Penyesalan

11.1K 869 18
                                    

Braaakkkk....

Syarif memejamkan matanya. Ammar tampak murka saat membaca laporan yang ia serahkan. Tangannya mengepal. Tubuhnya bergetar. Beberapa lembar kertas itu langsung di remas dengan kuat.

"Brengsek! Siapa yang berani melakukan itu terhadap calon istriku." ucapnya geram. Kedua bola matanya terlihat tajam. Syarif belum pernah melihat Ammar semarah itu. Bahkan di saat ia memergoki mantan istrinya berselingkuh di belakangnya.

"Siapa orangnya?!"

"Maaf Tuan. Dari informasi yang saya dapat, pria yang menculik dan nyaris memperkosa nona Alana sudah meninggal. Nona Alana memukul kepalanya dengan sebuah besi dan dia meninggal ditempat."

"Sial!!" umpat Amar lagi. "Dia beruntung karena sudah mati. Kalau tidak aku sendiri yang akan membunuhnya dengan tanganku."

"Tapi Tuan..."

"Kenapa? Kau menemukan sesuatu?"

"Dari data yang ku kumpulkan ada satu hal yang terasa ganjil."

"Apa itu?"

"Si penculik itu mendapatkan uang dalam jumlah besar beberapa jam setelah ia meninggal. Sepertinya itu uang yang ia dapatkan dari seseorang yang memerintahkannya untuk menculik nona Alana."

Ammar kembali memeriksa kertas-kertas yang sudah lecek di tangannya. Ia menemukan sejumlah uang yang masuk ke dalam rekening si penculik. "Kau sudah memeriksa rekening siapa itu?" tanya Ammar.

"Sudah tuan tapi rekening itu langsung di tutup dan sudah tidak dipakai lagi. Nama pengguna pun palsu. Sepertinya rekening itu di buka hanya untuk traksaksi itu dan setelah berhasil langsung di tutup."

"Cepat cari tahu. Aku ingin mereka semua tertangkap."

"Baik Tuan."

Syarif pun undur diri. Saat akan menutup pintu ruang kerja, Ammar kembali bertanya. "Bagaimana dengan Tika?"

"Tika sudah siuman dan sekarang tengah bersama nona Alana."

"Dia pasti sangat kaget. Baiklah awasi terus istriku dari jauh."

"Baik Tuan."

Ammar pun membalikkan tubuhnya menghadap kaca besar yang menyuguhkan pemandangan yang sangat indah.

***

Alana tersenyum melihat wajah Tika lagi. Tika menggenggam tangannya. Wajah Alana masih terlihat pucat dan ia sangatlah lemah. Bekas air mata masih menggenang, bahkan masih menetes membasahi pipinya.

"Aku senang bisa melihat kakak lagi." ucap Alana dengan suara serak.

Tika mengelus pipi basah itu. "Kakak juga senang ketemu kamu, Al. Maafin kakak yang ngga bisa jagain kamu dengan baik."

Alana menggelengkan kepalanya. "Ini bukan salah kalian."

"Tetap saja kakak merasa ngga berguna. Maafin kakak, Al."

Keduanya berpelukan. Ammar yang hendak masuk ke dalam kamar, tampak terdiam di depan pintu kamar. Hatinya terluka melihat Alana tak berdaya seperti itu.

Sejak kejadian itu, Ammar menelpon Bahrun Ayah Alana, dan Bahrun menyayangkan itu. Selama beberapa tahun sejak kejadian naas itu, Alana hampir sembuh dan melupakan trauma itu. Tapi ia tiba-tiba kembali mengorek luka lama Alana dan membuat trauma itu kembali timbul ke permukaan.

Ammar kembali menutup pintu. Ia memilih pergi dari Villa untuk menenangkan diri.

***

Tika melihat Alana tidak memakan makanannya. Ia hanya diam termenung dan mengaduk-aduk makanannya saja. Padahal Tika yakin Alana sangat lapar karena sejak kemarin malam, Alana belum makan dengan benar.

"Ayo dimakan donk. Masa cuma di aduk-aduk doank. Ini makanan bukan perasaan. Jadi ngga usah di aduk-aduk kayak gini." ucap Tika sedikit menggoda Alana.

Gadis cantik itu sedikit tersenyum. "Apaan sih Kak."

"Di makan donk. Itu kakak yang masak loh. Ngga biasanya kakak masakin buat kamu. Biasanya bibi terus yang masak."

"Alana ngga lapar, Kak." Ia menaruh sendok di atas piring lalu menjauhkannya dari hadapannya.

"Makan Al. Dari kemarin makan kamu ngga bagus. Ditambah kondisi kamu lagi kayak gini. Kakak ngga mau kamu jatuh sakit. Yuk di makan. Apa mau kakak suapi?"

Alana menggelengkan kepala. Tika pun mengambil tindakan tegas. "Kalau tetap ngga mau makan, ya udah kakak lebih baik pulang ke rumah utama daripada temenin kamu yang keras kepala ngga mau dengerin apa yang kakak katakan."

Alana menahan lengan Tika saat dirinya beranjak pergi. "Ah... Jangan tinggalin aku sendiri, Kak. Aku takut."

Air matanya kembali tumpah. Tika menghela nafas. "Ya udah kalau kamu mau kakak temani kamu di sini, ayo nurut sama kakak."

Alana menganggukkan kepalanya. Ia kembali menarik piring dan mulai menyuap makanannya ke dalam mulut. "Nah gitu donk. Habiskan ya."

Tika mengelus rambut panjang Alana. Meski tak menghabiskan makanannya, setidaknya perut Alana diisi makanan. Tika menyodorkan beberapa butir obat yang kini harus rutin ia minum kembali setelah sekian lama ia tak ia konsumsi.

***

TBC

The Fourth Wife (REPUBLISH) || TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang