| empatbelas

365 87 9
                                    

Pertama kali ia membuka mata, aroma obat-obatan menusuk indera penciumannya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pertama kali ia membuka mata, aroma obat-obatan menusuk indera penciumannya. Cahaya lampu ruangan membuat iris cokelat gadis itu terlihat jelas. Suara decitan kursi di dekatnya reflek membuat Hanan perlahan menolehkan kepala.

Vano dengan tubuh yang bersandar pada kursi itu menatap Hanan lamat sembari bersidekap dada. Tangan kanan Hanan bergerak memijat keningnya ketika tau ternyata Vano di dekatnya.

"Tumben. Ga sarapan ya lo?" introgasi Vano. Hanan tidak menatap laki-laki itu, melainkan mengarahkan pandangannya lurus ke atas. "Hm."

"Masih pusing?"

Hanan berdeham lagi setelah itu Vano diam sejenak. "Mau makan?"

"Gak napsu." Jawab Hanan sekenanya.

Vano yang melihat Hanan menjadi irit bicara ini bertanya dalam hati. Sampai satu pertanyaan lolos dari bibir Hanan.

"Yang bawa gue kesini bukan lo 'kan?"

Vano mengerutkan dahinya. "Hah? Emang kenapa?"

"Nanya." Hanan menjeda sedikit jawabannya. Setelah itu ia kembali bertanya. "Iya atau engga?"

Laki-laki yang sedang duduk itu mengerjap ketika Hanan melihatnya dengan tatapan bertanya.

"Ya gue, emang kenapa?"

Hanya helaan napas pelan yang terdengar oleh Vano. "Gak, gapapa. Nanya aja." Setelah itu Hanan kembali memejam.

Menghilangkan sebuah harapan yang pupus.

































This is what it takes































"Ngapain lo Jef? Gak masuk?"

Reva menepuk bahu sahabatnya dan ikut duduk disebelah Jefrin, tepatnya di depan UKS. Reva bersama Hendra menyusul dua temannya itu yang sedang menunggu Hanan siuman.

Hendra sedikit mengintip jendela UKS.

"Kayaknya Hanan udah bangun deh," ucapnya. Reva dan Jefrin bersamaan menatap Hendra.

"Yuk, masuk Jef." Ajak Reva, tetapi Jefri hanya mengangguk.

"Duluan,"

Reva dan Hendra diam sejenak memandang Jefrin, baru kemudian keduanya memasuki ruangan. Tak lama setelah dua temannya masuk, Vano keluar dengan raut wajah datar. Tidak seperti biasanya.

Laki-laki itu duduk disamping Jefrin tanpa menoleh sama sekali.

"Sampe kapan sih Jef?" tanya Vano. Terdengar helaan napas beratnya. Jefrin yang tau arah pembicaraan itu kemana hanya berdeham.

this is what it takes [1] ✓ (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang