| tiga puluh delapan

154 36 16
                                    

"Terkadang aku tidak mengerti dengan perasaan ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Terkadang aku tidak mengerti dengan perasaan ini. Aku mau kamu bahagia dengan pilihanmu, tapi aku mau kamu terus berada di sisiku. Keegoisan itu yang akhirnya membuat aku harus mengalah. Kamu harus bahagia dengan tanpa dan adanya aku."
- Jehanan

-

-


Pagi ini Hanan sudah mempersiapkan semua barangnya. Dibantu oleh Jegan dan Alden. Laki-laki bermata sipit itu beralasan pergi mengantar saudara ke bandara, jadi tidak masuk sekolah. Alden tahu, dibalik wajah diam Hanan tersirat sesuatu dan sorot matanya terlihat berbeda. Hanan dan segala sesuatu yang ia sembunyikan.

"Gimana Jefrin? Dia tau kan kalau lo mau pergi?" tanya Alden disela-sela kegiatan mengangkat beberapa barang gadis itu yang akan dibawa. Hanan hanya menggeleng sebagai jawaban.

"Loh kemarin kan kalian seharian?"

"Engga."

Alden meletakkan tas ransel yang ada digenggamannya. "Kata Vano,"

"Gue ditinggal lagi, dia pulang. Keyza masuk rumah sakit," jelas Hanan akhirnya tanpa menatap Alden sama sekali. Mendengar jawaban Hanan yang sambil menyibukkan diri itu reflek membuat Alden mengepalkan tangannya. Namun, tak lama Hanan menoleh. Menatap Alden dengan wajah lucunya. "Alden itu taruh di mobil cepetan ditungguin Abang!"

Kepalan tangannya mengendur, Alden mengangguk. "Iya-iya sabar,"

Hanan tau dari raut wajah Alden, laki-laki itu menahan emosinya. Maka itu Hanan harus cepat mencairkan suasana sebelum terlalu larut dalam obrolan tadi. Sebelum ia juga mengingat kejadian yang terlalu menyakitkan kemarin.

***

Penerbangan pesawat Hanan tepat pukul 12.00 siang. Tadi Alden mengatakan kalau Vano sebentar lagi akan sampai bandara. Satu jam lagi Hanan berangkat, gadis itu gelisah terus melirik arlojinya karena Hanan harus segera check in.

Tak lama menunggu, netra Hanan menangkap sosok Vano dari kejauhan. Ia langsung menepuk bahu Alden yang sedang sibuk menatap ponselnya. Alden reflek menoleh ke arah Hanan. "Apa?"

"Itu Vano, samperin!" Alden mengarahkan matanya mengikuti tangan Hanan yang menunjuk ke arah dimana Vano sedang berjalan di kejauhan. Baru Alden berdiri, Vano dengan mata tajamnya itu sudah melihat keberadaan mereka bedua dari kejauhan.

"Ey!" sapa Vano ketika sudah berada di dekat keduanya. Matanya menangkap hanya ada Alden dan Hanan, di seberang sana ada Jegan bersama Ami—sepupunya yang akan berangkat bersama Hanan—sedang berbincang.

"Lo bolos nih?" Vano mengangguk sambil tersenyum lebar menjawab pertanyaan Alden. "Gak pa-pa lah, dari pada lu gak masuk."

Alden menatap sinis Vano, tidak terima. "Mending izin lah dari pada bolos, bego emang."

this is what it takes [1] ✓ (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang