Sekelompok murid dengan baju hitam dan ikat pingang kain yang berbeda-beda warna itu kini sedang melakukan latihan dilapangan out door yang mana disampingnya adalah lapangan basket. Gadis dengan baju yang sama namun memiliki ikat pingang yang berbeda warna itu kini menjadi pemimpin dalam ekstra kulikuler silat.
Mengapa pemimpin? Karena hanya dirinya yang sudah ada ditingkat tertinggi hampir setara dengan Petrik-pelatih silat SMA Cahaya Bintang.
Hampir tiga puluh tahun lebih SMA Cahaya Bintang berdiri dan baru kali ini sekolah itu memiliki murid yang prestasinya sangat bagus. Baik dalam bidang akademik maupun non akademik.
Ia Tasya, gadis ceria dan pandai bergaul itu adalah gadis dari kelas dua belas IPA 1. Gadis paling cantik dan pinter di SMA Cahaya Bintang yang berhasil menyandang peringkat satu dalam pararel sekolah sebanyak dua kali atau setiap tahunnya.
Gadis itu memimpin latihan dengan sangat baik. Ia melangkah menuju barisan pojok yang mana sepertinya anak-anak kelas sepuluh. Hari ini lagi-lagi Tasya sendirian dalam melatih. Petrik tidak akan datang setiap hari, pria berumur tiga puluh tahun itu akan datang sebulan sekali dan itupun tidak beraturan kapan dan jam berapa. Semaunya sendiri aja.
Bang Petrik akan datang untuk memilih sepuluh atau lebih siswanya untuk di naikan ketingkat yang lebih tinggi.
Tasya sendiri mengajar bukan hanya sekedar mengajar. Ia dibayar oleh bang Pet sebesar lima juta perbulan. Uang gajihnya selama ini tidak pernah ia makan sendiri, paling tidak ia mentraktir teman-temannya atau bahkan muridnya.
Bayaran yang cukup besar untuk delapan kali pertemuan. Wajar, Tasya mengajar puluhan orang seorang diri tanpa bantuan orang lain. Salahkan bang Pet yang tidak mau merekkrut orang untuk menemaninya.
"Kuda-kudanya kuatin ya." ucap Tasya lembut pada siswi di pajok kanan.
"Siap, Kak!" siswi itu langsung membenarkan kuda-kudanya dan di sambut senyuman oleh Tasya yang merasa jika kuda-kuda itu sudah benar. Tasya lanjut berjalan pada barisan sabuk Orage.
"Maaf, besok di ikat ya rambutnya." ucap Tasya pada siswi yang sengaja mengerai rambutnya. Mungkin.
"Iya, Ka. Maaf, tadi ga bawa ikat rambut."
Tasya menarik baju lengan kirinya, mengambil ikat rambut warna hitam yang selalu ia bawa saat mengajar. Tujuannya ya, ini, jika tidak ada yang membawa ikat rambut ia dengan senang hati memberikan ikat rambut itu.
"Nih." Tasya memberikan ikat rambut itu pada siswa tadi.
"Makasih, Kak." Tasya mengangguk dan kembali berjalan memantau gerakan yang sedang di lakukan oleh para murid-muridnya.
Ia melirik jam di pergelangan tangan kirinya, sudah menunjukan pukul lima. Ia harus segera pulang sebelum petang menjemput.
Tasya berjalan kembali pada tempatnya didepan sana. Memberikan sikap sedia yang sedang di jadikan pokok. Dirinya memandang hampir tujuh puluh siswa siswi di depannya dengan bangga. Ia bangga memiliki teman satu tim yang selalu rajin dalam latihan dan tepat waktu. Mereka semua selalu hadir dan tidak pernah absen, mungkin jika sakit lain ceritanya.
Jika di tanya oleh bang Pet kenapa mereka selalu rajin, jawaban mereka sangat simple 'kakak pengajarnya ga galak dan ngajarinnya sabar banget, jadi kita betah dan ga ngerasa jadi kecil' seperti itu.
Tasya hanya bisa tertawa jika bang Pet sudah mulai melakukan sesi tanya jawab. Pasti jawaban dari murid-muridnya selalu membuat Tasya terbang.
Memang, Tasya tidak pernah menggunakan nada keras jika mengajar kecuali ada yang melakukan kesalahan yang fatal dan sedang menyiapkan barisan.
Itu beda ceritanya.
Tasya tipe anak yang kalem tapi bisa jadi bringas kalo apa yang ada di tangannya di ambil.
"Hari ini cukup sampai di sini ya teman-teman. Di rumah jika sempat kalian bisa mempelajarinya lagi. Jangan malas untuk belajar dan bertanya karena orang sukses tidak malu bertanya, sebab malu bertanya-
"Sesat di jalan!" seru semuanya dengan kuat. Tasya tertawa mendengarnya, "Yasudah kita akhiri ini dengan-
"Alhamdullilah!"
Tasya lagi-lagi di buat tertawa dengan sikap teman-temannya. Mereka memang selalu bisa menghibur disituasi apapun.
"Minum dulu, saya sudah beliin minum, abis itu boleh pulang. Ingat! Jangan keluyuran kasian orang tua nungguin, mengerti?!!"
"Siap, mengerti Kak!"
Semua bersiap memberikan gerakan akhir dalam latihan kali ini.
"Kalo gitu saya pulang dulu ya, sampahnya di buang ke tempatnya!"
"Baik, Kak!"
Tasya mengambil tasnya dan memakainya hanya di bahu kiri. Ia membuka ikat pinggangnya dan memasukannya dalam saku celana bahannya. Tujuannya agar tidak dipandang aneh oleh orang yang melihatnya nanti.
"Pulang dulu ya semua!" kata Tasya pada saat melewati gerombolan anak-anak perempuan.
"Hati-hati, Kak!"
Tasya tersenyum dan mengangguk. Ia berjalan melewati lapangan basket yang masih banyak anak-anak basket dari kelas dua belas yang sedang beristirahat.
Ia berhenti sebentar untuk mengambil ponsel yang ada di dalam tasnya untuk memesan ojek online. Biasanya Tasya selalu minta jemput supir tapi kali ini sepertinya ia ingin naik ojek saja.
Sambil memainkan ponselnya Tasya berjalan dengan langkah yang tidak terlalu cepat, ia berhenti saat ada yang memanggilnya.
"Tasya!"
Tasya menoleh mencari siapa yang memanggil namanya, rupanya itu Restu anak kelas dua belas jurusan IPS.
Tasya tersenyum dan mengangguk untuk membalas sapaan Restu. Tasya memang tidak pernah sombong dan selalu ramah pada semua orang baik dikenal maupun tidak.
"Baru kelar ngajar?" tanya Restu.
"Iya, gue duluan ya, Res!"
Restu di sana mengacungkan jempolnya, "Ok, hati-hati ya!"
Tasya tidak menjawab, ia hanya mengangguk dan kembali melanjutkan langkahnya untuk segera sampai di gerbang sekolah.
"Eh, Sya!" Tasya berhenti dengan tarikan nafas yang kasar. Berusaha menahan debaran emosi yang ingin meluap kepermukan.
"Kenapa?"
"Pulang sama siapa?"
"Ojol."
Restu menoleh pada teman yang ada di sampingnya, "Di anterin Gibran mau ga?"
Tasya tertawa, Gibran? lalaki dingin itu? bercanda!
"Ga usah, terima kasih. Duluan ya!"
Tasya kembali berjalan menggabaikan seruan Restu dan satu temannya yang mengoceh memanggil namanya dengan kuat.
"Sumpah, Tasya cewe idaman banget." puji Jupiter, teman satu geng Restu.
"Bener, udah cakep, pinter, jago bela diri lagi." Valentino menyambung.
Restu melirik cowo dengan wajah datar yang sejak tadi hanya diam memandang sepatunya, "Gib-
"Apa?" Gibran, lelaki itu bangkit tanpa bertanya dengan detail mengenai apa yang ingin ditanykan oleh temannya. Lelaki itu melempar handuk kecil yang sejak tadi ada di lehernya dengan sembarang.
"Ayo lanjut!" mau tidak mau Restu, Jupiter dan Valen bangkit dan menuruti perkataan ketuanya itu.
☠️☠️☠️
Part pertama tahap revisi sudah selesai.
Vote dan komennya jangan lupa yaa
Ig : nuraini_1310
4,mei 2020
Star
1,september 2020
Reviki
KAMU SEDANG MEMBACA
TASYA (Terbit)
Roman pour AdolescentsSeries # 2 MauNinda Series #2 *** Aku adalah Tasya sih cantik dengan segudang prestasi. Tapi aku bukan Tasya jika kamu mengganggu ketenanganku terlebih keluargaku. Aku bukan Tasya jika kamu mengabaikan laranganku. Aku bukan Tasya jika kamu menyentuh...