Terluka

14.2K 1K 45
                                    

"Kamu tidak diperkenankan untuk pulang, karena mulai hari ini kamu akan tinggal disini." ucap Ammar tegas.

"APA?!" ucap Alana tak percaya.

"Iya sayang. Mulai hari ini kita tinggal bersama."

"Ngga. Aku ngga mau. Aku mau pulang sama Ayah." Tolak Alana. Ammar tertawa.

"Lagi pula mana boleh tinggal serumah kalau belum resmi menikah?" ucap Alana lagi.

"Jadi kamu sudah bersedia menikah denganku,hm."

Mampus.

Alana terjebak oleh ucapannya sendiri. "Aku ngga bilang aku setuju untuk nikah. Aku bilang ngga boleh tinggal serumah tanpa adanya ikatan resmi."

Lagi lagi Ammar tertawa mendengar ucapan calon istrinya. "Apa bedanya tinggal sekarang dan nanti. Aku ingin kamu mulai terbiasa tinggal dirumah ini sebelum kita resmi menikah."

"Ngga mau! Pokoknya aku ngga mau nikah!" tolak Alana kekeuh.

"Kalau begitu kamu harus membayar semua hutang-hutang ayah mu beserta bunganya sekarang juga, dan pernikahan kita batal." Ammar menantang Alana.

"Gimana caranya cari..."

"Itu urusan mu, bukan urusanku. Kalau menolak pernikahan ini kamu harus membayar semua hutang judi ayahmu hari ini juga sebesar 10,5 Miliar beserta bunganya."

Kedua mata Alana membelalak mendengar nominal yang disebutkan oleh Ammar. Jadi harga dirinya hanya di hargai 10.5 Miliar.

"10.5 Miliar? Bagaimana bisa sebanyak itu hutangnya. Anda pasti salah hitung." tuding Alana. Ammar berjalan mendekati Alana. Di tatapnya wajah gadis cantik yang menatapnya penuh kebencian.

"Aku seorang pebisnis yang handal. Tidak mungkin aku salah menghitung hutang beserta bunganya."

Alana menatap Ayahnya. Ia berharap Ayahnya memberikan pernyataan lain. Tapi sayang Bahrun menganggukkan kepala. Hutang yang ia miliki sebesar apa yang di katakan oleh Ammar.

"Ayah!?"

"Maafkan Ayah." Bahrun menundukkan kepalanya. Alana jatuh terduduk dilantai. Kedua kakinya lemas. Tak sanggup menahan tubuhnya lagi.

Tangis Alana pecah. Bahrun sang ayah ikut menangis. Ia memeluk tubuh putrinya sambil terus mengucapkan kata maaf.

"Kenapa? Kenapa Ayah lakukan ini padaku? Kenapa yah!!" ucap Alana frustasi.

"Maafkan Ayah, Nak. Maafkan Ayah."

"Alana benci Ayah!!" ucap Alana sambil pergi meninggalkan Bahrun sendirian. Bahrun mencoba untuk pergi menyusul putrinya, namun ia di hadang oleh Syarif dan anak buahnya.

"Kau boleh pulang. Putri mu akan menjadi urusanku." ucap Ammar mempersilahkan Bahrun untuk pulang.

"Tapi juragan..." Bahrun tak berani membantah. Ia pun pulang dengan perasaan tak menentu.

***

Sepeninggalan Bahrun, Alana berlari menjauh. Mencoba mencari jalan keluar dari sana. Ia di buat bingung dengan banyaknya lorong dan pintu di dalam istana megah Ammar.

Alana mencoba membuka satu persatu pintu yang ada di sana, berharap ada pintu keluar. Ia mencoba mengingat-ingat lagi arah tadi ia datang.

Saking asiknya mencari pintu keluar, Alana tidak memperhatikan jalanan yang ia lalui, hingga kakinya tersandung sesuatu. Ia jatuh terjerembab.

"Ssffh..." ringis Alana kesakitan karena kedua lutut dan kedua sikunya terasa perih. Alana mencoba berdiri tapi ia kembali terduduk.

Pergelangan kakinya terkilir dan mulai bengkak. Alana semakin merutuki dirinya sendiri. Belum sempat Alana berdiri, sebuah selimut tersampir menutupi tubuhnya.

Tubuhnya pun tiba-tiba terasa ringan dan melayang. Alana tampak kaget saat melihat Ammar tengah menggendongnya menuju sebuah ruangan. "Lepas!! Turunkan aku!!"

Alana meronta-ronta. Ia berusaha melepasakan diri dari gendongan Ammar. "Diamlah sayang. Nanti kamu jatuh lagi." ucap Ammar tenang tak terpengaruh oleh rontaaan dan teriakan Alana.

Ammar membawa Alana ke kamar pribadinya. Kamar yang sebentar lagi juga menjadi kamar Alana setelah mereka menikah nanti. Alana di dudukkan di atas ranjang.

"Ambilkan kotak obat dan air hangat." titah Ammar kepada Syarif. Pria itu mengangguk lalu segera pergi.

***

TBC

The Fourth Wife (REPUBLISH) || TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang