Pukul tujuh tapi kelas masih sepi, tidak ada orang selain Tasya, Naya, Fidel dan Jihan. Semua murid yang ada entah pada kemana.
Tasya celinggukan mencari keberadaan teman-teman sekelasnya, pasalnya kelas ini benar-benar sepi.
"Ini pada kemana sih?" Tanyanya pada ke tiga temannya.
"Keluar, pada ngeliat berita tentang sih dewa." Jawab Jihan.
Tasya mengerjit,"Dewa sih ketos Garuda?" Jihan mengangguk.
"Ada apa?"
Jihan menatap sempurna Tasya,"Mati."
Wajah kaget bercampur tidak percaya Tasya tunjukan pada teman-temannya.
"Inalilhi, kok bisa, kenapa?"
Fidel meletakan ponselnya di atas meja dan memfokuskan pandangannya pada Tasya.
"Di duga pembunuhan karena ada bekas sayatan di pipi Dewa. Dan yang bikin anak-anak geger ya karena kematian Dewa kaya di bunuh sama psikopat."
"Kok gitu?"
"Ya karena selain pipinya yang di sayat sampe dagingnya copot, jarinya juga di potong-potong terus di kumpulin di samping mayat Dewa."
Tidak hanya Fidel yang ngilu, ketiga temannya pun ikut merinding mendengar cerita Fidel.
Pantas saja pagi-pagi seperti ini sekolah sudah geger.
Berita kematian itu tersebar luas hingga para sekolah tetangga mendengarnya.
Setiap mading yang ada di sini sudah terisi penuh oleh siswa maupun siswi yang penasaran dengan berita tersebut.
Tapi tidak dengan Tasya. Tasya sama sekali tidak tergiur dengan berita itu, ia hanya kaget. Mengapa orang sebaik Dewa di bunuh dengan begitu tragisnya.
"Kayanya sekolah free deh. Soalnya tadi gue denger, guru-guru mau ngelayat ke rumah Dewa." ucap Naya memberitau.
Ketiganya mengangguk mengerti. Mereka sibuk kembali dengan kegiatannya sendiri tanpa mau pusing dengan kematian Dewa.
Tasya menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi dan memejamkan matanya.
Baru saja ingin memasuki alam mimpi ponsel di saku seragamnya bergetar dan membuatnya kaget.
Tasya membuka ponselnya dan rupanya ada pesan masuk dari Gibran.
Perpus.
Ha?
Ke perpus.
Ngapain?
Cpt.
Tasya menggaruk kepalanya kasar, lelaki itu memang menyebalkan. Memangnya dia pikir siapa bisa menyuru orang seenaknya saja,cih.
Otw.
Selesai mengetik balasan pesan untuk Gibran Tasya langsung bangkit dari duduknya membuat ketiga temannya kompak menatapnya.
"Perpus sebentar ya." pamitnya.
Setelah mendapat anggukan dari mereka Tasya langsung berjalan ke arah perpus yang ada di lantai dasar letaknya di pojok dekat dengan musollah.
Benar, setiap kelas yang Tasya lewati pasti sepi penghuni, kenapa ga di pulangin aja kalo gitu, kan lumayan uang jajan utuh.
KAMU SEDANG MEMBACA
TASYA (Terbit)
Teen FictionSeries # 2 MauNinda Series #2 *** Aku adalah Tasya sih cantik dengan segudang prestasi. Tapi aku bukan Tasya jika kamu mengganggu ketenanganku terlebih keluargaku. Aku bukan Tasya jika kamu mengabaikan laranganku. Aku bukan Tasya jika kamu menyentuh...