15. Putus.

1.3K 53 23
                                    

******

"WHATT?!?!"

Naura langsung menutup kedua telinganya. Teman-temannya itu sangatlah berisik.

"Kakak lo pulang?" tanya Nashwa memastikan sekali lagi setelah Naura selesai menceritakan kejadian semalam. "Beneran pulang?"

Naura mengangguk lemas. "Dari semalem gue mau ngobrol sama dia, tapi dia selalu menghindar. Gak tau kenapa,"

Semalam, setelah selesai mengobrol dengan Devano, Steffi langsung memasuki kamarnya, dan menguncinya. Mengabaikan panggilan dari semua orang yang mengetuk pintunya.

Begitupun dengan Devano, ia langsung keluar rumah setelah berpamitan dengan Juni. Bahkan tak mengucapkan selamat tinggal pada Naura.

"Devano juga berubah, semenjak ketemu kakak gue." ucap Naura dengan nada lesu.

Mora mengangguk paham. "Mungkin dia masih sayang sama kakak lo," ucapnya berusaha sehalus mungkin. "Ada perasaan kangen didalem hatinya tapi malu ditunjukin. Dan, dia lagi ragu sama hatinya, mungkin?" analisis Mora sangatlah detail.

Naura menundukkan kepala. Merasa pusing dengan apa yang terjadi padanya.

Nashwa mengelus pundak Naura. "Coba lo ajak Devano ngobrol berdua, tanya gimana nasib hubungan kalian," sarannya.

Mora mengangguk, ikut menyetujui. "Nanti istirahat, ke kantin. Samperin dia,"

"Oke, deh," akhirnya Naura menjawab.

***

Pelajaran pun dimulai. Jujur saja, Devano tak bisa fokus selama guru menjelaskan. Pikirannya liar kemana-mana.

Otaknya menariknya untuk mengingat masa-masa cinta monyet dengan Steffi. Masa itu sangatlah indah. Namun, sangatlah singkat.

Seharusnya, pertemuan kemarin malam membuat hatinya bersorak senang. Tapi, kenapa kini hatinya malah ragu? Mengapa hatinya seakan diuji? Apakah karena kini posisi Steffi sudah tergeser oleh adiknya, Naura?

Devano mengacak rambutnya frustasi. Saat sedang pusing dengan Steffi, tiba-tiba ia seakan memikirkan bagaimana kelanjutam kisahnya dengan Naura.

Ia takut, karena hatinya yang sedang dilema, ia malah mengakiti hati perempuan itu. Ia tak mau. Tidak sama sekali.

Ia terus memikirkan jalan keluarnya. Terlintas satu ide gila yang bahkan sangat tak ia inginkan. Apa gue putus aja, ya?

"DEVANO!" teriak guru perempuan itu saat melihat Devano malah melamun saat ia menerangkan sejarah yang sangat panjang. "Kamu kenapa bengong?!"

Devano tersentak setelah lengannya disenggol oleh Leon, teman sebangkunya. "Kenapa, bu?" jawab Devano santai.

Bu Arumi memijat kepalanya. Hampir 2 tahun ia menghadapi Devano yang banyak sekali tingkahnya. "Kamu gak bosen bikin saya emosi, ya?"

Devano menegakkan kepala, lalu tersenyum jahil. "Kan ibu yang emosi, ibu yang cape dong." jawabnya santai.

Gelak tawa seisi kelas pun pecah.

Bu Arumi melemparkan tatapan tajam ke Devano. Cowok itu langsung terdiam, dan menunduk.

"Kamu lari dilapangan, 10 kali!" perintah Bu Arumi.

Devano langsung berdiri, dan pergi meninggalkan kelasnya menuju ke lapangan basket.

***

Bagi Devano, lari 10 putaran sangatlah kecil. Saat latihan basket, ia diharuskan lari 20 kali putaran. Jadi, ia sudah terbiasa.

KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang