matanya sudah keluar.
Sang ayah menunduk, membuat kedua tangan Jaemin mengepal kuat. Niko yang sudah mengerti apa yang tengah terjadi pun langsung menangkap kedua bahu Jaemin, membuat mereka berhadapan.
"Je, dengerin Kakak, oke?"
Jaemin menggelengkan kepala.
"Jeje harus ngerti," ucap Niko lagi, mencoba membujuk sang adik.
Lagi-lagi Jaemin menggelengkan kepala, ia menunduk dalam dengan isakan mulai terdengar darinya.
"Je, Ayah ma Bunda ce—"
"Gak mau," cicit Jaemin. Ia mendongak, memperlihatkan wajahnya yang sudah memerah. "POKOKNYA JEJE GAK MAU!!" teriaknya kencang dan langsung berlari keluar rumah.
"Je!" Niko memanggil, mengejar Jaemin. "Ah, sial!"
Sedangkan sang ayah langsung terduduk di ruang kerjanya, mengusap kasar wajah dan meremas kuat rambutnya. Ia sudah sangat pusing, tak bisa lagi membatalkan perceraian karena ini sudah keputusan mutlak yang terbaik bagi keluarganya.
Ia hanya berharap semoga putra bungsunya itu bisa cepat mengerti, sehingga tidak membuatnya merasa menjadi ayah yang paling buruk, yang tak bisa mempertahankan keluarga utuh.
Sembari berlari, Jaemin mengeluarkan kunci motornya dari saku celana, menghampiri motor yang belum masuk ke dalam garasi dan langsung menaikinya. Kendaraan itu ia hidupkan, lalu ia jalankan untuk ia bawa pergi menjauh dari rumah.
Namun, seseorang menghalanginya di pintu gerbang dengan membentangkan kedua tangannya ke samping.
"Kak Je mau ke mana?" Luna, dengan pakaian putih-abunya refleks melakukan hal itu karena melihat wajah si lelaki yang memerah seperti menahan tangis yang ingin dikeluarkan.
"Awas, Lun!" Jaemin tak menjawab pertanyaan Luna, ia meminta gadis itu untuk tidak menghalangi jalannya dengan suara pelan.
Luna meggelengkan kepala. "Jawab dulu pertanyaan aku."
Kedua tangan Jaemin mencengkram kuat kemudi motor. Tatapannya berubah tajam. "Lun, minggir!"
Namun, Luna tetap bergeming—meskipun sedikit ciut. "Gak!"
Jaemin sudah tak bisa menahan kesabarannya. "Minggir Luna!" Akhirnya ia pun membentak gadis remaja itu, yang benar-benar membuat Luna tersentak.
Karena, lelaki di hadapannya tak pernah membentaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Asisten Dosen ↬ taerin | END
FanfictionJika sahabat kampretnya tidak sableng, mungkin Yerin tidak akan sedekat ini dengan sang Asdos. Jika wanita itu setia setiap saat kayak rexona, mungkin Taehyung tidak akan berani menatap gemas Yerin jika bertemu. Ini bukan tentang masa lalu pak Asdos...