"Maaf ya hari ini ada banyak kerjaan yang ngga bisa ditinggal. Bunda di antar sama Syarif dulu ya kuliahnya. Semoga nanti pulang kuliah papa bisa jemput." ucap Ammar mengelus rambut istrinya.
"Santai aja. Ya udah mas berangkat gih. Nanti telat."
"Ya udah. Papa berangkat dulu ya sayang." Alana mengangguk. Ia membalas ciuman mesra suaminya. Alana mengantar Ammar sampai teras. Ia melambaikan tangan saat mobil yang ditumpangi Ammar mulai meninggalkan kediaman utama.
Setengah jam kemudian Alana pun berangkat di antar Syarif. Tika di minta untuk mengerjakan yang lain. "Tumben banget mas Syarif yang di minta antar jemput aku kuliah, biasanya kak Tika yg nemenin." ucap Alana penasaran.
Syarif menatapnya dari kaca mobil, "Saya kurang tahu. Kami di beri tugas oleh juragan dan kami akan mengerjakannya dengan sungguh-sungguh." ucapnya kaku.
"Ck... ya ampun aku kayak nonton sinetron kerajaan deh. Kaku banget sih ngomongnya, Mas. Apa mas Syarif sama istri dan anaknya juga ngomong kaku kayak gini?"
Syarif berdehem, "Saya belum menikah."
"Serius?" Syarif menganggukkan kepala. "Kenapa?" tanya Alana dengan polosnya.
"Saya tidak cukup baik baginya... mungkin." Syarif meragu.
"Beuh... siapa yang bilang mas Syarif ngga baik? Apa dia yang bilang kayak gitu? Ck bego banget sih jadi cewek. Matanya ke tutup gerobak baso kali." gerutu Alana kesal membuat sebuah senyum menghiasi wajah Syarif yang cenderung datar.
"Apa si cewek itu tahu kalau mas Syarif suka sama dia?"
"Saya belum sempat mengutarakan perasaan saya dan yang saya tahu dia sudah menikah." ucapnya sedih. Alana merasa tak enak.
"Maaf ya Mas, aku ngga tahu kalau..."
"Sudah tidak apa-apa. Lagi pula saya bahagia melihatnya bahagia. Itu sudah lebih dari cukup. Mungkin memang Tuhan tidak menggariskannya menjadi tulang rusuk saya."
"Mas Syarif benar. Sedih boleh tapi jangan berkepanjangan. Aku tahu mas Syarif orang yang sangat baik dan hangat dibalik wajah datar itu. Aku yakin suatu hari nanti akan ada wanita yang melihat dan menerima mas Syarif apa adanya. Semangat Mas!" ucap Alana berapi-api.
Syarif tertawa melihat tingkah Alana. Melihat Syarif tertawa adalah hal yang sangat langka baginya. "Tuh kan ganteng banget. Makanya jangan pasang muka datar terus Mas. Kamu ganteng banget tahu kalau senyum atau ketawa."
Syarif salah tingkah. "Apa mau aku kenalin sama temen-temen kampus aku?" goda Alana.
"Tidak. Tidak usah terima kasih."
"Dih malu-malu onta lu."
***
Karena jadwal kuliah Alana yang singkat hari itu, Syarif menunggu Alana pulang kuliah di parkiran. Ia terus berkomunikasi dengan Tika yang sedang menunggui Ammar berobat.
Hari ini jadwal Ammar kembali berobat karena pria itu merasa ada yang tak beres dengan tubuhnya. Ia kembali berbohong dan mengatakan akan menghadiri pertemuan dengan kolega bisnisnya. Tak ingin membuat keributan, akhirnya ia meminta Syarif untuk menjaga dan mengawasi Alana selama ia tidak disampingnya.
Ia meminta Tika untuk menemaninya. Entah mengapa Ammar punya feeling tidak enak beberapa hari ini tentang Alana. Ia mencoba mengabaikan rasa itu tapi tak kunjung hilang dan malah semakin menguat.
Syarif mematikan sambungan teleponnya dan tubuhnya menegang saat melihat seorang pria yang baru saja turun dari mobilnya. Matanya terus mengawasi pria yang masuk ke dalam area kampus.
"Tuan muda Dion." ucapnya.
Syarif bergegas keluar dari mobil dan segera menghampiri Dion yang sepertinya akan menemui Alana. Ia harus mencegah Alana untuk bertemu dengan Dion. Sudah dipastikan wanita itu akan kembali luluh dengan pria masa lalunya yang masih ia cintai hingga saat ini.
Syarif mengumpat karena ia kehilangan jejak Dion gara-gara bertubrukan dengan seorang mahasiswi. Syarif kebingungan sendiri mencari dimana Alana berada. Ia mencoba menelpon tapi tak diangkat.
Syarif merutuki kebodohannya sendiri karena tidak mengantar Alana sampai ke kelasnya. Ia tak mungkin mengitari seluruh kelas hanya untuk mencari Alana. Gedung kampus itu sangatlah luas. Lagi pula setengah jam lagi Alana selesai, tak mungkin baginya mencari Alana di seluruh penjuru kelas dalam waktu setengah jam.
Sementara itu, Alana yang baru saja menyelesaikan mata kuliah terakhirnya. Ia dan beberapa orang temannya berjalan keluar dari kelas sambil berbincang-bincang.
Hari ini Alana sangat senang karena bayinya sangat tenang di dalam sana. Saat mendengarkan materi, Alana sesekali mengelus perutnya dan mengajak calon anaknya itu bicara dalam hati.
Seolah tahu sang mama tengah belajar, si jabang bayi itu tak berulah yang membuat sang mama mual dan muntah parah. Itulah mengapa wajah Alana sangat berseri tiap kali pergi kuliah.
Di tengah keasikannya mengobrol dengan teman, Alana di kagetkan dengan cekalan tangannya yang kuat. Ia dan teman-temannya menoleh kebelakang dan....
"Kak... Dion!" ucap Alana terkejut melihat Dion tersenyum ke arahnya. "Hai sayang. Kakak pulang." sapa Dion sambil tak berhenti tersenyum ke arah wanita yang di rindukannya selama ini.
***
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fourth Wife (REPUBLISH) || TAMAT
RomanceDi nikahi untuk dijadikan istri ke empat, adalah hal yang tidak akan pernah Alana harapkan dan impikan. Apalagi yang menjadi suaminya adalah seorang pria tua yang pantas menjadi ayahnya. Tak hanya itu, pria yang menikahinya itu adalah ayah dari pri...