Mereka sudah sampai di mansion keluarga Lange. Reagive turun terlebih dulu. Ia bahkan tak meminta Kiara untuk turun juga. Ia memilih mendahauluinya dan masuk terlebih dahulu. Kiara hanya bisa mencebik, lagi.
"Nggak ada sejarahnya tuh kulkas bukain pintu buat gue. Sabar aja terus, Ra." Kiara segera menyusul Reagive, setelah memastikan tidak ada barang yang tertinggal di dalam mobil.
Suara cerewet Mama Rani sudah menyambut mereka. Ia menjewer telinga Reagive, anak bandel kesayangnnya.
"Pulang jam berapa, hah?"
"Aduh sakit, Ma." Cicit Reagive.
"Kamu itu dikurangin keluyurannya. Nggak baik ninggalin istri sendirian. Inget udah jadi suami, Give."
"Kan Reagive perginya ke cafe, Ma."
"Kalo kamu emang nggak bisa jagain mantu mama, kalian tinggal di sini aja lagi."
"Enggak, Ma. Makasih." Jawab keduanya bersamaan. Rani menggeleng. Keduanya sama-sama keras kepala.
"Makan sana, mama usah siapin makan tuh."
"Kayaknya Kak Reagive aja yang makan. Kiara enggak."
"Kenapa, Ra? Kamu udah makan?"
"Palingan diet lagi dia, Ma." Cibir Reagive.
"Bener?" Kiara nyengir lebar.
"Nggak usah lah yang begituan. Lagi program mah nggak usah diet-dietan." Kiara mengernyit. Program apa? Ia sama sekali tidak mengerti ucapan mertuanya itu.
"Ya udah, kamu masuk aja ke kamar. Biar Reagive, mama yang nemenin."
"Nggak papa, Ma?" Rani mengangguk.
Rani tersenyum melihat putranya begitu lahap menyantap masakannya. Ia sangat merindukan masa kecil Reagive. Dimana ia akan selalu menyuapinya dan menemani tidurnya. Tak terasa, Reagive tumbuh begitu cepat. Hingga, keputusan untuk menikahkan Reagive membuatnya merasa kehilangan Reagive. Tapi Rani pun tak bisa menyalahkan keadaan. Semua sudah terjadi. Dan beruntungnya, ia tidak menikahkan Reagive dengan wanita yang salah. Kiara anak yang baik. Anak itu, datang layaknya malaikat yang melengkapi keluarga mereka. Apalagi, Rani sangat mengidamkan seorang anak perempuan.
Rani berjalan mendekati Reagive.
"Give?"
"Kenapa,Ma?"
"Hubungan kamu sama Kiara gimana?"
"Nggak gimana-gimana." Reagive terus menyuap makanan ke dalam mulutnya.
"Bukan gitu, maksud mama, apa ada peningkatan?"
"Ya biasa aja sih, Ma. Kita juga kan masih sekolah." Reagive menjawab apa adanya. Memang benar hibungannya baik-baik saja. Meskipun terkadang masih ada cekcok, tapi itu bukan hal besar yang harus diketahui orang tuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
PSITHURISM
Teen FictionGadis itu tak pernah menyangka bahwa kematian sang ibu akan membawa petaka lain dalam hidup damainya. Ia dipaksa menikah dengan kakak kelasnya sendiri. Pernikahan tanpa cinta itu benar-benar merubah segalanya. Ketika ego masih menjadi senjata dari...