Alana bergerak-gerak geli karena sedari tadi Ammar tak henti-hentinya menciumi perutnya. Suaminya itu sangat bahagia saat dokter memberi tahu kalau dirinya positif hamil.
Usia kandungannya baru menginjak 4 minggu. Pantas saja ia akhir-akhir ini agak sensitif dan cengeng. Belum lagi ia mulai ngidam dan muntah-muntah.
Ia benar-benar tak ngeh dengan semua yang ia alami itu ternyata tanda-tanda kehamilan. "Mas udah donk. Geli tahu." ucap Alana sambil menahan kepala Ammar yang seolah tak rela menjauh dari perutnya.
"Ngga mau. Masih pingin ciumin baby."
"Geli ih." Ammar tertawa. Ia mengangkat wajahnya dan menatap sang istri dengan sangat bahagia. "Makasih sayang. Makasih banget. Mas ngga nyangka secepat ini anak kita hadir." Tangannya mengelus lembut perutnya yang masih rata.
"Ya gimana ngga cepet jadi, mas bikinnya ngga kira-kira. Aku merasa badanku rontok. Pegal-pegal ngga karuan gara-gara Mas." ucapnya malu-malu.
Ammar tertawa, "Kalo itu kebutuhan yang tidak bisa ditawar lagi sayang. Mas sakit kalau ngga dikasih. Bisa panas dingin ngga konsen kerja."
"Alah alasan!"
"Apa butuh alasan bercinta sama istrinya,hm"
"Tahu ah! Ayo buruan katanya mau ke warung es teh manis itu. Ayo berangkat Mas." ucapnya manja.
"Siap istriku sayang."
Ammar memajukan wajahnya. Alana langsung mencium bibir suaminya. Sebuah ciuman panas dan panjang pun tercipta. Setelah cukup, Ammar pun segera melajukan mobilnya meninggalkan rumah sakit.
Keduanya sudah tak sabar ingin kembali lagi ke rumah sakit bulan depan.
***
London City
Seorang pria tengah berdiri menatap kerlap-kerlip lampu kota London dari balik kaca besar sebuah apartemen. Tangannya memegang gelas yang berisi minuman beralkohol.
Beberapa waktu yang lalu, ia menerima sebuah kabar tentang kematian ibunya. Ia adalah Dion Dellano. Salah satu keturunan keluarga Dellano yang dipaksa untuk meninggalkan rumah karena keegoisan sang mama.
Bukannya tak bisa pulang, tapi sang mama selalu berusaha mengurungnya di sana dan tak memperbolehkan dirinya untuk pulang dan bertemu sang kekasih hati.
Dion tak tahu apa yang sudah terjadi selama ini. Yang ia pikirkan adalah masa hukumannya berakhir. Sang mama sudah mati dan ia bisa kembali lagi ke rumah.
"Tunggu kakak pulang, sayang. Kakak berjanji ngga akan meninggalkan kamu lagi. Kakak rindu kamu, Al." ucap Dion senang.
***
Alana kembali kecewa. Ammar ternyata tidak membawa dirinya ke warung di pinggir kuburan. Ia malah membawanya ke sebuah cafe yang tengah di gandrungi oleh anak-anak remaja seusianya.
"Yuk turun." ucap Ammar sambil melepas seat beltnya. Ia pun membuka pintu mobil. Belum sempat keluar, Ammar mendengar suara isakan dari Alana.
Ia pun kembali menutup pintu mobilnya. "Sayang kok malah nangis? Katanya mau beli es teh manis."
Alana menepis tangan Ammar dan menatapnya tajam. "Mas bohong. Mas jahat. Katanya mau ajak aku ke warung itu setelah dari rumah sakit. Tapi mana Mas malah bawa aku ke cafe." ucapnya kesal.
"Sayang udah mas bilang disana ngga bagus. Kamu dengar kan apa kata dokter Imelda, harus menjaga makanan yang di makan biar anak kita sehat."
"Tapi aku maunya es disana, bukan di cafe." Alana sedikit membentak Ammar karena ngidamnya tidak dipenuhi oleh Ammar.
"Ngga. Mas ngga mau kamu makan apalagi minum yang aneh-aneh. Anak kita bisa kenapa-kenapa kalau kamu makan sembarangan."
Tangis Alana pecah. Ia benar-benar kecewa. Karena tidak diperbolehkan suaminya untuk meminum es di warung itu, ia memaksa pulang ke rumah. Es teh manis buatan cafe yang sudah dibelikan oleh Ammar tak sudi ia tengok apalagi di minum.
Sepanjang jalan Alana menangis kecewa, Ammar membujuk istrinya selalu di abaikan. Alana tak mau didekati apalagi disentuh olehnya. Tangannya selalu ditepis tiap kali ingin menyentuhnya. Bahkan Ammar mengerang kesakitan karena Alana menggigit tangannya.
Setibanya dirumah, Alana langsung berlari masuk ke dalam rumah. Ammar berteriak histeris karena melihat istrinya berlari. Alana mengunci pintu kamar dan menahan pintunya dengan meja rias.
"Sayang... buka pintunya sayang." Ammar menggedor pintu kamar mereka. Alana menutup kedua telinganya dengan tangan. Ia sangat kesal. Apa salahnya sih minum es teh manis di warung pinggir jalan? Pikirnya.
"Ck... ya ampun Gan, istri ngidam malah ngga diturutin. Mau nanti anaknya ileran." ucap Tika yang datang melihat apa yang tengah terjadi.
"Diam kamu. Aku tahu apa yang terbaik buat istri dan anak ku. Kamu kan tahu itu ngga higienis."
"Ya namanya juga orang ngidam. Agan sih ketiga istrinya dulu ngidam mana mau mikirin. Sekarang kelimpungan sendiri kan."
"Pergi sana! Kamu bikin aku makin kesal."
Tika mengangkat kedua bahunya. Ia pun pergi meninggalkan Ammar yang masih berusaha membujuk istrinya untuk membuka pintu.
***
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fourth Wife (REPUBLISH) || TAMAT
RomanceDi nikahi untuk dijadikan istri ke empat, adalah hal yang tidak akan pernah Alana harapkan dan impikan. Apalagi yang menjadi suaminya adalah seorang pria tua yang pantas menjadi ayahnya. Tak hanya itu, pria yang menikahinya itu adalah ayah dari pri...