Makan malam kali ini terasa berbeda sebab kedua orang tuanya sudah pulang setelah lima hari berada di bogor dan Calista pun sudah kembali dua hari yang lalu.
Malam ini terasa lebih ramai, tapi Tasya merasakan hawa yang berbeda. Sejak ia duduk di kursi makan, Helmi dan Kesya terus menatapnya dengan pandangan jahil. Di tambah Calista yang terus bermain mata dengan Papahnya, sudah dapat di pastikan jika ada sesuatu.
Tasya mengalihkan matanya dari piring ke Mamahnya yang duduk di depannya saat ini.
"Kenapa sih!?" Tasya bertanya entah pada siapa.
Kesya hanya tersenyum melihat tingkah anaknya.
"Bodo amat lah." tegasnya dan kembali memakan makan malamnya.
Helmi sendiri masih memperhatikan Tasya,"Lis, pipi Papah alus ga?" ucap Helmi tiba-tiba.
Calista tersenyum nakal. Ia mengeser piring kosongnya,"Alus Pah, kaya jalan tol."
"Iya dong, kan perawatan-Helmi melirik Kesya yang sedang memperhatikan raut wajah Tasya.
"Ya ga Mah."
"Iya." jawab Kesya geli.
Tasya ikut menggeser piringnya. Matanya menatap satu persatu keluarganya dengan intens.
"Eh! Lista jangan senderan sama bangku. Sini di pundak Papah aja." Helmi berseru cukup kuat saat melihat Calista menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi.
"Aduh Pah, romantis banget sih!"
Tawa Kesya pecah saat itu juga, ia sudah tidak kuat menahan tawanya.
Suami serta anak keduanya benar-benar pintar menyindir.
"Mamah kenapa?" Tasya bertanya.
Kesya merendahkan tawanya, "Apa kamu ga sadar, kalo dari tadi kamu di sindir?" ucap Kesya dan Tasya diam.
Otaknya mulai berfikir... Astaga! Ini kan..
Gadis itu menatap nyalang Papah dan adiknya, bisa-bisanya menyindir dirinya.
"Kalian mah jahil lah." rajuknya.
"Lagian kamu."
Tasya menatap Papahnya.
"Apa?"
"Pacaran ga liat atas."
"Hah?!"
"CCTV di mana-mana, sayang."
🔪🔪🔪
"Kurang lebih tiga mingguan lagi kamu dan Marissa akan segera bertunangan."
Gibran tidak merespon. Ia dengan tenangnya hanya duduk di single sofa dengan pandangan mata tertuju pada vas bunga yang ada di meja kaca ruang TV.
"Sebelumnya Ayah tidak perna meminta apapunkan padamu, jadi anggap saja ini permintaan pertama dan terakhir Ayah." Ayahnya kembali berucap.
"Lagian Marissa anaknya baik kok."
Gibran menonggak.
"Baik?"
"Ya, dia santun dan cantik. Tidak seperti pacar kamu. Saat Ayah datang dia hanya diam dan mengucapkan salam. Ga ada senyum sama sekali."
"Jangan mengkritik sebelum anda tau siapa Tasya sebenarnya." kata Gibran dingin.
Ayah Gibran terkekeh meremehkan.
"Coba saja lanjutkan hubungan itu, paling hanya bertahan dua tiga hari sebelum nyawa gadis itu mela-
Brak.

KAMU SEDANG MEMBACA
TASYA (Terbit)
Novela JuvenilSeries # 2 MauNinda Series #2 *** Aku adalah Tasya sih cantik dengan segudang prestasi. Tapi aku bukan Tasya jika kamu mengganggu ketenanganku terlebih keluargaku. Aku bukan Tasya jika kamu mengabaikan laranganku. Aku bukan Tasya jika kamu menyentuh...