"Bran, ayo!" seru Tasya dari luar rumah.
Gibran keluar dengan langkah terburu. Lelaki dengan seragam lengkap itu kini sudah ada di atas motor besarnya dengan wajah panik.
Mereka bangun kesiangan, pukul enam mereka baru bangun, terlebih Gibran yang susah di bangunkan.
Sebenarnya Gibran masa bodo sama hukuman, tapi ia sedang membawa Tasya, ia tidak mau membuat citra Tasya jelek hanya karena kebiasaannya.
"Ayo, cepetan."
Tasya langsung naik ke atas motor itu dengan cekatan, dengan sigap Gibran langsung menancapkan gas keluar area rumah Tasya dan bergabung dengan para pengendara lainnya.
Di belakang, Tasya nampak diam, ia masih mengantuk karena semalam ia dan Gibran tidur tidur pukul tiga. Keasikan nonton flim chuky sampai lupa waktu.
Gibran melihat kaca spion kirinya, ia tersenyum melihat wajah kantuk Tasya yang sangat ketara. Tidak mau berlama-lama menatap Tasya karena takut terjadi sesuatu akhirnya Gibran memfokuskan kembali pandangannya pada jalan.
Gibran menoleh lagi pada spion motornya, tapi kali ini spion kanan yang di gunakan. Spion yang bisa ia gunakan untuk melihat pengendara yang ada di belakangnya.
Tapi ia merasa ada yang aneh, merasa di ikutin.
Tidak, tidak.
Siapa yang berani-beraninya mengikuti dirinya, nyari mati atau bagaimana.
Akhirnya, setelah sepuluh menit menempuh perjalanan mereka sampai. Keduanya langsung berjalan menyusuri koridor dengan langkah yang beriringan.
Lima menit lagi bel masuk, tapi sekolah ini masih ramai dan terliht santai. Gadis berbanding juh dengan Tasya yang terlihat panik karena takut telat.
Mereka berhenti di depan kelas IPA 1, keduanya masih saling diam, Tasya tersenyum melihat Gibran yang ada di depannya.
"Makasih udah mau nemenin gue."
Gibran hanya mengangguk sebagai jawaban. Tanganya mengacak rambut Tasya.
"Masuk sana. Nanti kalo mau ketoilet minta anterin." kata Gibran tiba-tiba menyingung tentang toilet.
Tasya mengerjit,"Maksudnya."
"Ga. Udah sana masuk." Tasya mengengguk. Ia berjalan masuk kedalam kelasnya meninggalkan Gibran yang melanjutkan jalan ke ujung sana dimana kelasnya berada.
Gibran masuk ke dalam kelasnya yang sudah seperti pusat perbelanjaan, ramainya sampai kelas sebelah.
Ia duduk di tempatnya, sebelumnya ia sempat beradu pandang dengan Marissa dan dengan waktu satu detik saja Gibran sudah mengalihkan pandangannya.
"Gimana bro, lancar?"
Gibran menoleh pada Restu yang mengajaknya berbicara.
"Ya."
"Gimana-gimana, naenanya lancar?" Valen dengan kehebohannya langsung bangkit dari duduknya dan duduk di atas meja mendekat dengan Gibran.
Plak.
"Begonya jadi!" Jupiter kesal.
Perasaan dia yang suka nonton, tapi kenapa Valen yang memiliki mulut lemes?
"Ye, masnya santuy dong!" kata Valen sewot. Pahanya yang mulus di jadikan samsak oleh Jupiter.
"Ya lo-
"Berisik!"
Gibran bangun dari duduknya, melompati Restu begitu saja.
Saat ingin melangkah maju ke pintu kelas, langkahnya tertahan mendengar suara Marissa yang memanggil namanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
TASYA (Terbit)
Teen FictionSeries # 2 MauNinda Series #2 *** Aku adalah Tasya sih cantik dengan segudang prestasi. Tapi aku bukan Tasya jika kamu mengganggu ketenanganku terlebih keluargaku. Aku bukan Tasya jika kamu mengabaikan laranganku. Aku bukan Tasya jika kamu menyentuh...