Di jemput

14.6K 1K 33
                                    

Makasih semuanya lagi-lagi 350 votes terlewati 😍

Triple Update for today ☺️

🐝🐝

Alana celingukan mencari mobil suaminya. Tidak biasanya Ammar telat menjemputnya pulang. Sudah setengah jam ia menunggu suaminya datang tapi tak kelihatan juga batang hidungnya.

Alana mencoba menghubungi nomor suaminya tapi sibuk, dan itu membuatnya sangat kesal. "Pergi kemana sih? Katanya mau jemput tapi sampe sekarang belum datang juga." gerutu Alana.

Meski sudah masuk jam pulang, kampusnya masih ramai dengan mahasiswa yang masih betah berada disana. Ada sengaja nongkrong, kegiatan ekstrakulikuler dan aja juga mengerjakan tugas dengan bermodal wifi gratis.

Alana memilih duduk di salah satu bangku taman tak jauh dari tempat parkir. Ia sengaja duduk disana agar Ammar gampang menemukannya.Cuaca hari itu cukup menyengat. Keringat mulai membasahi wajah Alana.

Tak lama berselang, sebuah mobil berwarna hitam masuk ke dalam gerbang kampus. Alana langsung berdiri dan segera menghampiri mobil yang sudah datang menjemputnya.

Saat pintu mobil dibuka, Alana tampak kecewa karena bukan Ammar yang menjemputnya tapi Syarif. Raut muka Alana berubah kesal. "Maaf datang telat. Tuan mendadak memberi tahu ku untuk menjemput mu." ucap Syarif yang tahu Alana kecewa.

"Ya udah gpp. Memangnya Bapak kemana?" tanya Alana.

"Ada sesuatu yang harus di urus dulu. Itu pun mendadak dan tidak bisa ditinggal. Makanya Tuan memintaku untuk menjemput."

Alana mengangguk. Suasana tampak hening tak ada obrolan selama dalam perjalanan. Alana semakin kesal karena terjebak macet cukup parah menuju rumah.

Syarif mencoba mencairkan suasana dengan menyetel radio. Beberapa lagu yang enak di dengar membuat mood Alana sedikit membaik.

Tes

Tes

Alana menatap tangannya yang berwarna merah pekat. Ia memegangi hidungnya dan dari sanalah cairan berwarna merah itu berasal.

Syarif menghentikan mobilnya di pinggir jalan. Dengan sigap ia mengelap darah yang keluar dari hidung Alana. Wanita itu hanya bisa diam tak tahu harus berbuat apa.

Syarif tampak lega karena mimisan Alana bisa dihentikan. Ia pun kembali melajukan mobilnya menuju rumah. Alana berpesan agar Syarif tidak mengatakan apapun tentang mimisan tadi kepada Ammar.

***

Di tempat lain,

"Bagaimana kondisi mu?" tanya seorang dokter yang menempelkan stetoskop ke dada bidang Ammar.

"Aku baik-baik saja."

"Dasar tua bangka. Masih saja berbohong. Kau tahu penyakitmu semakin lama semakin parah. Apanya yang baik-baik saja." ucap Jansen teman sekaligus dokter yang merawat Ammar.

"Kau dan Syarif terlalu berlebihan. Aku baik-baik saja, hanya sedikit lelah. Maklum pengantin baru bawaannya pengen nempel terus."

Ammar tertawa itu malah membuat Jansen semakin kesal. Jika bukan temannya, mungkin ia sudah mengetuk kepala Ammar dengan keras.

"Sampai kapan aku berada disini? Istri kecil ku pasti mencari ku."

"Diam dan jangan banyak bicara. Bulan lalu kau mengabaikan pengobatan mu, makanya kau ambruk lagi tadi. Jadi sekarang kau ku hukum sampai obatnya habis."

"Ck... Kau tahu aku sudah sangat bosan berbaring disini terus. Lebih baik aku pulang ke rumah bertemu istriku."

"Kalau kau memaksa, akan ku bocorkan penyakitmu sekarang juga." ancam Jansen tak main-main.

Dengan terpaksa Ammar menuruti apa yang di katakan oleh dokternya itu. Lebih baik ia mendengarkan saran temannya itu dari pada tidak bisa bertemu lagi dengan istri tercintanya.

Ammar menyalakan ponselnya lalu mengetik sebuah pesan untuk Syarif. Tak lama pria itu membalas pesannya.

Istri anda sudah sampai di rumah dengan muka kesal. Ia kesal karena bukan Tuan yang menjemputnya.

Ammar tertawa membaca pesannya. Ia menyimpan ponselnya di atas meja. Ia sudah tak sabar untuk segera pulang dan bertemu istrinya.

***

TBC

The Fourth Wife (REPUBLISH) || TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang