Kangen Rumah

8.7K 882 32
                                    

Sudah satu bulan ini Ammar terbaring di rumah sakit. Alana tampak setia mendampingi suaminya. Ia tak pernah beranjak sedikitpun dari sisi suaminya. Ia juga mengajukan cuti kuliah demi menemani suaminya yang tengah berbaring sakit.

Masih jelas dalam ingatannya sebulan lalu saat Ammar menceritakan penyakit yang di deritanya beberapa waktu terakhir ini. Ternyata Ammar menderita kanker paru-paru yang sudah memasuki stadium akhir.

Tanpa ada yang tahu, Ammar telah lama mengidap sakit itu cukup lama. I juga melakukan berbagai macam pengobatan dari yang tradisional hingga medis bahkan sampai ke China untuk menyembuhkan penyakitnya.

Ammar mengira ia sudah terbebas dari penyakitnya itu, namun tak disangka penyakitnya kembali muncul disaat ia tengah menikmati kebahagiaannya bersama Alana. Alana benar-benar terkejut mendengar penuturan suaminya.

Alana tak kuasa menahan tangisnya. Alana tak menyangka kalau suaminya menahan rasa sakitnya seorang diri. Alana sempat curiga tiap kali mendengar suaminya mengerang kesakitan di ruang kerjanya. Tak jarang pula saat tidur mendengar isak tangis Ammar tapi semua itu di tutupinya dengan senyuman.

Hingga akhirnya Alana memaksa Ammar untuk bicara jujur. Alana memeluk tubuh suaminya, Ammar membalas pelukannya dan tak lama ia pun pingsan. Alana berteriak histeris memanggil siapa pun yang bisa membantunya.

Syarif masuk ke dalam kamar lalu segera membawa Ammar ke rumah sakit. Ammar segera di bawa ke ruang ICU sesaat setelah tiba di rumah sakit. Ia dirawat hampir sepuluh hari disana dan kini sudah kembali ke ruang perawatan biasa.

***

Tok...Tok...Tok...

Pintu kamar terbuka, "Selamat siang. Saya membawa menu makan siang Tuan Ammar." ucap seorang petugas rumah sakit. Ia menyimpan nampan diatas meja, tak lama ia pun pamit.

"Makan siang dulu ya, Mas." Ammar mengangguk lemas. Alana menarik meja lalu memposisikan bed suaminya sedikit lebih tegak. Dengan lembut Alana menyuapi bubur dan sayur bening untuk suaminya.

"Enak ngga?" tanya Alana.

"Lumayan. Udah kangen masakannya bunda. Kangen rumah juga."

Alana tersenyum. "Cepet sembuh papa. Biar cepet pulang ke rumah." Ammar mengelus perut istrinya yang mulai terasa membesar.

"Kapan kontrol lagi? Udah kangen nih."

"Besok Pa. Kita ketemu baby bareng-bareng ya." Alana kembali menyuapi suaminya. Tak lama Tika datang membawa pakaian ganti untuk Alana dan Ammar. Tak lupa ia juga membawa makan siang untuk Alana.

Setelah menyuapi suaminya, Alana pun menyodorkan beberapa butir obat yang harus segera di minum. "Bunda makan dulu gih mumpung masih hangat. Kalau udah dingin kurang enak."

"Nanti aja Pa. Belum lapar."

"Makan sekarang sayang. Jangan liat lapar ngganya. Kasian anak kita nanti udah kelaperan. Ayo sini biar gantian papa yang suapin bunda."

"Belum kepengen Pa beneran. Nanti kalau dipaksa makan malah muntah lagi."

"Papa yang suapin ngga akan muntah. Di jamin deh."

Meski enggan akhirnya Alana pun mulai mengalasi piringnya. Ammar kini gantian yang menyuapi. Benar saja Alana tak muntah menerima suapan demi suapan suaminya. Satu piring menu makan siang habis dilahap oleh Alana.

"Tuh kan apa papa bilang. Bunda ngga akan munta kalau papa yang suapin. Nanti papa suapin lagi ya. Kasihan bunda tiap makan muntah terus. Papa ngga tega lihatnya."

"Makasih ya Papa udah mau suapin. Baby bisa makan dengan tenang."

"Sama-sama sayang. Bobok yuk."

Ammar menggeser tubuhnya untuk memberi ruang bagi Alana membaringkan tubuhnya. Tangannya memeluk Alana dari belakang, keduanya pun terlelap.

***

Belum sempat beristirahat dengan dengan baik, keduanya terbangun karena mendengar suara ribut diluar kamar. Ada seseorang yang memaksa masuk ke kamarnya. Tak lama pintu kamar pun terbuka dan terlihat Salsa datang dengan penuh emosi.

Ia semakin tersulut amarahnya melihat Ammar tengah memeluk mesra Alana. Ia pun mendekati ranjang lalu menarik rambut Alana dengan kuat. Alana menjerit kesakitan. Tika mencoba melepas cengkraman tangan Salsa.

"SALSA HENTIKAN!" ucap Ammar geram.

Andai saja tubuhnya tidak lemas, ia sudah mengambil tindakan untuk putrinya. Cengkraman tangannya pun terlepas. Ammar segera memeluk istrinya yang menangis sesegukan.

"APA-APAAN KAMU! Kenapa datang dan berbuat onar"

"Aku yang harusnya marah sama papa. Bagaimana bisa aku ngga dikasih kabar kalau papa udah sebulan dirawat disini. Aku anaknya papa."

"Sejak kapan kamu perhatian sama Papa."

"Paah!!"

"Papa sengaja tidak memberitahu kalian tentang papa, karena papa tahu kalian senang kan papa seperti ini."

"Kok papa bilang kayak gitu sih."

"Pulanglah. Papa hanya butuh istri papa disini." usir Ammar.

"Pah aku mau jagain papa."

"Silahkan keluar nona. Tuan dan Nyonya harus banyak istirahat." ucap Tika menyela. Salsa menolak untuk pergi, tapi Tika berhasil membuatnya menjauh dari kamar.

***


TBC

The Fourth Wife (REPUBLISH) || TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang