"Assalamu'alaikum, tante..."
Tangan Hanan beranjak mengetuk pintu rumah bercat abu-abu hitam klasik yang ia pijak saat ini. Tak lama kemudian, seorang wanita paruh baya keluar dengan senyum kecilnya. Hanan mendekat dan menyalami.
"Wa'alaikumsalam."
Gadis itu tahu, wanita kepala tiga dihadapannya itu berusaha tersenyum di depan orang lain. Termasuk dirinya. "Kondisi Nayra gimana tante?"
"Masuk dulu yuk, sekalian kamu mau ketemu dia juga pasti kan?" ajak wanita itu—Mama Nayra. Hanan mengangguk sopan. Kemudian ia melangkah mengikuti ibunda sahabatnya itu.
"Duduk dulu, nanti tante ceritain."
Wanita itu pergi ke arah dapur, sedangkan Hanan duduk disofa ruang tamu sesuai perintah ibunda sahabatnya. Tak lama beliau datang dengan nampan berisi dua cangkir teh hangat.
"Ini diminum dulu Hanan.."
"Iya tante makasih, maaf ngerepotin."
"Engga kok, lagian kamu juga udah tante anggap anak sendiri. Jangan sungkan untuk kesini ya," Hanan tersenyum gigi mendengarnya. Wanita paruh baya di dekatnya ini memang sudah seperti ibu kedua bagi Hanan.
"Hanan tante mau bicara serius." Ucap beliau dengan wajah tidak sesumringah tadi. Wanita itu merubah posisi duduknya menjadi menghadap Hanan. "Ini soal Nayra."
Hanan diam, fokus memperhatikan ibunda sahabatnya. Tempo hari Nayra tiba-tiba tidak sadarkan diri sehabis menjalankan hukuman karena terlambat masuk, kebetulan Hanan pun sama. Nayra dipulangkan, Hanan panik bukan main. Setiap hari gadis itu menjenguk keadaan sahabatnya yang dirawat beberapa hari di rumah sakit. Sekarang ia berada dirumahnya, karena sahabatnya itu sudah diperbolehkan untuk pulang.
"Tante mau sehabis ini Hanan jangan jauhin Nayra. Tante bilang, karna tante percaya kamu."
"Iya tante, Hanan janji."
Wanita itu menghela napas pelan sebelum melanjutkan bicaranya. "Selama ini. Nayra mengidap penyakit jantung bawaan. Tante gak pernah check up, karena Nayra selama ini juga ga ada tanda-tandanya. Makanya kenapa kemarin Nayra langsung pingsan, padahal dia gak ngerasa kecapekan."
Kata-katanya menggantung lagi. Beliau terus menghela napas. "Tante bener-bener shock, ternyata selama ini udah di stadium akhir. Karena kalau dulu tante ketat banget gak boleh suruh Nayra ngapa-ngapain, kecapekan pun ga boleh. Papahnya, meninggal karena penyakit jantung."
Hampir saja cangkir teh yang Hanan genggam terlepas karena terkejut mendengarnya. "Tan—te.. se-serius?"
Melihat wanita dihadapannya ini menitikkan air mata, Hanan merasa bersalah. Seharusnya pertanyaan itu tidak keluar dari mulutnya.
"Hanan—tante boleh minta sesuatu?"
Dengar itu Hanan mengangguk cepat. "Boleh tante, boleh banget."
KAMU SEDANG MEMBACA
this is what it takes [1] ✓ (TERBIT)
Fanfiction[handwritten series #1] ㅡfollow me first before read this bookㅡ ❝ I'll break down these walls that are in our way. If this is what it takes ❞ Hanan, sosok gadis kuat yang memendam apapun sendiri. Gadis itu selalu terlihat baik-baik saja, tetapi ken...