Padahal belom 24 jam, ya?
- --- -- -
"Pak, kalo gak sanggup, gak usah paksain." Yerin mengelus pelan punggung Asdosnya. "Masih ada Tuhan yang pasti turun tangan. Serahin aja ma Dia."
Ia menegakkan tubuh sang Asdos, tersenyum, lalu memeluknya. "Tapi ntar pak Tae harus kuat kalo Tuhan udah ngebongkar semuanya dan ngebuat Mamah pak Tae nangis."
Yerin merasakan Asdosnya mulai membalas pelukannya. "Itu malah lebih bagus, 'kan, daripada dipendem dan luka di hati Mamah pak Tae makin gede?"
Taehyung terkekeh pelan, semakin mengeratkan pelukannya. "Iya," jawabnya masih terdengar serak.
Kepala Yerin menengadah, menghadap ke langit gelap, membiarkan sang Asdos menumpu dagunya pada bahu Yerin. "Pak Tae juga ... kalo mau nangis, nangis aja. Cowok kuat itu bukan dia yang bisa nahan tangisan, tapi dia yang bisa bertahan di rasa sakit, terus bisa lewatin rasa sakit itu. Bukan berarti gak boleh na—"
Perkataaan Yerin terhenti kala merasakan basah pada sebelah bahunya. Ia pun mengeratkan lagi pelukan, menghantarkan kekuatan dari sana. "Nah ... gini, dong, Pak." Rasanya, Yerin ingin ikut menangis saat mendengar isakan dari sang Asdos.
Taehyung menangis bukan hanya karena masalah keluarga, tapi juga karena dari masa lalunya, Vanya. Semua rasa sesaknya yang dulu dan sekarang, baru ia keluarkan malam ini.
Dulu, ia tidak tahu bagaimana caranya dan kepada siapa ia harus mengungkapkan semua perasaan sakitnya. Di hadapan Jungkook, ia tidak bisa, apalagi di hadapan sang mamah. Dan baru-baru ini rasa sakitnya bertambah dari tingkah sang papah.
Seakan lukanya semakin melebar dan sulit disembuhkan, ia hampir mendapatkan jalan buntu, sebelum ke detik ini, di mana ia bisa menumpahkan kesedihannya pada orang yang tepat.
Taehyung bersyukur dalam hati karena Tuhan yang begitu Adil, Yang memberikan sakit beserta obatnya. Ia jadi mengigat ke beberapa waktu lalu ketika ia pernah seperti ini, bersedih dengan memeluk Yerin. Yerin ini ... benar-benar obat mujarap, 'kan?
"Pak, kita pulang pake apa?"
Tolong, siapa pun, karungin Yerin saat ini! Sempat-sempatnya ia bertanya jalan pulang di tengah suasana pilu seorang Anthony. Taehyung tidak marah atau kesal, ia hanya semakin gemas saja dengan tingkah acak Yerin yang jarang bisa ia duga.
Taehyung mengeratkan lagi pelukannya, seperti tengah memberi Yerin hukuman karena ia yang menjadi tidak ingin melepaskannya. "Jalan kaki aja," jawabnya.
Yerin memukul pelan punggung sang Asdos. "Kalo nangis, nangis aja, Pak. Gak usah bikin kesel." Kedua tangannya mulai mencoba melepas pelukan Asdosnya yang kelewat erat. "Btw Pak, saya sesek, nih."
Bukannya menurut, Taehyung lagi-lagi mengeratkan pelukannya. "Gak mau."
Dan Yerin pun pasrah sembari berucap pelan, "Ya ampun, Pak, bentar lagi Baim die!"
Taehyung terkekeh serak, Ya Tuhan ... ia benar-benar tidak ingin melepaskan gadis ini.
🍭🍭🍭
Pak Tae: Gue udah di depan rumah lo
Yerin: Masuk aja, Pak.
Satpamnya udah tau bakalan ada orang ganteng dateng, kok
Pak Tae: Haha, oke
Dari kamarnya yang berada di lantai dua, Yerin bisa mendengar suara deru mobil dengan gerbang rumahnya yang terbuka. Ia langsung melompat dari kasur, membuka jendela dan melihat seorang pria keluar dari mobil tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Asisten Dosen ↬ taerin | END
FanficJika sahabat kampretnya tidak sableng, mungkin Yerin tidak akan sedekat ini dengan sang Asdos. Jika wanita itu setia setiap saat kayak rexona, mungkin Taehyung tidak akan berani menatap gemas Yerin jika bertemu. Ini bukan tentang masa lalu pak Asdos...