Saling terbuka

9K 892 31
                                    

Alana tersenyum mesra. Sejak mengakui perasaanya terhadap Ammar, wanita itu tak pernah melepaskan pelukannya. Berada dalam pelukan Ammar adalah hal yang menenangkan hatinya. Itulah mengapa ia senang memeluk tubuh suaminya itu.

"Sayang ku ini senyam-senyum sendiri. Takut deh." Alana malah semakin mempererat pelukannya. "Biarin aja. Aku suka."

"Udahan yuk mandinya. Kasihan baby nanti kedinginan sayang."

Alana menggelengkan kepalanya, "Kan ini diangetin sama papa." Ammar tersenyum. Miliknya masih menancap di bawah sana. Kegiatan panas mereka berlanjut di kamar mandi. Di dalam bath tube keduanya kembali mengulang aktifitas menyenangkan itu.

"Udahan ya sayang. Kita ngga istirahat sama sekali nih dari semalam. Kasihan baby sayang."

"Ya udah deh." ucap Alana malas. Keduanya pun beranjak dari dalam bathtube. Setelah membersihkan diri lagi, keduanya kembali ke kamar yang tampak berantakan karena aktiftas panas mereka.

Alana menghela nafas melihat kondisi ranjang yang berantakan tak karuan. Ia tak menyangka betapa ganasnya mereka semalam. Seprai dan selimut yang selalu tampak rapi, berubah posisi berceceran di lantai. Begitu juga dengan bantal.

Saat akan memberekan ranjangnya, Ammar menahan tangannya, " Biarkan saja pelayan yang beresin sayang. Kamu ngga boleh capek. Ingat ada bayi." ucap Ammar melarang.

"Tapi Pah, cuma beresin ini doank mah ngga apa. Malu donk bekas kita di beresin pelayan." Pipinya bersemu merah.

"Gpp biarkan saja mereka tahu kalau kita pasangan yang panas di ranjang."

"Ih papa mesum. Malu tahu." Alana menutup matanya dengan kedua tangan. Ammar tertawa. Ia menggandeng istrinya keluar dari kamar. Mereka pun sarapan bersama meski sudah telat.

***

"Sayang, kemari." ucap Ammar saat Alana membawakannya teh hangat. Alana pun segera menghampiri suaminya.

Ammar mendudukkannya di atas pangkuannya. Alana tampak tak nyaman, Ammar mendekatkan wajahnya kearah perut dan mengecupi calon anak mereka di dalam sana.

"Besok jadwal kontrol ya. Papa udah ngga sabar pengen tahu perkembangan kamu, Nak."

"Sama. Bunda juga udah penasaran beratnya udah berapa."

Ammar mencium Alana. Alana duduk disamping suaminya. "Mas... boleh aku mengatakan sesuatu?"

"Apa itu sayang?"

Alana tampak ragu, tapi ia tak mau ada rahasia di antara mereka. "Tentang masa lalu aku. Aku ngga mau ada rahasia lagi di antara kita. Mas mau dengar?"

Ammar terdiam sesaat lalu menganggukkan kepalanya. "Tapi aku harap Mas jangan marah ya. Karena itu semua masa lalu aku. Masa depan aku bersama Mas dan anak kita."

Ammar tersenyum. Alana pun mengatakan tentang masa lalunya bersama Dion. Ammar mendengarkan dengan seksama. Alana tak tahu apa yang akan dikatakan oleh suaminya itu. Bagaimanapun juga Dion adalah anak suaminya.

"Begitu Mas ceritanya." ucap Alana mengakhiri ceritanya. Hatinya tak menentu, entah apa yang akan dikatakan suaminya mengenai hal ini.

Ammar menatap wajah istrinya, "Mas sudah tahu tentang itu sayang, maaf."

"Apa?!"

"Begini sayang. Mas tahu cerita masa lalu kamu dengan Dion saat mencari tahu apa yang terjadi saat kamu trauma. Syarif menemukan banyak sekali kejanggalan dan salah satunya fakta bahwa Sinta yang memisahkan kalian."

"Kenapa Mas ngga bilang sama aku dari awal? Aku kira Mas..."

"Maaf sayang. Menurut mas itu semua masa lalu. Seperti kata mu Dion adalah masa lalu kisah kalian, yang perlu kamu pikirkan saat ini adalah kita."

"Apa Mas marah?" Ammar menggeleng.

"Untuk apa marah kalau ternyata istriku mencintaiku. Cemburu mungkin iya."

Alana mencium bibir suaminya. "Ngga usah cemburu, toh Mas udah punya semuanya termasuk hati aku."

"Iya sayang." Keduanya tersenyum senang.

"Sekarang giliran Mas yang jujur sama aku." ucap Alana sambil menatap wajah suaminya. Dahi Ammar berkerut.

"Jujur? Jujur tentang apa?"

"Tentang sakitnya Mas." Ammar tampak terkejut. Alana mengelus rahang kokoh suaminya. Raut wajahnya mulai sendu.

"Aku mau tahu Mas sakit apa? Aku ngga mau tahu dari orang lain. Aku mau suami ku sendiri yang mengatakannya padaku."

"Sa... Sayaang aku..."

"Kita udah berjanji untuk saling terbuka. Aku udah mengatakan masa lalu aku dengan kak Dion. Sekarang giliran Mas yang mengatakannya. Percayalah aku ikutan sakit lihat Mas memendam kesakitan itu sendirian."

Air mata Alana mulai menetes perlahan, makin lama semakin deras tak bisa dibendung. "Sayang... Jangan nangis."

"Aku mohon Mas... Katakan apa yang terjadi. Aku merasa seperti istri yang tidak berguna melihat suamiku menahan sakit selama ini. Aku ngga mau Mas. Aku ngga sanggup."

Tangis Alana semakin tak terbendung lagi. Ammar memeluk erat tubuh Alana yang bergetar hebat.

"Jangan menangis lagi. Mas akan mengatakan yang sebenarnya sayang. Tapi berjanjilah jangan menangis. Mas semakin sakit kalau kamu nangis kayak gini." Alana mengangguk. Ammar mengecup kepala istrinya.

***

TBC

The Fourth Wife (REPUBLISH) || TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang