2. Kenyataan.

2K 76 5
                                    

Cerita ini hanyalah fiksi.
---

Naura tiba dirumahnya. Dia hendak menuju kamar, dan merebahkan badan.

Namun, langkahnya terhenti saat posisinya tidak jauh dari kamar mama. Tak perlu pikir panjang, ia langsung menghampirinya.

"Ma, kenapa?" tanya Naura khawatir. Ia memeluk mama dari samping, berharap dapat meredakan sedikit isakan mama.

"Kakak.." jawab mama lirih.

"Kakak kenapa, ma?" Naura semakin khawatir.

Mama tak menjawab, malah semakin Mengembangkan isakkannya.

"Ma, kakak kenapa?!" Naura menaikkan satu oktaf suaranya, namun tetap menahan agar tidak membentak.

"Kakak belum bisa ditemukan, dek," ujar mama lirih.

"Udah aku bilang, stop pencarian Steffi." entah sejak kapan papa sudah bersandar pada lemari pakaian. "Gak guna 'kan nyari dia kesana kemari? Cuman ngerepotin banyak pihak, dan apa? Gak membuatku hasil."

"Papa, kok gitu sih?" tanya Naura.

Memang, sejak awal, penyebab utama hilangnya Steffi adalah hinaan yang selalu terlontar dari mulut papanya. Entah karena apa, papa selalu tidak suka dengan Steffi. Bahkan ia tak pernah mengajak Steffi ke acara kantor nya sekalipun, hanya Naura. Ia selalu menjelekkan Steffi didepan seluruh keluarga besar nya.

Jadi, saat mendengar Steffi menghilang, papa menentang keras untuk melapor pada polisi. "Biarkan saja anak itu. Dia gak berguna." ujarnya waktu itu.

"Ya emang bener kan? Satu tahun kita menelusuri Indonesia, bahkan sekarang udah keliling Asia Tenggara. Dan apa? Apa hasilnya?" tanya papa sarkas.

"Pa.." mama mencoba menghentikan perilaku suaminya itu. Ia tahu, apapun yang keluar dari mulut papa tenang Steffi bukanlah hal yang bagus, dan itu bisa saja membuat Naura menangis. "Udah pa, udah,"

"Mama masih mau nyari anak itu?" kini tatapan tajam papa tertuju pada mama. "Sampai kapan, ma? Papa cape harus denger mama selalu nangis abis terima telpon dari polisi," ujar papa. Kini pandangannya beralih pada anak bungsu nya itu. "Dan kamu, gak cape tiap malem mikirin Steffi?"

Naura berusaha keras menahan air matanya yang siap meluncur kapanpun. Tapi, melihat mama nya sedang dalam keadaan rapuh, ia tak boleh rapuh juga. Ia harus kuat. Karena, saat ini, hanya dia satu-satunya sumber kekuatan mama. "Pa, stop. Please?" Naura berusaha berbicara se halus mungkin. "Pa--"

"Yaudah terserah papa. Mama ikut aja," mama motong ucapan Naura.  Naura dan papa langsung menatap mama heran.

"Ma?"

"Iya. Gapapa. Apa yang papa bilang bener, kok," ucap mama dengan nada suara yang diturunkan sedikit. "Pencarian kakak emang gak ada perkembangan dalam setahun ini." lanjut wanita berusia 37 tahun itu.

"Akhirnya mama sadar, kalau anak itu cuman nyusahin." ucap papa. Sedetik kemudian, papa pergi meninggalkan dua wanita itu.

Naura masih tak percaya atas apa yang ia dengar dari mulut mamanya. "Ma, mama serius? Mama gak ngigau kan?" tanya Naura memastikan.

KamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang