| delapanbelas

351 84 5
                                    

Pagi hari ini seperti ada yang berbeda dari biasanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pagi hari ini seperti ada yang berbeda dari biasanya. Hanan terbangun dalam ruangan bernuansa hitam abu abu. Ia menatap lama ke arah langit langit kamar Vano. Berandai andai yang seharusnya tidak boleh dilakukan.

Gadis itu memejamkan matanya sebentar, sampai suara berat menyerukan namanya. "Je!" teriak Vano dari luar kamar. Laki laki itu mengetuk pintu kamarnya pelan.

Tak lama dilihatlah Hanan yang masih memakai setelan piyama milik kakak sulungnya—Wendy. "Astaga Je!'

Vano mendengus kemudian melirik arloji dipergelangan tangan kirinya. "Udah setengah tujuh ini, lu mau berangkat jam berapa?!"

Hanan tanpa merasa bersalah menutup kedua telinganya dihadapan Vano. Gadis itu meringis dan bergumam. "Bawel."

Baru Vano ingin bicara, laki laki lain yang menghuni rumah ini melewati keduanya. Tak lupa menyapa dua remaja itu yang sedang menatapnya.

"Eh Hanan, adek. Hanan gak sekolah?" tanya Jeffrey, selaku kakak kedua Vano, pada Hanan. Karena melihat adik bungsunya yang sudah siap dengan seragam sekolah.

"Iya bang, gak sekolah kayaknya."

"Yaudah dek, gapapa. Nanti sama bunda, lagian ada teteh juga." Ucap Jeffrey pada Vano.

Hanan yang dengar itu tersenyum lebar. Terkadang terbesit ingin menggantikan posisi Jegan pada Jeffrey. Laki laki berusia 23 tahun itu selalu membela Hanan layaknya adik sendiri. Hingga Vano yang dengar itu menatap kakaknya jengkel.

"Iya bang iya. Yaudah jangan lupa mandi terus sarapan. Teteh ada dibawah."

Jeffrey tersenyum lebar pada Hanan hingga dua lesung pipi itu terlihat sambil mengacungkan ibu jarinya, tanda berhasil atas kerja sama mereka yang direncanakan kemarin. Kemudian setelah laki laki itu turun, Vano menyipitkan matanya.

"Lo yang bujuk bang Rey? Hih, ini sebenernya adek bang Rey gue apa lo sih?" Hanan tertawa lepas mendengar cibiran Vano.

"Sekolah sana, jangan lupa izinin gue ya!" laki laki itu bersidekap dihadapan Hanan. "Gue alfain!"

"Ya whatever. I wanna go sleep again. Bye Jevano."

Hanan melambaikan tangannya kemudian menutup pintu kamar Vano. Sudah terlihat diwajah laki laki itu, bahwa pagi ini Hanan membuat Vano jengkel. Di dalam kamar, Hanan tertawa kecil mengingat wajah Vano yang setengah mati menaham marah dan pasrah begitu saja.

Sedangkan Vano diluar mendengus, menatap kusen pintu kamarnya yang tertutup rapat. "Semoga lo gak ngerasa sendiri lagi Je." Gumam Vano dan melangkah menuruni anak tangga.

Ketika mendongak, ia mendapati Jeffrey yang sedang menatapnya dari bawah sambil bersandar pada dinding.

"Kasih Hanan waktu Jev, biarin dia disini. Bunda sama teteh juga ngerti kok. Lo juga jagain dia, okey?" ujar Jeffrey setelah Vano mendekatinya. Laki laki itu menepuk bahu adik bungsunya secara laki.

this is what it takes [1] ✓ (TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang