| tiga puluh tujuh

178 33 14
                                    

"Bahagia dan sedih itu seimbang

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Bahagia dan sedih itu seimbang. Bahkan bisa merasakan dalam sekejap waktu. Sama seperti memiliki, rasanya baru memiliki ia kemarin. Namun, hari ini aku baru saja kehilangannya."
— Jehanan

-

-

Play song 🎧
I Wish You Were Mine - Loving Caliber, Mia Niles



"Kemarin kemana?"

Hanan yang baru saja duduk itu langsung diberikan banyak pertanyaan oleh teman sebangkunya, siapa lagi kalau bukan Jefrin. Gadis itu menoleh tidak menjawab. Namun, hanya memberikan senyum lebar. "Bolos, hehe," jawab Hanan polos.

Jefrin yang dengar itu hanya memutar kedua bola matanya. "Anak kecil bisa bolos ya?"

"Eits, bisa lah! Kudet lo," keduanya tertawa kecil menyadari percakapan acak mereka.

"Oh ya Jef," Hanan melanjutkan perkataannya sembari mengeluarkan beberapa lks dari tasnya. Laki-laki yang tadinya sibuk memandang ponsel pun menoleh ketika Hanan menyebut namanya. "Kenapa?"

"Nanti pulang sekolah temenin gue yuk! Bentar aja, ada yang mau gue kasih tau," jawab Hanan membuat Jefrin mengerutkan dahinya penasaran. "Apa tuh? Kenapa gak sekarang aja?"

"Sabar dong! Jangan kepo dulu, nanti aja oke,"

Jefrin tampak menimbang-nimbang, tapi setelahnya mengangguk setuju, "Oke!" keduanya tersenyum. Tidak tahu bahwa senyum Hanan sekarang adalah senyum terakhir yang bisa dilihat dengan jarak sedekat ini.

***

Vano membiarkan Hanan hari ini untuk terus bersama Jefrin. Laki-laki itu tidak akan mengganggu kedekatan kedua insan itu sampai dering bel pulang sekolah terdengar. Biasanya laki-laki pemilik rahang tegas itu akan menggerecoki Hanan dan Jefrin yang sedang bersama, bergabung untuk makan siang bersama. Namun, kali ini tidak. Vano hanya menjaga Hanan dari kejauhan.

Hanan dan Jefrin sudah sampai di suatu tempat yang disebutkan oleh gadis itu tadi setelah pulang sekolah. Keduanya berada di pusat perbelanjaan kota yang sering mereka kunjungi ketika dulu masih memakai seragam putih biru bersama tiga sahabat lainnya.

"Kenapa kesini? Kangen ya?" tanya Jefrin saat mereka sudah memasuki pintu utama gedung tersebut. Hanan mengangguk antusias. "Banget! Dulu Hendra jatuh di tangga ini karna ngeledekin Reva,"

Jefrin dan Hanan tertawa mengingat kembali momen mereka berlima. Ternyata laki-laki itu merasakan hal yang sama, rindu. Jefrin menatap Hanan yang sedang bercerita banyak dengan senyum tipis. Jefrin benar-benar rindu.

"Mau kemana dulu?" tanya Jefrin setelah sadar dari lamunannya, ia menawarkan terlebih dahulu kemauan gadis di sampingnya. "Mau ... makan gulali,"

Keduanya berjalan menuju tempat yang menjual makanan-makanan ringan di sebuah foodcourt. Setelah itu mereka menuju arena bermain yang sekarang terlihat lebih luas dan banyak permainannya dari pada dulu. Hari ini Hanan benar-benar ingin menghabiskan waktu bersama Jefrin agar tidak sia-sia.

this is what it takes [1] ✓ (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang