Pukul 6.30 dan Gibran baru sampai di depan rumah Tasya. Tasya tersenyum melihat Gibran yang baru tiba. Ia bangkit dari duduknya dan menjalan menghampiri Gibran dengan tas merah maroon yang ada dalam tentengannya.
"Maaf kesiangan."
Tasya Tersenyum,"Gapapa kok."
Setelah itu Tasya naik keatas motor besar Gibran setelah di persilakan oleh si pemilik motor. Gibran menurunkan gigi motornya dan detik selanjutnya motor besar berwarna merah itu sudah jalan dengan kecepatan kencang.
10 menit perjalanan dan akhirnya mereka sampai, Gibran memarkirkan motornya di samping motor besar berwarna biru
Tasya turun disusul dengan Gibran, mereka berjalan cepat melewati lorong-lorong kelas dengan Gibran yang memegang tangan Tasya.
15 menit lagi bel masuk berbunyi dan untungnya mereka tidak telat.
Di setiap koridor yang mereka lewati pasti ramai, apa lagi di masing-masing mading sekolah. Ini ada apa lagi sih.
Tasya berhenti sejenak untuk mendengar seorang gadis sedang berbicara pada temannya.
"Iya, kasian banget Kak Jihan." ucap gadis dengan rambut dora.
"Kata Miss Putri mereka cuma beda satu hari. Kak Jihan dulu baru Kak Indri."
Deg.
Jantung Tasya langsung bedegub dengan cepat. Gibran yang ada di sampingnya pun ikut mematung mendengar dua gadis itu berbicara.
"Permisi, ada apa ya? kok kalian sebut nama Jihan?"
Kedua gadis itu kompak menoleh dan terkejut saat melihat Tasya lah yang mengajak mereka berbicara.
"Anu...kak, emang kakak belum tau?" tanya gadis berambut panjang.
Tasya menggeleng. Ia benar-benar tidak tau apapun tentang Jihan.
"Kak Jihan sama Kak Indri meninggal kak." Tutur gadis itu hati-hati.
"APA?!" Tasya teriak.
Tanpa mengucapkan apapun ia langsung lari menuju lantai tiga dimana kelasnya berada. Gibran menyusul dari belakang.
Sampai di kelas, Tasya di buat terdiam lagi kala melihat Fidel dan Naya sedang menangis.
Tasya menghampiri Fidel,"Del! Jihan mana!" teriaknya histeris.
Fidel masih diam, ia juga masih tidak menyangka dengan semua ini. Ia tidak siap.
"Fidel!" Tasya mengguncang tubuh Fidel.
Fidel sesegukan,"Ji...jihan udah ga ada."
"Apa..."
Tubuh Tasya luruh ke lantai,"Ga mungkin..."
Gibran datang dan langsung merengkuh tubuh Tasya yang lemas.
"Gimana bisa?" Gibran bersuara.
"Di duga pembunuhan berencana." Naya menjawab dengan suara seraknya.
"Jihan di temuin di dalam mobil depan rumahnya dalam keadaan kondisi tubuh yang ga utuh." sambung Fidel, lagi.
"Maksudnya?"
Fidel menarik nafasnya, ia benar-benar tidak kuat jika mengigat tentang Jihan.
"Kedua bola matanya udah ga ada, jantung dan hatinya udah keluar dari tubuhnya. Pipi, tangan sama lehernya di kuliti-
"ENGGAK!!!" Tasya teriak kuat membuat Naya dan Fidel ikut lebih merasakan sesak.
Satu kelas pun juga sedih. Mereka ikut larut kalah melihat tiga sahabat terdekatnya menangis sehisteris itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
TASYA (Terbit)
Ficção AdolescenteSeries # 2 MauNinda Series #2 *** Aku adalah Tasya sih cantik dengan segudang prestasi. Tapi aku bukan Tasya jika kamu mengganggu ketenanganku terlebih keluargaku. Aku bukan Tasya jika kamu mengabaikan laranganku. Aku bukan Tasya jika kamu menyentuh...