Enam

1K 57 0
                                    

Mendapat pelatihan masak dari sang bunda, begitu bermanfaat baginya sekarang. Ia tidak perlu repot-repot memesan makanan dari luar. Ia memasak semuanya sendiri. Hitung-hitung sebagai langkah awal menjadi istri yang baik. Kalau di kemudian hari ia menjalin hubungan yang serius dengan Reagive, ia tidak akan takut suaminya memilih masakan wanita lain. Bisa bahaya kalau itu terjadi.

"Masak apaan, Ra?"

"Sayur bayam." Reagive mencicipi masakan Kiara yang baru diangkat dari kompor.

"Gimana? Enak?"

"Biasa aja. Standar." Kiara mengerucutkan bibirnya. Suaminya ini benar-benar tidak bisa menghargai seseorang.

Kiara menata seluruh makanan yang telah ia masak di atas mini bar. Mereka sarapan dengan lahap. Masakan Kiara memang enak. Tapi bagi Reagive, masakan Kiara biasa saja. Karena apapun masakannya, bagi Reagive sama saja. Yang penting masih bisa dimakan.

"Kak." Panggil Kiara.

"Hmm."

"Nanti futsal lagi?"

"Hmm."

"Pulang malem?" Reagive hanya mengangkat bahunya acuh. Dirinya memang tidak tau.

Kiara mendengus kesal. Jawaban suaminya ini sangat menyebalkan. Tidak bisakah dia menjawab dengan kata yang lain?

"Kak, mulut gunanya buat apa sih?" Reagive menghentikan sarapannya, lalu berujar.

"Iya, Kiara, nanti gue futsal lagi. Tapi pulang malem apa enggak, gue kurang tau, kan minggu lalu gue pulang duluan. Tau ini juga dari si Milan."

'Perasaan, futsal mulu yang duain gue?'

"Jadi, gue ntar malem sendirian dong?"

"Mau nonton?"

"Emang boleh?"

"Ya boleh, tapi pulang dulu, dan pake pakaian yang pantes."

"Aaaaa makasih, Kak."

Kiara bersorak girang. Akhirnya, ia bisa keluar bersama teman-temannya lagi. Sungguh, setelah kejadian itu, Kiara selalu menolak ajakan dari Mei dan Ica. Rasanya membosankan hanya berada di apartmen. Dan liciknya Reagive selalu meninggalkannya sendiri. Dengan dalih kumpul bersama teman futsal, rapat OSIS, mengontrol cafe, dan banyak lagi alasan lainnya.

Bibir Reagive sedikit berkedut melihat tingkah Kiara. Jika dipikir, Kiara terlihat sangat......eumm...menggemaskan. Lihat saja, senyum serta lesung pipi itu mengembang dengan sangat sempurna. Menampilkan deretan giginya yang rapi. Wajahnya yang putih kontras dan tanpa make up, akan membuat siapapun yang melihatnya terpesona. Tak mau berpikir lebih lanjut tentang gadis itu, Reagive memilih untuk melanjutkan sarapannya. Bisa-bisa ia kehilangan kewarasan gara-gara Kiara.

***

Sudah satu jam lebih Kiara memilih pakaian. Namun selalu mendapat komentar Reagive. Lagian gaya berpakaiannya memang seperti ini. Mau bagaimana lagi. Kini Kiara memakai crop top merah marun dan celana jeans sepaha. Reagive memandangnya aneh. Dan mengomentarinya lagi, dan lagi.

"Celana lo nggak ada yang panjangan apa gimana sih?" Kiara menyerah. Ia sudah lelah. Tidak bisakah suaminya ini berhenti berkomentar? Kiara menjatuhkan tubuhnya di atas sofa, kemudian melirik Reagive.

"Pake gamis aja deh, kalo gitu."

"Lebih baik." Jawab Reagive acuh.

"Kak, jangan bercanda. Ya kali gue mau pake gamis. Kan gue mau ke turnamen, bukan pengajian." Kiara merengek tidak jelas, dan membuat Reagive memicingkan matanya. Sehat?

PSITHURISMTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang