Semangat kalian puasanya!
***
"Anda akan jadi papa."
Devano masih terdiam, berusaha untuk mencerna ucapan dokter itu. Oh iya, btw nama dokter itu adalah Dr.Yuni.
"Dok, ini beneran?"
Dokter Yuni terkekeh mendengar pertanyaan Devano. "Ini pak, bukti hasil usgnya," ucapnya sambil memberikan kertas yang berisi gambar hasil USG saat memeriksa Naura. "Dari yang saya liat sih, sehat untuk sementara pak,"
Devano masih membeku melihat hasil USG itu. Ini beneran foto anak gue kan? Batinnya. "Dok, istri saya mana dok?"
Dokter Yuni berdiri, lalu berjalan kearah tempat yang ditutupi tirai warna biru, yang tadi digunakan untuk memeriksa Naura.
Tak lama, Naura berjalan keluar dari ruangan itu dituntun oleh perawat yang sedari tadi menemani Naura.
Mereka langsung berjalan menuju loby karena taksi yang mereka pesan masih menunggu diluar.
Selama di taksi, Devano tak henti tersenyum. Saat ia mengingat kembali bagaimana foto pertama anaknya itu, senyumnya akan otomatis tercetak dibibirnya.
Naura tau kenapa Devano bisa se-senang ini. Namun ia malu kalau harus mengungkapkannya didalam taksi begini. Jadilah ia menahannya sampai mereka tiba dirumah.
Devano pun tak kunjung melepaskan genggaman tangannya pada tangan Naura. Ia terus mengelus punggung tangan Naura dengan ibu jarinya.
***
Sesampainya dirumah, Devano langsung menurunkan koper yang mereka bawa ke Banda Neira, meletakkannya di kamar, lalu segera menghampiri Naura yang sedang meminum air didapur.
"Hai, mama," panggil Devano menggoda, dengan senyum jahil.
Naura langsung menoleh, lalu tersenyum malu. "Hai juga, papa," balas Naura.
Devano menghampiri Naura, lalu memeluknya dari belakang. Telapak tangannya yang besar mengelus perut Naura yang masih rata, nemun didalam sana sudah ada makhluk hidup yang harus mereka jaga. "Tuhan denger perbincangan kita waktu itu ya,"
Setelah meletakkan gelas yang tadi ia gunakan untuk minum, Naura meletakkan telapak tangannya diatas punggung tanan Devano yang ada diatas perutnya. "Tuhan tau mana yang terbaik, dan ini adalah jalan terbaik dari dia," ucap Naura. Ia memutar tubuhnya jadi menghadap ke Devano, lalu memeluknya.
"Kamu yang kuat, ya. Aku pasti jagain kamu sama dedek bayi," ucap Devano sambil mencium kening Naura yang tingginya setara dengan bibirnya.
Naura menenggelamkan wajahnya di dada bidang Devano. "Makasih, ya, papa," ucap Naura, ia mengulas senyum kecil.
Ternyata, Devano ikut mengulas senyum tipis. Ia mengelus rambut hitam milik Naura. "Gimana cara kita kasih tau keluarga sama temen-temen?" tanya Devano tiba-tiba.
Naura melepas pelukan itu, memundurkan diri, lalu menatap Devano. "Gimana kalau hari minggu nanti kita adain makan siang rame-rame?" saran Naura. "Kakak kamu...kita kasih tau via telpon aja. Gimana?"
Setelah mencerna ide yang Naura berikan selama 1 menit, akhirnya Devano mengangguk dan tersenyum. "Atur aja, bumil,"
Naura tersenyum malu.
***
Sore itu, sepertinya langit sedang bersedih. Hujan turun dengan derasnya, mengguyur Ibu kota, membawa sejuta kerinduan, dan membantu menyamarkan air mata yang mengalir di pipi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu
Random[15nov'19-24okt'20] Kamu, yang aku mau. Kamu, yang aku cinta. Kamu, yang akan aku jaga, selamanya.