TASYA || 46

6.3K 293 5
                                    

"Innalilahi wainnalilahi roziun, berita duka yang berasal dari siswa kita, kakak kelas kita, Fidelya Zofanka dari kelas XII IPA 1. Telah berpulang kerahmat tuallah pada hari rabu. Di mohon untuk setiap bendahara kelas harap mengkornidir sumbangan dan jika sudah harap di berikan kepada Bu fatma selaku bendahara sekolah. Untuk informasi selanjutnya, saya akan memberitahu jika pihak guru dan osis sudah sepakat untuk membubarkan kelas hari ini karena semua guru akan melayat ke rumah Almarhuma Fidel. Sekian informasi yang saya berikan, harap kerja samanya. Saya Azril dan wasalam"

Suara spiker yang memberitahu jika sekolah di bubarkan membuat satu gedung ricuh. Baik IPA maupun IPS berlomba-lomba mengumpulkan uang tahziah pada bendahara kelas mereka masing-masing agar mereka bisa segera keluar dari sekolah.

Awalnya mereka semua bingung kenapa saat bel berbunyi guru belum memasuki kelas mereka, mereka menunggu selama sepuluh menit dan tiba-tiba suara spiker yang di bunyikan oleh Azril membuat mereka paham dengan semua.

Sama halnya dengan Gibran dan ketiga temannya, hanya saja geng mereka terlihat lebih santai tidak seperti teman-teman mereka yang lainnya yang terlihat begitu bersemangat bahkan sampai bertabrakan karena ingin dirinya yang lebih dulu keluar.

Gibran masih duduk dengan wajah datarnya, di bahu kirinya adal tas hitam miliknya. Restu yang ada di sampingnya pun hanya diam dengan sesekali melihat keadaan koridor melalui kaca cendela mereka.

"Udeh sono lo balik mbak." usir Valen dengan santainya tanpa memikirkan perasaan seseorang yang dirinya usir itu.

Marissa, satu-satunya gadis yang ada di kelas ini juga sama halnya dengan ke empat lelaki itu, gadis itu juga belum keluar kelas dan entah alasannya apa.

Marissa hanya melirik Valen sesaat sebelum matanya kembali menatap layar ponselnya dan jemarihnya mulai berkelana lagi di atas layar ponsel.

Jupiter terkekeh melihat reaksi Valen yang terlihat seperti orang yang benar-benar ternistai. Restu memutar badan melihat dua temannya terutama Jupiter yang kini masih terkekeh.

Restu menaikan satu alisnya pada saat Jupiter menatapnya, Jupiter sendiri hanya diam tapi telunjuknya mengarah pada Valen yang masih diam dengan gaya cengo miliknya.

Kedua tertawa puas melihat salah satu temannya menderita. Teman yang baik memang seperti itu kan, menertawakan bukan sok ikut panik padahal dalem hati seneng ngelihat temannya menderita.

Tawa keduanya berhenti saat menyadari Marissa bangkit dari duduknya dan sedikit melipir pada meja Restu dan juga Gibran.

"Gue udah kirim shecrenshoot chatan gue sama Om Arka, lo baca dan tela'ah baik-baik perkataan Om Arka." Katanya dan langsung keluar kelas tanpa ada adengan manja-manjaan seperti sebelumnya.

Gibran dengan sigap mengeluarkan ponselnya yang ia taruh di dalam tas, mengecek pesan masuk dan benar, ada satu pesan yang merupakan kiriman foto dari Marissa.

Gibran membukannya dan membaca percakapan antara Ayahnya dan gadis itu di ikuti kekepoaan teman-temannya di belakang dan Restu di samping.

Tidak ada satu perkataan yang di lontarkan oleh ketiganya, semua diam seakan-akan mulut mereka terkunci rapat. Speeclees.

Gibran membenarkan tali tasnya yang sempat turun dari pundaknya, "Ayo ke kelas Tasya." ajak nya. Berusaha mengabaikan isi pesan tersebut.

Ketiganya mengangguk dan segera keluar kelas dengan langkah lebar khas lelaki yang tidak bisa di tandingi dengan langkah wanita.

Mereka sampai di kelas Tasya yang mana kelas itu pun sangat sepi, hanya ada Naya yang sedang duduk di kursi depan kelas dengan snack ringan di tangannya dan Marissa yang tengah berdiri di depan Naya.

TASYA (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang