Motor besar Gibran berhenti di pekarangan rumah yang sudah ada beberapa motor milik teman-temannya. Tasya turun dari motor besar itu disusul dengan Gibran.
Keduanya berjalan masuk kedalam rumah yang terlihat sepi, Gibran menggandeng tangan Tasya dan mereka berhenti di ruang tamu yang sudah diisi oleh Jupiter, Vallen Restu dan juga Naya.
Gibran geleng-geleng kepala saat melihat kelakuan teman-temannya yang sudah duduk dengan anteng ditemani dengan berbagai macam snack dan juga minuman kaleng.
Dapat dipastikan jika makanan-makanan miliknya telah habis.
"Gue kekamar dulu." Ucap Gibran kepada teman-temannya.
Teman-temannya mengangguk mengerti, mereka membiarkan Gibran pergi dari hadapan mereka tanpa perduli. Yang ada dalam otak mereka adalah makanan, makanan, makanan dan makanan.
Pemiliknya tidak penting.
Tasya yang melihat Gibran sudah berada di anak tangga langsung berinisiatif untuk menyusulnya.
"Gue ke toilet dulu ya." izinnya pada Naya.
Naya mengangguk membiarkan Tasya pergi karena dirinya sedang sibuk menyuapi Restu dengan mie cup yang ia buat tadi sebelum Gibran datang.
Setelah itu, Tasya pergi menyusul Gibran yang sudah berada di lantai atas. Sebenarnya Ia pun tidak tahu di mana kamar Gibran berada, tapi dengan kekuatan nekat miliknya Tasya akhirnya berhenti di salah satu kamar yang pintunya sedikit terbuka.
Tasya sedikit mengintip di celah-celah pintu hanya untuk memastikan apakah benar kamar ini adalah kamar kekasihnya.
Ternyata benar, kamar itu adalah kamar Gibran.
Tasya mengetuk pintu tiga kali dan setelah mendengar jawaban dari sang pemilik kamar ia masuk ke dalam kamar itu.
Dan didalam sudah ada Gibran yang sedang duduk di atas kasur dengan tangan yang memegang ponsel hitamnya.
Gibran mendongak menatap Tasya,"Kok nyusul?" tanyanya.
Tasya sendiri hanya cengar-cengir tidak jelas, ia ikut duduk di tepi kasur tempatnya disamping Gibran. Keduanya sama-sama menoleh menatap satu sama lain tanpa mengeluarkan satu kata pun.
"Hem..." Tasya bergumma.
Terlihat jelas di mata Gibran jika Tasya sedang ingin mengucapkan sesuatu tetapi tertahan oleh perasaan ragu.
"Ada apa?"
Tasya tidak menjawab iya hanya diam dengan tangan yang mengambil ponsel ber-case Maroon miliknya yang ia taruh di saku seragamnya.
Gibran masih diam memperhatikan gerak-gerik Tasya. Tasya sendiri di sibukkan dengan ponselnya. Ia membuka aplikasi email dan mencari email yang di butuhkan.
Jari lentiknya dengan sabar me-sroll beranda email miliknya. Membuka email dengan alamat pengirim Suliwa yang artinya itu adalah email yang dikirimkan oleh Pak Uli yang berisikan hasil dari kerja keras Gibran selama dua minggu ini.
Tasya tersenyum melihat hasil yang ada. Akhirnya perjuangannya selama 2 minggu ini mengajar Gibran membuahkan hasil.
Tasya menyodorkan ponselnya pada Gibran menyuruh lelaki itu untuk melihat hasil kerja kerasnya sendiri.
Bulan sabit yang jarang sekali terlihat akhirnya hari ini dapat terlihat dengan jelas. Gibran tersenyum melihat hasil susulan nilai yang ia lakukan tadi bersama Pak Suliwa.
Gibran menoleh pada Tasya yang ada di sampingnya,"Ini beneran?"
Tasya mengangguk,"Emang ada wajah pembohong di sini?" Tasya menuju wajahnya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
TASYA (Terbit)
Teen FictionSeries # 2 MauNinda Series #2 *** Aku adalah Tasya sih cantik dengan segudang prestasi. Tapi aku bukan Tasya jika kamu mengganggu ketenanganku terlebih keluargaku. Aku bukan Tasya jika kamu mengabaikan laranganku. Aku bukan Tasya jika kamu menyentuh...