Deruman ninja terdengar di pekarangan rumah besar milik Hanan. Sekarang menunjukkan pukul enam sore. Sehabis dari kaki lima, Jefrin mengajak Hanan untuk mampir di kafe yang sering dikunjungi gadis itu.
Keduanya bincang, terkadang mengingat kehangatan yang dulu. Hingga langit sudah mulai berubah warna, matahari sedikit sedikit turun. Baru keduanya pergi meninggalkan tempat tersebut.
"Nih," Hanan menyodorkan helm yang baru saja dilepasnya. Jefrin mematikan mesin ninja. Kemudian ikut melepas helm full face miliknya.
Hanan berdiri di dekat motor Jefrin, sedangkan cowok itu tetap duduk diatas motornya. "Gapapa sendiri di rumah?"
Gadis itu mengibaskan tangannya pelan. "Santai, tiap hari juga sendiri."
Bukan maksud Hanan menyindir, namun memang seperti itu kenyataannya. Tapi dengar itu hati Jefrin sedikit mencelos. "Sorry."
Hanan mengerutkan dahinya. "For what?"
"For all."
Hembusan napasnya terdengar, gadis itu tersenyum kecil. "Gak perlu minta maaf terus. Semua manusia pasti ngelakuin kesalahan."
"Kalau sendiri, biasanya lo ngapain?" Jefrin bertanya, mengalihkan pembicaraan mereka sambil menatap mata Hanan lamat. Tidak ingin mendengar Hanan terus terlihat baik-baik saja. "Ya sibukin diri."
Tiba-tiba Hanan tertawa kecil, tangannya melayang mendorong wajah Jefrin pelan. "Muka lo gak usah gitu ah ngeliatinnya, ga suka." Kata Hanan membuat Jefrin menarik sudut bibirnya.
"Je, ikut gue yuk."
"Kemana lagi?"
"Ayo, ikut aja. Ada yang mau ketemu sama lo." Hanan mengerutkan dahinya, tapi detik kemudia ia menetralkan raut wajahnya kembali. "Gua masih pake seragam."
"3 menit gue tunggu lo ganti baju." Tanpa banyak protes, Hanan bergegas menuju rumahnya dengan langkah cepat. Seperti yang Jefrin berikan waktu, tiga menit pas Hanan sudah berada di hadapan laki-laki itu.
"Cepet kan?" tanya Hanan dengan percaya diri.
Tangannya mengambil helm yang disodorkan Jefrin. "Iya cepet. Tapi biasanya juga selesai main pabji lo belom kelar dandan."
Hanan tersenyum lebar dengan cibiran itu. Kemudian bergegas naik ke atas ninja milik Jefrin.
"Siap?" Jefrin memastikan. Hanan mengacungkan ibu jarinya tepat di depan wajah Jefrin. "Siap."
Lantas cowok tegap itu melajukan motornya dengan kecepatan normal. Langit semakin gelap. Hanan di belakang melirik arlojinya, ternyata memang sudah malam. Jarum panjangnya menunjuk ke arah angka tujuh.
Gadis itu pikir, sudah setengah hari ia habiskan waktu bersama Jefrin. Selama dua tahun, tidak ada lagi bayangan antara ia dan cowok di depannya itu akan seperti ini lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
this is what it takes [1] ✓ (TERBIT)
Fanfiction[handwritten series #1] ㅡfollow me first before read this bookㅡ ❝ I'll break down these walls that are in our way. If this is what it takes ❞ Hanan, sosok gadis kuat yang memendam apapun sendiri. Gadis itu selalu terlihat baik-baik saja, tetapi ken...