Sekitar 3 menit Devano memandangi foto wajah Naura yang sedang tersenyum dengan latar belakang pantai indah di Banda Neira.
Devano mengulas senyum tipis. Memang sih honeymoon mereka berbuah manis, tapi rasanya waktu bergerak sangat cepat. Padahal ia masih ingin mengelilingi Banda Neira dengan Naura.
Tak lama, terdengar suara ketukan dari arah pintunya. Devano sontak melihat kearah pintu, dan berdiri. "Masuk," ucapnya dengan agak keras, agar orang didepan pintu itu mendengar apa yang dia ucapkan.
Setelah mendengar jawaban dari empunya ruangan itu, akhirnya pintu terbuka, menampilkan wajah berseri dari papa mertuanya yang mengenakan kemeja putih dengan tuxedo biru tua, ditambah celana yang warnanya senada, dan dasi warna hitam. Ternyata selera fashion Naura dan mamanya sama.
"Pagi, pa," sapa Devano, lalu bergerak mendekati papa mertuanya itu.
Damar menyambut mantunya itu dengan senang. "Gimana? Udah hampir empat bulan kamu disini, betah?"
"Orangnya baik-baik kok, pa. Dev betah,"
"Bagus lah," ucap Damar sambil menepuk pundak kanan Devano. Terselip tatapan berharap dari mata Damar. Devano tidak bisa mengartikan itu. ia hanya memilih untuk tetap diam, sampai Damar menarik nafas yang cukup panjang, lalu membuangnya perlahan. "Kemungkinan sebentar lagi papa pensiun. Papa kepikiran untuk suruh kamu gantiin papa. Bisa?"
Devano sempat tersentak. Beberapa detik kemudian ia menatap lantai, lalu mendongakkan kepalanya lagi. "Boleh Devano pikir-pikir dulu gak, pa?" tanya Devano dengan hati-hati.
Mendengar nada bertanya Devano yangg sangat berhati-hati, Damar justru terkekeh. "Silahkan. Pilihlah keputusan terbaik. Papa percaya sama kamu." Ucap Damar lalu pergi meninggalkan ruangan Devano.
Baru saja Damar melangkah, ia membalik badannya lagi. "Gimana istri kamu?"
Devano tersentak mendengar pertanyaan Damar. "Baik, pa,"
"Kandungannya? Udah berapa bulan?"
"Sehat juga, pa. Udah tiga bulan,"
Setelah lega mendengar kabar anaknya dan calon cucunya, Damar benar-benar berbalik badan lalu kembali keruangannya.
Sepeninggalan Damar, Devano langsung menutup pintu dan kembali berjalan ke meja kerjanya.
***
"Hah? Seriusan lo?" tanya Mora memastikan.
"Iya, ra. Dia telfonan aja ngejauh dari gue. Kalaupun itu kerjaan, ngapain ngehindar? Gue gak se-protective itu," jelas Naura.
Tepat setelah Devano berangkat, Naura langsung merapihkan urusan rumahnya, lalu menelfon teman-temannya. Awalnya ia ingin menelfon Nashwa dan Mora secara bersamaan, namun sepertinya Nashwa masih sibuk., jadilah hanya dirinya dan Mora.
Ia menceritakan semua uneg-uneg dan berbagai kemungkinan yang ia tebak.
"Mungkin project rahasia perusahaan?"
"Rahasia perusahaan? Apa yang mau dirahasiain? Itu perusahaan bokap gue,"
"Iya juga, sih. Terus apa dong?"
Naura mengelus perutnya yang mulai membuncit itu. "At—"
"Lo gak mikirin kemungkinan terburuk, nau?"
"Kemung—gila lo!" seru Naura begitu tersadar akan apa yang dimaksud Mora. "Gak mungkin lah,"
"Who's know, nau. Setan dimana-mana,"
"Lo mah. Gue lagi mencoba mikirnya yang positif, lo mikir sampe kesana,"
"Lo jangan selamanya liat sisi baik doang, nau. Manusia punya dua bahkan lebih kepribadian yang bisa beda-beda, tergantung dimana lo berada," ucap Mora dengan nada serius. "Bisa aja kan, Dev didepan lo manis, dikantor genit? Gue bukan nuduh, tapi itu hukum alam. Lo juga pasti punya kepribadian lain kalau lo ada disatu tempat yang berbeda."

KAMU SEDANG MEMBACA
Kamu
Random[15nov'19-24okt'20] Kamu, yang aku mau. Kamu, yang aku cinta. Kamu, yang akan aku jaga, selamanya.