Menjelang tengah malam, Ammar kembali ke Villa. Ia di sambut Syarif yang sudah menanti kepulangannya. "Selamat datang, Tuan." sapa Syarif saat Ammar masuk ke dalam rumah.
"Hm... Kau belum tidur?"
"Saya menunggu Tuan pulang."
Sebenarnya Syarif sudah terlelap. Tapi telinganya menangkap deru suara mobil Ammar dari kejauhan. Ia pun langsung terbangun dan bersiap menyambut kepulangan Ammar.
"Aku tahu kau sudah tertidur sedari tadi tapi memaksakan diri untuk bangun dan menyambutku pulang. Baiklah kembali istirahat."
Syarif mengangguk. "Oiya bagaimana dengan Alana? "
"Nona Alana sudah tertidur di temani Tika. Saya sudah memastikannya.""Baiklah. Selamat beristirahat."
"Selamat beristirahat, Tuan."
Syarif pun kembali masuk ke kamarnya. Ammar melangkahkan kaki menuju kamarnya. Saat berbelok ia melihat sekelebat bayangan seorang wanita.
Ia berjalan mengendap dan tetap waspada. Ia mengikuti arah bayangan itu dan kaki terhenti di sebuah ruangan yang minim cahaya.
Ia mencoba melangkah mendekat, mencoba menyeimbangkan arah pandangnya. Ia melihat sosok seorang wanita berambut panjang tengah duduk di sofa yang mengarah ke danau.
Ia mengucek kedua matanya untuk memastikan kalau apa yang di lihatnya nyata. Alana?!
Ia kembali memfokuskan matanya untuk melihat sosok tersebut. Ia yakin kalau itu adalah Alana.
Bukankah dia sudah tidur? Kenapa malah berkeliaran di sini?! tanyanya dalam hati.
Ia pun mendekat. Ia menyentuh pundah Alana. Gadis itu tampak terkejut. "Kenapa ada di sini? Bukannya kamu udah tidur?" ucap Ammar tanpa membuat Alana ketakutan.
Alana menepis tangan Ammar. Ia menangkup kedua kakinya dan mencoba menjauh dari Ammar. Lagi-lagi Alana terlihat ketakutan.
Perlahan Ammar mencoba mendekati Alana. Membuat gadis itu percaya kalau dirinya tidak akan menyakiti dirinya. Sangat sulit memang tapi bisa membuat Alana tidak histeris saja sudah membuat Ammar senang.
***
Ammar melepas jas terluarnya lalu menyampirkan ke tubuh Alana yang mulai terasa dingin. "Kenapa belum tidur,hm? Bukannya Tika sudah terlelap." tanya Ammar lembut.
Tangannya mengusap-usap lengan Alana agar gadis itu merasa nyaman dengannya. Ammar tidak mendengar apapun. Ia menatap wajah gadis yang tengah menunduk.
"Ada apa sayang?"
Alana hanya menatap wajah Ammar. Tak lama beberapa tetes air mata keluar dari mata indahnya. "Hei... Jangan nangis sayang. Aku ngga akan menyakiti kamu. Jangan takut."
Alana memeluk tubuh Ammar dengan erat. Ia menangis sesegukan. "Aku takut." ucap Alana dengan suara serak.
"Takut siapa sayang?"
"Aku takut di kucilkan lagi. Aku ngga tahu apa-apa. Aku hanya mencintai dia tidak lebih. Kenapa mereka menyakiti aku??"
Ammar semakin bertanya-tanya apa yang tengah terjadi.
"Apa maksud kamu, Alana? Kamu mencintai siapa? Siapa yang menyakiti kamu?" tanya Ammar penasaran.
"Aku tahu aku orang miskin. Tapi aku tulus mencintai kakak. Tapi kenapa mereka terus membuat ku untuk berpisah dengan kakak? Aku salah apa?"
Ammar semakin bertanya-tanya. Ucapan Alana membuat sebuah tanda tanya besar di dalam diri Ammar.
"Ayah... Kenapa kakak ngga percaya sama aku? Kenapa kakak lebih percaya sama dia? Padahal aku yang jadi korban, kenapa malah aku yang dituduh macam-macam. Kenapa Ayah?! Kenapa??"
Alana terlihat frustasi sampai-sampai ia menganggap Ammar adalah ayahnya. Ammar merasakan tubuh Alana bergerar hebat.
Ammar kembali memeluk Alana. Sudah cukup informasi yang Alana berikan. Ia akan mencari tahu lebih lanjut lagi kebenarannya. Ammar mengelus lembut tubuh Alana hingga gadis itu terlelap. Lalu ia membawa Alana ke kamarnya.
***
TBC
KAMU SEDANG MEMBACA
The Fourth Wife (REPUBLISH) || TAMAT
RomantizmDi nikahi untuk dijadikan istri ke empat, adalah hal yang tidak akan pernah Alana harapkan dan impikan. Apalagi yang menjadi suaminya adalah seorang pria tua yang pantas menjadi ayahnya. Tak hanya itu, pria yang menikahinya itu adalah ayah dari pri...