Kembali

10.6K 913 37
                                    

Ammar tak henti tersenyum melihat wajah istrinya yang kembali berseri. Ngidam istrinya berhasil ia kabulkan dan tak disangka-sangka Alana memberinya hadiah kecupan bertubi-tubi di wajahnya.

Saking gemasnya, Ammar ingin segera menyeret istrinya pulang ke rumah lalu menghabiskan sisa hari itu dengan kegiatan panas mereka.

Tapi ia baru ingat kalau istrinya lagi hamil muda. Tidak boleh terlalu sering disentuh olehnya. Ia tak mau bayi yang di harapkannya itu kenapa-kenapa.

Sudah dua gelas es teh manis yang dihabiskan oleh sang istri sebelum mereka pulang, itu pun masih minta di bungkus untuk perjalanan pulang. Ammar tak mempermasalahkan itu asalkan istrinya senang dan kembali menjadi istrinya yang manja.

"Mas..." ucap Alana tiba-tiba gelendotan di lengan kekarnya, membuat Ammar mulai tak konsen.

"Kenapa sayang?"

"Pengen di elus." Alana mengarahkan tangan Ammar ke atas perutnya. Ammar tersenyum, ia pun mengelus perut istrinya dengan perlahan.

"Lupa ya?" ucap Alana.

"Iya maaf ya. Untung mama ingetin papa."

Alana kembali merona saat namanya dipanggil mama oleh Ammar. Iya ya ia akan menjadi ibu-ibu karena bayi yang tengah dikandungnya.

"Kok mama?"

"Ya kan mama papa."

"Sama donk kayak istri-istri mas terdahulu. Ngga mau ah. Aku pengen dipanggil beda." ucap Alana tak suka.

"Ya udah mau dipanggil apa?"

"Bunda." ucapnya bersemangat. "Papa dan Bunda aja ya."

"Ngga nyambung sayang. Kalau papa itu pasangannya mama. Kalau bunda itu ayah pasangannya. Masa papa dan bunda."

"Pokoknya mau papa dan bunda, titik."

"Ya boleh. Papa bunda biar beda sama orang kan." Alana mengangguk. Ammar mencium puncak kepala istrinya.

"Pa, boleh ngga bunda ke rumah ayah. Kangen ayah sekalian mau kasih tahu kalau ayah sebentar lagi akan jadi kakek."

"Boleh sayang. Sekarang mau kesana?"

"Iya. Tapi beli makanan dulu buat ayah ya."

"Siap Nyonya Dellano." Alana tertawa riang.

***

Ammar membawa istrinya ke supermarket. Mereka membeli banyak sekali keperluan dapur untuk Bahrun yang tinggal sendiri.

Ia berkali-kali meminta ayahnya untuk tinggal bersama mereka tapi Bahrun tahu diri dan malu kalau tinggal dirumah putrinya yang sudah dia jual. Padahal Alana tak pernah membahas itu lagi, karena saat ini ia sudah bahagia bersama Ammar.

Apalagi kebahagiaan mereka bertambah dengan hadirnya calon penerus keluarga Dellano yang tengah berkembang di rahimnya.

Berhubung Ammar tak ingin tinggal bersama, Alana tiap minggu mengirimkan bahan makanan untuk sang ayah.

Sesampainya di rumah Bahrun, Alana langsung menghampiri ayahnya yang tengah duduk menunggu kedatangannya di teras rumah. Ayah dan anak itu saling berpelukan.

Ammar pun memeluk erat mertuanya. Mereka pun masuk ke dalam rumah. "Ayah... doakan ya menjelang akhir tahun ini ayah akan dipanggil datuk." ucap Alana membuat mata Bahrun berbinar.

"Apa? Datuk?" Alana mengangangguk. Ia membawa tangan ayahnya ke perutnya. "Calon cucu ayah lagi berkembang dengan baik di dalam sini. Doakan Lana sehat ya ayah."

"Ya Tuhan nak. Selamat atas kehamilannya. Ayah ikut bahagia." Bahrun memeluk tubuh putrinya. 

"Makasih ayah. Ayah juga harus sehat agar bisa menyaksikan cucu ayah lahir."

"Harus. Ayah harus bisa gendong cucu ayah nanti."

Mereka pun kembali mengobrol. Alana pamit sebentar ke dapur membuatkan minum untuk ayah dan suaminya. Tak lama Bahrun datang menghampirinya.

Ia pura-pura membantu putrinya menyiapkan minuman dan camilan. Alana nyaris menjatuhkan nampan yang dipegangnya saat diberi tahu kalau Dion sudah kembali.

***

"Apa ayah bilang? Siapa yang kembali?" tanya Alana dengan suara bergetar.

"Hari ini Dion menemui ayah. Ayah kira orang yang mengetuk pintu itu kamu, ternyata pas ayah lihat Dion."

"Ngga. Ayah mungkin salah lihat. Kak Dion udah meninggal. Tante Sinta yang bilang sama aku kalau Kak Dion meninggal bunuh diri gara-gara tragedi itu."

"Ayah yakin nak, itu Dion. Dia bahkan menanyakan kabar mu."

Alana terdiam. "Ayah takut dia menemui kamu. Ayah bilang jangan menemui kamu lagi karena kamu udah menikah dan bahagia. Tapi dia ngga percaya."

Alana sangat mengenal Dion. Jika ia menginginkan sesuatu ia pasti akan terus mengejar sampai yang ia inginkan tercapai.

"Apa kak Dion tahu aku menikah dengan siapa?"

"Ngga karena ayah keburu menutup pintu. Tak lama ia pergi dari sini."

"Ayah sangat takut saat kamu kemari bertemu dengan Dion. Ayah hanya ingin memberi tahu itu. Ayo segera ke depan. Tidak enak meninggalkan juragan terlalu lama."

Alana kembali dari dapur sambil membawa minuman dan camilan dengan hati yang resah. Bagaimana bisa Dion ada di sini padahal ia tahu kalau Dion sudah meninggal karena bunuh diri.

Jadi apa yang sebenarnya terjadi? Apakah tante Sinta sengaja berbohong untuk menjauhkannya dari Dion? Pikir Alana dalam hati.

***

TBC

The Fourth Wife (REPUBLISH) || TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang