Satu minggu setelah kepergian Indri dan Jihan sekolah sudah kembali seperti semula. Aktivitas-aktivitasnya pun sudah berjalan dengan normal.
Namun bayang-bayang Jihan masih sangat terasa dengan jelas bagi anak-anak penghuni XII IPA 1. Mereka masih berkabung. Sedih memang, tapi mau bagaimana lagi semua sudah terjadi dan saat ini hanya keikhlasan dan doa yang diperlukan.
Kini Fidel duduk seorang diri bukan tidak ada yang mau menemani hanya saja Fidel masih suka merasakan jika Jihan masih suka duduk disampingnya dan menemaninya saat sedang belajar.
Entah itu hanya perasaannya saja atau memang benar.
Jika arwah Jihan belum tenang.
Sekarang jam istirahat dan ketiga gadis itu kini sudah duduk di bangku kantin dengan es teh manis dan juga nasi goreng di hadapan mereka.
Satu Minggu tidak bersama dengan Jihan rasanya berbeda, seperti ada sesuatu yang hilang dan itu sangat terasa apalagi dengan Fidel.
Naya memakan nasi gorengnya dengan lahap berusaha menutupi kesedihan yang sedang dialami. Saat ia menangis, Ia selalu teringat dengan pesan Bundanya 'tidak boleh berlarut-larut dalam kesedihan, maka kesedihan itu akan membuat dirimu hancur'
"Eh, denger-denger ada murid baru tau." Ucap Fidel memulai pembicaraan.
Tasya dan Naya yang sedang menikmati nasi goreng masing-masing kompak menonggak menatap Fidel yang ada persis di depan mereka. Terhalang oleh meja.
"Bodo amat lah." Naya kembali menunduk menyantap nasi gorengnya dan mengabailan Fidel.
Fidel melirik Tasya yang masih menatapnya.
"Sya-
"Aku sih, bodo amat ya."
Naya mendengus mendengar jawaban Tasya. Sumpah bikin kesel.
🔪🔪🔪
Seorang gadis dengan rambut tergerai dan rok yang sengaja dikecilkan itu sedang berjalan bersama Bu Lidya menuju kelas XII IPS tiga.
Bu Lidya yang merupakan wali kelas XII IPS 3 masuk terlebih dahulu kedalam kelas untuk memperkenalkan murid baru yang menunggu di depan kelas.
"Siang anak-anak."
"Siang Bu!!"
"Hari ini kita kedatengan murid baru- Bu Lidya melirik gadis yang berdiri di depan pintu.
"Silahkan masuk." surunya.
Gadis itu masuk dangan senyum merekah. Ia berdiri di samping Bu Lidya dan menatap kesekeliling kelas, pandangannya jatuh pada seorang lelaki yang sedang duduk di bangku barisan ke tiga dengan kepala yang di letakan di atas tangan.
"Perkenalkan diri kamu." Gadis itu mengangguk.
"Hai, nama gue Marissa Deovina, pindahan dari Jatimulya. Mohon bimbingan kalian semua."
Gibran, lelaki yang tadinya sedang menaruh kepalanya di atas meja dengan tangan sebagai bantalan itu langsung menonggak saat mendengar nama itu.
Matanya memerah menahan amarah, tangannya mengepal dan Restu menyadarinya.
"Ngapa lo?"
Gibran menunjuk gadis di depan sana dengan dagunya. Restu melihat gadis itu yang juga sedang menatap Gibran.
Oh, Restu paham.
KAMU SEDANG MEMBACA
TASYA (Terbit)
Teen FictionSeries # 2 MauNinda Series #2 *** Aku adalah Tasya sih cantik dengan segudang prestasi. Tapi aku bukan Tasya jika kamu mengganggu ketenanganku terlebih keluargaku. Aku bukan Tasya jika kamu mengabaikan laranganku. Aku bukan Tasya jika kamu menyentuh...